TATA CARA DZIKIR AN-NAQSYABANDI KAIFIYAT DZIKIR



 


TATA CARA DZIKIR AN-NAQSYABANDI

KAIFIYAT DZIKIR :

 

1.   Menghimpunkan pengenalan kepada hati sanubari,
2.   Mengingat dzat Allah dengan hati sanubari;
3.   Mengucapkan Istighfar dengan bilangan yang ganjil;
4.   Membaca Surah Al-Fatiha 1 kali dan Surah Al-Ikhlas 3 kali;
5.   Menghadirkan Masaikh Thariqat di hadapan kita;
6.   Menghadiahkan pahala Surah Al-Fatiha 1 kali dan Surah Al-Ikhlas 3 kali kepada kaum muslimin dan muslimah;
7.   Mematikan diri sebelum mati;
8.   Memandang rabithah;
9.   Munajat kepada Allah;
10. Membaca dzikir kepada Allah dengan ucapan Allah...Allah...Allah sebanyak-banyaknya (sekemampuan).




KAIFIYAT DZIKIR TAHLIL :

 

1.   Wukuf Qalby;
2.   Membaca istighfar dengan bilangan yang ganjil;
3.   Membaca Al-Fatiha 1 kali dan Surah Al-Ikhlas 3 kali;
4.   Menghadiahkan pahala bacaan tersebut kepada/untuk Masaikh Thariqat
      (jika memang zikir tahlil tersebut memakai ajaran Thariqat);
5.   Menghadirkan rabithah atau rupa guru;
6.   Menguatkan Wukuf Qalby kembali, setelah bulat ingatan maka,
      bacalah Lailahaillallah, serta menjalankannya di atas Lathaif/Maqam
      serta membulatkan ingatan akan maknanya;
7.   Jika datang Markobah Tahlil jangan di kerjakan/di hentikan;
8.   Jika hendak berhenti, maka dikatakan Lailahaillallahu, tahan nafas
      dan di kuatkan Wukuf Qalby kembali.
Apabila telah selesai melaksanakan dzikir, maka sebaiknya membaca do'a ini :

"Allahumma'inna as'aalukattaubata, wa'istiqaamata, 'alassyari'atilgharai, waathariqatil wabaidai, birahmatika, yaa arhamarrahimiin"....

Pokok-Pokok ajaran dalam Thariqat An-Naqsyabandi

Pokok-Pokok ajaran dalam Thariqat An-Naqsyabandi pada penerapan kehidupan beragama dalam kesehariannya adalah :
1.   Berpegang teguh terhadap ajaran Al-Qur’an dan Hadist Rasulullah Saw serta paham  Ahlus Sunnah wal Jama’ah;
2.     Mengamalkan sesuatu pekerjaan (apapun) yang halal;
3.     Mengurangi tidur supaya dapat berdzikir dengan baik;
4.      Berhati-hati terhadap masalah subhat dalam syari’at agama;
5.     Senantiasa merasa di awasi oleh Allah Swt (Muraqabah);
6.      Selalu menghadapkan diri (hati) kepada Allah Swt sepanjang nafas (kontinyu);
7.     Berpaling (tidak tergiur) dalam arti terhadap kemewahan dunia;
8.    Merasa sepi kesendirian dan dalam suasana ramai serta hati selalu hadir kepada Allah Swt;
9.     Menjaga aurat (berpakaian yang rapi);
10.  Melazimkan ibadah dengan dzikir khafi (samar atau tersembunyi/syir);
11.  Senantiasa menjaga keluar masuknya nafas, jangan sampai lupa dan lalai dalam mengingat Allah Swt, dan
12.  Berakhlak perilaku yang luhur seperti yang di contohkan Rasulullah Saw.
Al Ghozali, Ikhya Ulum al Din, Juz I , Dar al Ma’arif, Bairut, hlm. 509 sebagaimana di nyatakan oleh Al-Khalili dalam karyanya Ajaran Thariqat. Beliau menyinggung tentang kewajiban moral murid terhadap guru atau syeikhnya, yang di perinci oleh beliau sebagai berikut :
a)      Menyerahkan segala-galanya lahir dan batin kepada guru;
b)      Harus patuh terhadap terhadap perintah guru;
c)      Tidak boleh syak wasangka pada guru;
d)     Tidak boleh melepas ikhtiarnya.
e)      Harus selalu mengingat pada petuah dari gurunya;
f)       Tidak boleh menyembunyikan rahasia hatinya.
g)      Memelihara keluarga dan kerabat guru;
h)      Kesenangan murid tidak boleh sama dengan guru.
i)        Tidak boleh mempunyai keinginan lebih dalam bergaul dengan gurunya;
j)        Harus yakin bahwa gurunya sebagai perantara;
k)      Tidak boleh memberi saran kepada gurunya kecuali hanya menambah kebaikan dan mengingatkan, artinya boleh untuk saling mengingatkan;
l)        Di larang memandang guru bahwa gurunya mempunyai kekurangan;
m)    Harus rela memberikan sebagian hartanya apabila di butuhkan atas kepentingan gurunya;
n)      Tidak boleh bergaul dengan orang yang di benci gurunya;
o)      Tidak melakukan sesuatu yang di benci gurunya;
p)      Tidak boleh iri dengan murid lain;
q)      Segala sesuatu yang menyangkut dirinya harus mendapat izin dari gurunya, dan
r)       Tidak boleh menempati tempat duduk yang biasa di tempati gurunya.

Namun demikian yang namanya model atau teori pendidikan manapun kelihatannya belum ada yang mengalami kesempurnaan. Untuk itu menurut hemat pemikiran penulis, tawajjuh berjama’ah di dalam thariqat sangatlah baik dan harus di laksanakan secara rutin, mengingat jika kita telusuri dari perkembangan, thariqat itu muaranya adalah Rasulullah Saw. Sebagaimana yang tercantum di dalam buletin tsaqafatuna, disana di terangkan pada waktu itu Sayyidina Ali bertanya kepada baginda Nabi, “Ya Rasulullah, tunjukkanlah kepada kami, jalan yang paling dekat kepada Allah.” Nah di sinilah thariqat sudah di terapkan secara praktis, menyatu dengan kepribadian seorang mu’min, yang lengkap dengan akhlaknya. Sayyidina Ali di suruh duduk oleh Rasulullah Saw dengan posisi yang terbaik dari cara duduknya, lalu tangannya di atur sedemikian rupa oleh Rasulullah Saw. Lalu Rasulullah Saw memerintahkan,“Pejamkan matamu!” Selanjutnya Rasulullah Saw menuntun (talqin) pada Ali dengan ucapan “Laa ilaaha illallah” tiga kali. Thariqat itu di jalankan oleh sahabat Ali bin Abi Thalib. Lalu Sayyidina Abu Bakar As-Shiddiq mendengarkan hal itu. Maka datanglah kepada Ali bin Abi Thalib sambil memohon : “Wahai Ali, ajarkanlah kami sebagaimana kamu di ajari Rasulullah Saw.” Talqinlah aku.” Kita tentu merasa kagum melihat hal ini. Sayyidina Abu Bakar kan mertua Nabi, umurnya haya selisih satu tahun dengan Rasulullah, yang jika di banding dengan usia Ali sangatlah jauh jaraknya, di mana Sayyidina Ali lebih muda. Tapi mengapa Abu bakar datangnya kepada Sayyid Ali, bukannya langsung kepada Rasulullah Saw! Seandainya minta tuntunan langsung kepada Rasululllah Saw, kan bisa juga. Tetapi dengan tawadlu’nya, dengan akhlaknya dan kemauan menghargai ilmu yang di peroleh Ali , Sayyidina Abi Bakar minta di talkin dan di bai’at oleh Ali. Maka kedudukan Sayyidina Abu Bakar adalah sebagai murid Sayyidina Ali bin Abi Thalib di dalam hal thariqat. Tidak lama setelah kejadian itu juga ternyata Abu Bakar di bai’at oleh Rasulullah Saw dengan dzikir sirri. Ketika mendengar berita itupun sahabat Ali datang kepada sahabat Abu Bakar untuk minta di bai’at. Kemudian di bai’atlah Ali sehingga menjadilah beliau sebagai murid Sayyidina Abu Bakar. Hal ini juga di dukung oleh banyaknya hadits Rasulullah Saw tentang pengamalan ilmu dan penyebarannya, mendorong mereka untuk berbagi ilmu dan pengamalannya kepada calon murid yang mendekatkan diri kepadanya. Hadits Ad-Dinu Nasihah dan Al-Ulama’ Waratsatul Anbiya’, yang di gemari oleh mereka untuk penyebaran itu. Sehingga syeikh (guru) mempunyai tugas dan kedudukan seperti Rasulullah Saw. Hal tersebut tersimpul dalam hadits Rasulullah Saw yang artinya “seorang syeikh dalam kalangannya adalah seperti nabi di antara umatnya”. Itulah sebabnya jabatan guru di dalam thariqat tidak boleh di emban oleh sembarang orang. Ia merupakan orang pilihan yang telah berhasil menguasai pokok ajaran ilmu thariqat. Dalam pada itu juga peranan guru di dalam thariqat juga merupakan sosok yang wajib di hormati, di patuhi dan tidak boleh di ganggu gugat. Wallahu’alam.

ADAB GURU TERHADAP MURID :


1.   Menanggung jawab sesuatu pertanyaan yang di datangkan muridnya dan di jawab dengan sebenar-benarnya;
2.   Jangan lekas marah;
3.   Duduk dengan takzim dan di khemah dengan menundukkan kepala;
4.   Meninggalkan Takabbur;
5.   Merendahkan diri;
6.   Jangan bercanda dengan murid, niscaya hilang keberkatan ilmu;
7.   Kasih sayang akan/dengan/pada murid;
8.   Paham, sabar dan perlahan-lahan mengajar orang yang bebal;
9.   Menunjukkan yang baik pada orang yang bebal;
10. Jangan malu mengatakan yang tidak tahu, jika betul-betul tidak tahu,
      dan jangan pura-pura tahu akan hal yang tidak tahu;
11. Bersungguh-sungguh terhadap orang yang bertanya;
12. Mengatakan yang pahit itu wajib;
13. Melarang orang belajar ilmu jahat dan yang melanggar hukum Al-Qur'an;
14. Beramal menurut pengetahuan;
15. Melarang orang belajar Fardhu Kifayah sebelum Fardhu 'Ain;
16. Kembali kedasar, jikalau salah di ulang;
17. Beramal seperti/dengan ilmu, supaya di ikuti orang banyak.

ADAB MURID TERHADAP GURU :

ADAB THARIQAT :




SYARAT THARIQAT :


RUKUN THARIQAT :

WAJIB THARIQAT :

ADAB DZIKIR THARIQOH :

Adab berdzikir. didalam thariqoh an-Naqsabandy dlm thoriqoh naqsabandiyah al usmaniyah duduknya tawarruk kiri . Untuk melaksanakan dzikir ada tata krama yang harus diperhatikan semua bentuk ibadah bila tidak menggunakan tata krama/ adab, maka sedikit sekali faedahnya.
            Dalam kitab Al-Mafakhir Al-’Aliyah fi al-Ma-atsir Asy-Syadzaliyah disebutkan, pada pasal Adab adz-Dzikr, sebagaimana dituturkan oleh Asy-Sya’roni, bahwa adab berdzikir itu banyak tetapi dapat dikelompokkan menjadi 20 (dua puluh), yang terbagi menjadi tiga bagian; 5 (lima) adab dilakukan sebelum bedzikir, 12 (dua belas) adab dilakukan pada saat berdzikir, 3 (tiga) adab dilakukan setelah selesai berdzikir.

1)      Taubat, yang hakekatnya adalah meninggalkan semua perkara yang tidak berfaedah bagi dirinya, baik yang berupa ucapan, perbuatan, atau keinginan.
2)      Mandi dan atau  wudlu. 
3)      Diam dan tenang. Hal ini dilakukan agar di dalam dzikir nanti dia dapat memperoleh shidq, artinya hatinya dapat terpusat pada bacaan Allah yang kemudian dibarengi dengan lisannya yang mengucapkan Lailaaha illallah.
4)      Menyaksikan dengan hatinya ketika sedang melaksanakan dzikir  terhadap himmah syaikh atau guru mursyidnya.
5)      Menyakini bahwa dzikir thariqoh yang didapat dari syaikhnya adalah  dzikir yang didapat  dari Rasulullah Saw karena syaikhnya adalah naib (pengganti ) dari beliau.


Sedangkan 12 (dua belas) adab yang harus diperhatikan pada saat melakukan dzikir adalah;


1)      Duduk di tempat yang suci seperti duduknya di dalam shalat..
2)      Meletakkan kedua telapak tangannya di atas kedua pahanya.
3)      Mengharumkan tempatnya untuk berdzikir dengan bau  wewangian, demikian pula dengan pakaian di badannya.
4)      Memakai pakaian yang halal dan suci.
5)      Memilih tempat yang gelap dan sepi jika memungkinkan.
6)      Memejamkan kedua mata,  karena hal itu akan dapat menutup jalan indra dzahir, karena dengan tertutupnya indra dzahir akan menjadi penyebab terbukanya indra hati/bathin.
7)      Membayangkan pribadi guru mursyidnya diantara kedua matanya. Dan ini menurut ulama thariqoh merupakan adab yang sangat penting.
8)      Jujur dalam berdzikir. Artinya hendaknya seseorang yang berdzikir itu dapat memiliki perasaan yang sama, baik dalam keadaan sepi (sendiri) atau ramai (banyak orang).
9)      Ikhlas, yaitu membersihkan amal dari segala ketercampuran. Dengan kejujuran serta keikhlasan  seseorang yang berdzikir akan sampai derajat ash-shidiqiyah dengan syarat dia mau mengungkapkan segala yang terbesit di dalam hatinya (berupa kebaikan dan keburukan) kepada syaikhnya. Jika dia tidak mau mengungkapkan hal itu, berarti dia berkhianat dan akan terhalang dari futuh (keterbukaan bathiniyah).
10)   Memilih shighot dzikir bacaan La ilaaha illallah , karena bacaan ini memiliki  keistimewaan yang tidak  didapati pada bacaan- bacaan dzikir syar’i lainnya.
11)   Menghadirkan makna  dzikir di dalam hatinya.
12)   Mengosongkan hati dari segala apapun selain Allah  dengan La ilaaha illallah , agar pengaruh kata “illallah” terhujam di dalam hati  dan menjalar ke seluruh anggota tubuh.

Dan 3 (tiga) adab setelah  berdzikir adalah;


1.              Bersikap tenang ketika telah diam (dari dzikirnya), khusyu’ dan menghadirkan hatinya untuk menunggu waridudz-dzkir. Para ulama thariqoh berkata bahwa bisa jadi waridudz-dzikr datang dan sejenak memakmurkan hati itu pengaruhnya lebih besar dari pada apa yang dihasilkan oleh riyadlah dan mujahadah tiga puluh tahun.
2.              Mengulang-ulang pernapasannya berkali-kali. Karena hal ini – menurut ulama thariqoh- lebih cepat menyinarkan bashirah, menyingkapkan hijab-hijab dan memutus bisikan–bisikan hawa nafsu dan syetan.
3.              Menahan minum air. Karena dzikir dapat menimbulkan hararah (rasa hangat di hati orang yang melakukannya, yang disebabkan oleh syauq (rindu) dan tahyij (gairah) kepada al-madzkur/Allah Swt  yang merupakan tujuan utama dari dzikir, sedang meminum air setelah berdzikir  akan memadamkan rasa tersebut.
Para guru mursyid berkata: ”Orang yang berdzikir hendaknya memperhatikan  tiga tata krama ini, karena natijah (hasil) dzikirnya hanya akan muncul  dengan hal tersebut.” Wallahu a’lam

Keterangan

1.              Himmah para syaikh/guru mursyid adalah keinginan para beliau agar semua muridnya bisa wushul kepada Allah SWT.                       
2.              Sikap duduk pada waktu melakukan dzikir ada perbedaan antara aliran thoriqoh yang satu dengan yang lainnya, bahkan antara satu mursyid dengan yang lainnya dalam satu aliran. Ada yang menggunakan cara duduk seperti duduk di dalam shalat (tawarruk atau iftirasy), ada yang tawarruk di balik artinya kaki kanan yang di masukkan di bawah lutut kaki kiri, ada yang dengan muroba’ (bersila) dan ada yang dengan cara seperti saat di bai’at oleh mursyidnya. Oleh karena ittu maka sikap duduk didalam berdzikir bisa dilakukan sesuai dengan petunjuk guru musyidnya masing- masing.
3.              Membayangkan pribadi syaikhnya seakan berada di hadapannya pada saat melakukan dzikir, yang lazim di sebut “rabithah” atau “tashawwur” bagi seorang murid thoriqoh. Hal tersebut lebih berfaidah dan lebih mengena dari pada dzikirnya itu. Karena syaikh adalah washilah /perantara untuk wushul kehadirat sang maha haq ‘azza wa jalla bagi si murid, dan setiap kali bertambah wajah kesesuaian bayangannya bersama syaikhnya maka bertambah pula anugerah- anugerah dalam batiniyahnya, dan dalam waktu dekat akan sampailah dia pada apa yang dicarinya (Allah). Dan lazimnya bagi seorang murid untuk fana’/ lebur lebih dahulu dalam pribadi syaikhnya, kemudian setelah itu ia akan sampai pada fana’/ lebur pada Allah Swt.
4.              Yang dimaksud dengan waridudz dzikir segala sesuatu yang datang atau muncul didalam hati berupa makna-makna atau pengertian-pengertian setelah berdzikir yang bukan dikarenakan oleh usaha kerasnya si pelaku dzikir. Semata mata karena  anugerah dari Allah  subhanallah wa ta’ala.

Ajaran Thariqat Naqsyabandiyah

 Secara keseluruhan, ajaran tarekat Naqsyabandiyah terdiri dari 17 tingkat mata pelajaran. Ke-17  tingkat mata pelajaran tersebut adalah;
  1. Dzikir Ismu Dzat: “mengingat yang Haqiqi” : Pengucapan Asma Allah berulang-ulang dalam hati, ribuan kali (dihitung dengan tasbih), sambil memusatkan perhatian kepada Allah semata.
  2. Dzjkjr Lathaif  Setelah melaporkan perasaan yang dialami di dalam berdzikir itu kepada masyayihnya , maka atas penilaian Syaikh, dinaikkan lagi dzikirnya menjadi 7.000, demikian seterusnya menjadi 8.000, 9.000,10.000 sampai 11.000 kali sehari semalam. Dzikir tersebut disebut dzikir lathaif sebagai maqam ke dua.  Maqam latifah-latifah itu ada 7 macam :5)
a)      Lathifah al Qalbi, dzikir sebanyak 5.000 kali ditempatkan dibawah susu sebelah kiri, kurang lebih dua jari rusuk. di bawah puting susu kiri
b)      Lathifah al Ruh, dzikir sebanyak 1.000 kali, dibawah susu kanan, kurang lebih dua jari ke arah dada.
c)      Lathifah al Sirr, dzikir sebanyak 1.000 kali, di atas dada kiri, kira-kira dua jari di atas susu.
d)     Lathifah al Khafi, dzikir 1.000 kali, di atas dada kanan kira-kira dua jari ke arah dada
e)      Lathifah al Akhfa, dikir 1.000 kali di tengah-tengah dada.
f)       Lathifah al Nafsi al Nathiqah, dzikir sebanyak 1000 kali di atas kening
g)      lathifah kull al jasad, dzikir 1.000 kali di seluruh tubuh
Jumlah dzikir ” Allah” pada semua tingkat itu 11.000 kali. Sesudah itu dzikir ism al dzat (menyebut la ilaha Allah). Orang yang berdzikir menurut tingkatan tersebut , akan mendapat hikmah yang sangat tinggi nilainya dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah.
  1. Dzikir Nafi Itsbat: “mengingat keesaan”   Bacaan perlahan disertai dengan pengaturan nafas, kalimat La Ilaha Illallah, yang dibayangkan seperti menggambar jalan (garis) melalui tubuh. Bunyi Laa permulaan digambar dari daerah pusar terus ke hati sampai ke ubun-ubun. Bunyi  Ilaha turun ke kanan dan berhenti pada ujung bahu kanan.  Di situ, kata berikutnya, Illa dimulai dengan turun melewati bidang dada, sampai ke jantung, dan ke arah jantung inilah kata Allah di hujamkan dengan sekuat tenaga. Orang membayangkan jantung itu mendenyutkan nama Allah dan membara, memusnahkan segala kotoran.
  1. Dzikir Wuquf: “diam dengan semata-mata mengingat Allah”
a)      Wuquf-i zamani: “memeriksa penggunaan waktu” Mengingat Dzat Allah yang bersifat dengan segala sifat sempurna dan suci, atau jauh dari segala sifat kekurangan. Dzikir Wuquf ini dirangkaikan setelah selesai melaksanakan dzikir Ismu Dzat atau dzikir Latha’if, atau dzikir Nafi Itsbat. Pelaksanaan dzikir Wuquf ini sebelum menutup dzikir-dzikir tersebut. Wuquf-i zamani: “memeriksa penggunaan waktu” Mengamati secara teratur bagaimana seseorang menghabiskan waktunya. (Al-Kurdi menyarankan agar ini dikerjakan setiap dua atau tiga jam). Jika seseorang secara terus-menerus sadar dan tenggelam dalam dzikir, dan melakukan perbuatan terpuji, hendaklah berterima kasih kepada Allah, jika seseorang tidak ada perhatian atau lupa atau melakukan perbuatan berdosa, hendaklah ia meminta ampun kepada-Nya.
b)      Wuquf-i ‘adadi: “memeriksa hitungan dzikir”  Dengan hati-hati beberapa kali seseorang mengulangi kalimat dzikir (tanpa pikirannya mengembara ke mana-mana). Dzikir itu diucapkan dalam jumlah hitungan ganjil yang telah ditetapkan sebelumnya.
c)      Wuquf-i qalbi: “Menjaga hati tetap terkontrol”. Dengan membayangkan Allah hadir berada di dlm hati, (yang secara bathin dzikir dan maknanya ditempatkan dlm hati)  maka hati itu akan sadar bahwa tidak ada yang lain kecuali Allah swt, dengan demikian perhatian seseorang secara sempurna selaras dengan dzikir dan maknanya. Taj al-Din menganjurkan untuk membayangkan gambar hati dengan nama Allah terukir di atasnya.  Di luar semua asas tersebut, terdapat pula dua kaidah jalan yang diperkenalkan para masyayikh tarekat setelah itu sebagai bekal perjalanan mencapai kebenaran hakiki. Keduanya adalah tarekat nafsani dan tarekat ruhani. Tarekat nafsani, mengambil pendekatan dengan mendidik diri dan menundukkan ke-aku-an, yakni ego yang ada dalam diri manusia. Dalam mengamalkan tarekat ini, seseorang harus melakukan segala sesuatu yang berlawanan dengan kehendak ego. Karenanya ia dimaknai sebagai perang atau jihad dalam diri seorang mukmin. Sedangkan tarekat ruhani berarti pensucian ruh. Hal itu dimaksudkan agar ruh yang telah disucikan mengenali hakikat diri yang sebenarnya, sehingga ego akan menuruti dan mentaatinya. Tarekat Naqsyabandiyah memiliki tujuan menjadi kekal berkepanjangan dalam memperhambakan diri secara lahir dan bathin, serta dalam menghadirkan Allah ke dalam hati. Para sufi yang mengamalkan tarekat ini tidak bertujuan menjadi mulia, kaya, sakti, dan sebagainya, melainkan untuk mendekatkan diri dan mengharap ridha Allah semata.

  1. Dzikir Muraqabah Ithla’: Seseorang berdzikir dan ingat kepada Allah SWT bahwa Ia mengetahui keadaan-keadaannya dan melihat perbuatan-perbuatannya, serta mendengar perkataan-perkataannya.
  1. Dzikir Muraqabah Ahadiyatul Af’al  : Berkekalannya seorang hamba menghadap serta memandang Allah SWT yang memiliki sifat sempurna serta bersih dari segala kekurangan, serta Maha Berkehendak.
  1. Dzikir Muraqabah Ma’iyah  : Berkekalannya seorang hamba yang bertawajjuh serta memandang kepada Allah SWT yang mengintai di mana saja hamba itu berada.
  1. Dzikir Muraqabah Aqrabiyah :
Keadaan mengingat betapa dekatnya Allah dengan hamba-Nya.
9.    Dzikir Muraqabah Ahadiyatuzzati : Mengingat sifat Allah yang esa dan menjadi tempat bergantungnya segala sesuatu.
  1. Dzikir Muraqabah dzatissyarfi wal Bahti  : Berkaitan dengan sumber timbulnya kesempurnaan kenabian, kerasulan dan ‘ulul azmi, yakni dari Allah semata.
  1. Maqam Musyahadah : Kondisi di mana seseorang berdzikir seolah-olah dalam tahap berpandang-pandangan dengan Allah.
  1. Maqam Mukasyafah : Mula-mula dzikir dengan dengan menyebut “Allah” dalam hati sebanyak 5.000 kali sehari semalam. Setelah melaporkan perasaan selama berdzikir, maka syaikh atau mursyid akan menaikkan dzikirnya menjadi 6.000 kali sehari semalam. Dzikir sebanyak 5.000 dan 6.000 kali tersebut dinamakan dzikir mukasyafah sebagai maqam (tingkat pertama).  Kondisi di mana seolah terbuka rahasia ketuhanan bagi seseorang yang berdzikir. Bila berdzikir pada maqam ini dilaksanakan dengan baik, sempurna, dan ikhlas, maka seorang hamba akan memperoleh hakikat kasyaf dan rahasia-Nya.
13.Maqam Muqobalah :  Dalam tahap berhadap-hadapan dengan wajah Allah yang wajibul wujud.
  1. Maqam Mukafahah : Tahap ruhaniah seseorang yang berdzikir berkasih sayang dengan Allah. Dalam maqam ini, kecintaan pada selain Allah telah hilang sama sekali.
  1. Maqam Fana’ Fillah : Kondisi di mana rasa keinsanan seseorang melebur ke dalam rasa ketuhanan, serta secara fana melebur dalam keabadian Allah.
  1. Maqam Baqa’ Billah : Pencapaian tahap dzikir, di mana kehadiran hati seorang hamba hanya bersama Allah semata.
  1. Tahlil Lisan  Melaksanakan dzikir Nafi Itsbat yang diucapkan secara kedengaran, atau jahar. Dzikir Tahlil Lisan ini dilaksanakan pada waktu-waktu yang telah ditetapkan oleh syaikh mursyid. Pembacaan tidaklah berhenti pada dzikir; pembacaan aurad (Indonesia: wirid), meskipun tidak wajib, sangatlah dianjurkan. Aurad merupakan doa-doa pendek atau formula-formula untuk memuja Tuhan dan atau memuji Nabi Muhammad Saw., dan membacanya dalam hitungan sekian kali pada jam-jam yang sudah ditentukan dipercayai akan memperoleh keajaiban, atau paling tidak secara psikologis akan mendatangkan manfaat. Seorang murid dapat saja diberikan wirid khusus untuk dirinya sendiri oleh syaikhnya, untuk diamalkan secara rahasia (diam-diam) dan tidak boleh diberitahukan kepada orang lain; atau seseorang dapat memakai kumpulan aurad yang sudah diterbitkan. Naqsyabandiyah tidak mempunyai kumpulan aurad yang unik. Kumpulan-kumpulan yang dibuat kalangan lain bebas saja dipakai; dan kaum Naqsyabandiyah di tempat yang lain dan pada masa yang berbeda memakai aurad yang berbeda-beda. Penganut Naqsyabandiyah di Turki, umpamanya, sering memakai Al-Aurad Al-Fathiyyah, dihimpun oleh Syaikh Ali Hamadani, seorang sufi yang tidak memiliki persamaan sama sekali dengan kaum Naqsyabandiyah. Apabila tiba saatnya menurut pandangan syaikh, maka orang yang berada pada maqam tahlil atau maqam ke tujuh ini diangkat menjadi khalifah. Dan apabila telah memperoleh gelar khalifah, dengan ijazah, maka ia berkewajiban menyebarluaskan ajaran tarekat itu dan boleh mendirikan suluk di daerah-daerah lain. 6). Orang yang memimpin persulukan tersebut dinamakan mursyid. Tingkatan tertinggi bagi laki-laki adalah khalifah dan bagi perempuan adalah tahlil. Meskipun seorang laki-laki telah mencapai khalifah dan perempuan telah mencapai tahlil suluk masih dapat diteruskan.
  2.  

MAQAMAT (1) LATHIFATUL QALBIY

Maqam ini adalah maqam dasar dalam kajian Thariqat An-Naqsyabandi jika seseorang di bai’at dalam mendalami pelajaran dzikir dalam ajaran tasawwuf atau sufi, maka jika seseorang telah di bai’at maka pada tempat inilah dzikir kepada Allah di sandarkan terlebih dahulu dengan makna adalah pembersihan rohani secara bertahap-tahap dan berbagai tingkatan pembersihan penyakit bathin.
Pembersihan rohani di sini maksudnya ialah mengobati seluruh penyakit bathin yang buruk pada diri manusia, jika seseorang hamba ingin menuju kepada khalik-Nya, sudah tentu penyakit bathin harus di obati terlebih dahulu, sebab jika seseorang hamba yang menuju kepada tuhannya tetapi masih ada penyakit bathinnya maka tiada akan dapat sampai (ma’rifat) kepada tuhannya, sebab Allah adalah dzat yang Maha Suci.
Bathin pada manusia umumnya penuh dengan penyakit yang berupa kotoran-kotoran sifat madzmumah, artinya selalu di penuhi dengan penyakit bathin yang buruk, seperti ; iri hati, dengki, penghasut, loba, tamak, serakah, penipu alias munafik dan lain sebagainya yang sifatnya buruk, nah sifat buruk pada manusia ini harus di obati dulu sebelum dapat menuju kepada tuhannya, tiada akan semudah itu seseorang manusia akan dapat mengenal khalik-Nya tanpa bathinnya bersih dari sifat buruk tersebut.
Sifat buruk pada bathin manusia ini adalah yang menungganginya yaitu iblis dan syaithan, dan pada diri bathin manusia para iblis dan syaithan ini mempunyai layaknya rumah-rumah atau istana-istana seperti layaknya manusia di muka bumi ini yang kelihatan dengan nyata, contohnya si anu tinggal di jalan ini nomor sekian kecamatan ini dan kabupaten itu, nah begitu juga para syetan pada diri manusia, mereka menempati pada bathin manusia untuk selalu membisikkan berbagai tipu daya dan hasut agar manusia selalu dalam kemaksiatan, baik itu mereka secara berkelompok maupun secara sendiri-sendiri, tetapi mereka ini menempati tempat pada bathin manusia tersebut sesuai dengan tugasnya dan tertentu pula alamatnya, artinya jika syetan yang bertugas di bidang menghasut akan manusia berupa sifat tamak atau loba, tentu tidak serumah atau setempat tinggal dengan syetan yang tugasnya untuk sifat lalai dan takbur. Berdasarkan hal inilah maka setiap seseorang hamba yang belajar dzikir Naqsyabandi, maka terlebih dahulu di suruh memerangi beberapa sifat buruk pada bathin sesuai dengan tingkatannya melalui ucapan Allah…Allah…Allah…pada tiap tempat rumah atau istana syaithan tersebut dalam dirinya, dengan harapan para iblis dan syaithan dapat tunggang langgang lari terbirit-birit dari rumah atau istananya tersebut dalam diri manusia, jika sudah demikian maka tentu sifat tersebut sudah jauh berkurang bahkan hilang sama sekali dari dalam diri bathinnya tersebut, yang tinggal hanyalah kalimah Allah saja yang menempatinya, hal demikianlah merupakan pintu dasar akan menuju dan mendekatkan diri kepada Allah serta dapat mengenalnya.
Dalam hal seseorang hamba jika ingin mendekatkan diri serta menuju kepada Allah, maka dalam ajaran Thariqat An-Naqsyabandi di bagi terlebih dahulu beberapa maqam dasarnya untuk di bersihkan sifat buruk pada rohaninya sebagai berikut :
Maqam dasar dari cara berdzikirnya seorang hamba adalah di sebut dengan LATIFATUL QALBIY dengan pengertian yang di jabarkan dan di ajarkan ialah :
Maqam ini berhubungan dengan jantung jasmani secara zahir, dan letaknya adalah kira-kira dua jari di bawah susu sebelah yang kiri, banyak dzikir di daerah maqam ini sekurang-kurangnya 5000x dalam sehari semalam dan di lakukan secara terus menerus (istiqamah), menurut kajiannya ini adalah wilayahnya Nabi Adam As, yang bercahaya kuning secara ghaib, serta berasal dari tanah, angin dan api. Pada wilayah inilah menurut ajaran Naqsyabandi tempat atau istananya iblis dan syaithan yang mempunyai tugas untuk menyisipkan dan menghasut akan sifat buruk pada manusia, yakni ;
1.             Hawa;
2.             Nafsu;
3.             Sifat Iblis, Jin dan Syetan;
4.             Dunia.
Jadi sifat buruk inilah lebih dahulu di obati dengan dzikrullah, jika seseorang hamba selalu melazimkan dzikir pada wilayah ini, maka hilanglah sifat buruk tersebut daripadanya dan paling tidak berkurang, jadi sifat yang buruk pada wilayah ini jika di dzikirkan terus menerus secara ikhlas (karena Allah), maka dapatlah menjelma, menjadi atau masuklah sifat yang baik dan berakhlak, yaitu ;
1.             Iman
2.             Islam;
3.             Tauhid, dan  Ma’rifat.
Inilah hal paling dasar yang sangat perlu untuk membentuk kepribadian akhlak yang baik pada manusia dan untuk mendidiknya agar selalu beribadah kepada Allah, maqam ini adalah merupakan sentral yang vital daripada ruhaniah manusia,  dan harus terlebih dahulu di benahi, wilayah ini merupakan induk dari maqam-maqam selanjutnya untuk menuju kepada Allah. Jika seseorang hamba tiada mau berdzikir pada wilayah ini, maka menurut kajian tasawwuf sangatlah susah untuk membuat seseorang hamba dapat sampai dan mengenal akan tuhannya, sebab dengan sifat hawa nafsu akan dunia dan selalu mengikut akan petunjuk syaithan yang buruk ini akan menjauhkan hamba tersebut dari tuhannya.
Untuk hal yang demikianlah maka oleh para guru tasawwuf sangat menekankan pengobatan penyakit bathin ini, jika ingin menjadi manusia yang beraqidah akhlak yang baik serta mendapat keridhaan dariNya, jika seseorang hamba betul-betul ikhlas dan rajin berdzikir pada wilayah ini dan beristiqamah, maka insya Allah terbukalah rahasia gaib alam jabarud dan alam malakud dengan izin dan kehendak-Nya, dia mendapatkan ilham dan karunia daripadaNya, dan itu ini di katakan sunnah dan thariqatnya Nabi Adam As. Puncak hasilnya pada dzikir ini jika memang telah bersih penyakit buruk tersebut adalah fana pada Af’al Allah Swt, artinya menyadari akan segala sesuatu di dunia ini adalah perbuatan Allah, perasaan ini di sertai dengan munculnya rasa akan mati tabi’i, mati yang di maksudkan di sini adalah matinya hawa nafsu dan hiduplah hati sanubari untuk kelak akan mengakui daripada kebenaran Allah itu adalah satu (tauhid), ini adalah tahap awal seseorang hamba untuk mengetahui arti daripada apa itu yang di namakan dengan Tauhid. Mati Tabi’i artinya perasaan lahiriah orang yang berdzikir menjadi hilang, fana pendengaran dan penglihatan lahiriahnya, sehingga tidak berfungsi lagi, yang berfungsi adalah pendengaran dan penglihatan bathinnya yang memancar dari lubuk hatinya, sehingga terdengar dan terlihat hanyalah lapzul jalalah, dalam keadaan demikian akal dan pikiran jasmani tidak berjalan lagi, kecuali akal dan pikiran bathin, sebab akal dan pikiran bathin yang bersihlah yang dapat menerima karunia, taufik, hidayah dan ilham dari Allah, hal demikianlah yang merupakan nur illahi terbit dari orang yang berdzikir, sehingga hatinya muhadharoh (hadir) bersama Allah.
            Mati Tabi’i juga merupakan lompatan dari pintu fana yang pertama, oleh sebab di terimanya dzikir seorang hamba oleh Allah dan ini merupakan hasil dari mujahadahnya (perjuangan) dan merupakan rahmat dan karunia dari Allah, juga merupakan fanafillah di mana gerak dan diam tidak ada kecuali dari Allah, tata cara dzikir ini dalam Thariqat An-Naqsyabandi ini telah di atur secara turun menurun secara silsilah dan sampai kepada kami adalah sebagai berikut :
  1. Menghimpunkan pengenalan kepada hati sanubari, maksudnya menetapkan konsentrasi secara penuh hanya kepada Allah Swt secara keseluruhan;
  2. Mengingat zat Allah dengan hati sanubari, ini lebih menekankan kepada ingat terhadap Allah Swt pada maqam yang di tuju untuk berdzikir;
  3. Mengucapkan Istighfar dengan bilangan yang ganjil, artinya secara syari’ah kita selalu mohon ampun kepada Allah, sama saja artinya dengan lebih mendekatkan diri kepadaNya melalui istighfar, dan ucapan istighfar ini bilangannya secara ganjil, contohnya 3x, 5x, 7x dan seterusnya berapapun mau asal ikhlas;
  4. Membaca Surah Al-Fatiha 1 kali dan Surah Al-Ikhlas 3 kali, dengan membaca ayat Al-Qur’an tentu hati akan lebih mudah menerima hidayah dariNya dan lebih mendekatkan diri kepadaNya;
  5. Menghadirkan Masaikh Thariqat di hadapan kita, ini artinya bertawassul kepada Allah Swt melalui keutamaan ulama – ulama ajaran ini yang lebih dahulu telah mendapatkan hidayah dariNya melalui cara dzikir ini, pelaksanaanya perlu kehati-hatian penuh, jika tidak akan terjatuh kepada kesyirikan;
  6. Menghadiahkan pahala Surah Al-Fatiha 1 kali dan Surah Al-Ikhlas 3 kali kepada para masaikh, maksudnya bacaan yang di baca di atas tadi hadiahkan faedahnya kepada para ulama silsilah yang telah memakai ajaran dzikir ini yang lebih dahulu dari pada kita, ini merupakan penguatan terhadap tawassul atau rabithah tadi;
  7. Mematikan diri sebelum mati, maksudnya belajarlah mati sebelum di matikan dengan arti kata senantiasalah selalu ingat (dzikir) kepadaNya;
  8. Memandang rabithah atau rupa guru, ini penerapannya sangatlah rumit dan penuh hati-hati, jika tidak maka akan tergelincir kepada syirik khafi (tersembunyi), pelaksanaannya adalah tekankan dalam hati akan bersyukur kepada Allah yang telah mengaruniakan hidayahNya bahwa ajaran ini di sampaikan Allah kepada kita melalui guru atau mursyid kita, di luar cara ini dalam menerapkannya maka syiriklah yang akan terjadi, bukannya mendapat keridhaan malah kemurkaan Allah-lah yang di dapat;
  9. Munajat kepada Allah, artinya sebelum kita mengucapkan dzikir Allah…Allah…Allah…terlebih dahulu kita membaca atau berdo’a sebagai berikut : ILLAHI ANTA MAKSUDI WA RIDHAKA MATHLUBI”, artinya : “Ya Allah, hanya engkaulah yang kumaksud dan keridhaan engkaulah tujuanku.”
  10. Membaca dzikir kepada Allah, setelah keseluruhan cara di atas di laksanakan maka di mulailah dengan berdzikir atau membaca Allah…Allah…Allahsebanyak-banyaknya sesuai dengan kemampuan dan kesempatan, jika sudah cukup dan selesai dari berdzikir maka panjatkanlah puja dan puji syukur kepada Allah yang telah memberi kesempatan dan kekuatan dalam beribadah dzikir ini.


Pelaksanaan dzikir ini menurut yang kami pelajari untuk di terapkan sewaktu melaksanakannya dan yang bisa di jabarkan oleh tuan guru atau mursyid adalah :
  1. Wuquf Qalbiy, artinya kuatkan konsentrasi pikiran hanya kepada Allah yang tiada berwujud dan berbentuk dari segala sesuatu apapun di dunia ini, tetapi ianya hanyalah tunggal dan Esa, dalam pelaksanaan ini ini sekurang – kurangnya buatlah pikiran itu memikirkan akan keberadaan kekuatan dan kesempatan kita saat berdzikir ini hanyalah merupakan kekuatan (hidayah) dari Allah, hal ini termasuk dalam kategori ingat kepada Allah secara af’al (perbuatan);
  2. Setelah dapat membuat pikiran yang sedemikian di atas, maka usahakanlah agar selalu ucapan dzikir tersebut masuk pada wilayah maqam yang telah di sebut di atas secara terus menerus laksana tembakan mitraliur yang tiada putusnya seraya memusatkan pikiran bahwa Allah senantiasa mengawasi kita dalam keadaan apapun juga;
  3. Jika masih terasa susah juga, maka cobalah buat ingatan rajah dari pada tulisan nama Allah Swt dalam bayangan kita saat dalam berdzikir terus masukkan tulisan Allah tersebut pada maqam yang telah tersebut di atas, tapi ingat ini ada unsur syiriknya jika tiada hati-hati dalam menerapkannya dan ini tergolong kepada selemah-lemahnya seorang hamba dalam berdzikir kepada Allah, tetapi jika hanya mampu demikian maka memadailah secara tahap awal tetapi harus berusaha dengan keras agar jangan dengan cara ini, tetapi pakailah cara yang 2 (dua) di atas.
  4. Setiap selesai berdzikir harus selalu menyampaikan rasa syukur yang sebesar-besarnya kepada Allah atas karunia-Nya yang telah memberikan kekuatan dan kesempatan dalam ingat kepada-Nya.
Demikianlah keterangan awal daripada ajaran maqam dasar kajian tasawwuf Thariqat An-Naqsyabandi, selanjutnya akan kami uraikan maqam pembersihan sifat buruk bathin tingkat kedua (maqam kedua) kepada saudara-saudara semua sepanjang yang telah sampai kepada kami dan di izinkan menyebarkan ilmu ajaran ini sepanjang tidak menyimpang dari ketentuan.

MAQAMAT (2) LATHIFATHUL RUH


Maqam ini adalah maqam kedua dalam kajian Thariqat An-Naqsyabandi jika seseorang mendalami pelajaran dzikir dalam ajaran tasawwuf atau sufi, maka jika seseorang telah berdzikir pada maqam sebelumnya, maka pada tempat inilah dzikir kepada Allah yang kedua di sandarkan dengan makna adalah pembersihan rohani secara bertahap-tahap dan berbagai tingkatan pembersihan penyakit bathin.Pembersihan rohani di sini maksudnya ialah mengobati seluruh penyakit bathin yang buruk pada diri manusia secara bertahap, jika seseorang hamba ingin menuju kepada khalikNya, sudah tentu penyakit bathin harus di obati terlebih dahulu, sebab jika seseorang hamba yang menuju kepada tuhannya tetapi masih ada penyakit bathinnya maka tiada akan dapat sampai (ma’rifat) kepada tuhannya, sebab Allah adalah dzat yang Maha Suci. Bathin pada manusia umumnya penuh dengan penyakit yang berupa kotoran-kotoran sifat madzmumah, artinya selalu di penuhi dengan penyakit bathin yang buruk, seperti ; iri hati, dengki, penghasut, loba, tamak, serakah, penipu alias munafik dan lain sebagainya yang sifatnya buruk, nah sifat buruk pada manusia ini harus di obati dulu sebelum dapat menuju kepada tuhannya, tiada akan semudah itu seseorang manusia akan dapat mengenal khalik-Nya tanpa bathinnya bersih dari sifat buruk tersebut. Sifat buruk pada bathin manusia ini di wilayah ini adalah tamak, rakus dan bakhil yang menungganginya yaitu iblis dan syetan, pada diri bathin manusia para iblis dan syetan pada bidang penyakit ini rumah atau istana pada rabu jasmani manusia, untuk selalu membisikkan berbagai tipu daya dan hasut agar manusia selalu dalam kemaksiatan di bidang tamak, rakus dan bakhil, untuk menumpas keberadaan syetan ini maka lazimkanlah dzikrullah pada wilayah ini dengan senjata kalimah Allah…Allah…Allah…, dengan harapan para iblis dan syaithan dapat tunggang langgang lari terbirit-birit dari rumah atau istananya tersebut dalam diri manusia, jika sudah demikian maka tentu sifat tersebut sudah jauh berkurang bahkan hilang sama sekali dari dalam diri bathinnya tersebut, yang tinggal hanyalah kalimah Allah saja yang menempatinya, hal demikianlah merupakan pintu dasar kedua menuju dan mendekatkan diri kepada Allah serta dapat mengenalnya.
Maqam kedua dari cara berdzikirnya seorang hamba untuk mengobati penyakit bathin ini adalah di sebut dengan LATIFATUL RUH dengan pengertian yang di jabarkan dan di ajarkan ialah : Maqam ini berhubungan dengan rabu pada jasmani dengan posisi maqamnya adalah dua jari di bawah susu sebelah kanan tubuh jasmani atau zahir, pada maqam ini menurut ketentuan jumlah dzikirnya sekurang-kurangnya 1000 kali dalam sehari semalam, maqam ini secara bathiniahnya pada manusia adalah wilayahnya dzikir Nabi Ibrahim As dan bercahaya merah secara ghaib, dan maqam ini berasal dari api.
Maqam ini adalah tempatnya sifat madzmumah (Buruk) pada bathin manusia adalah : 
1.      Tamak;
2.      Rakus;
3.      Bakhil.
Jadi jika seorang hamba ingin dekat kepada Allah, maka haruslah menghilangkan sifat buruk ini, jika secara terus menerus dan ikhlas dzikirnya pada maqam ini, maka masuklah dan berganti dengan sifat madzmudah (baik), yaitu :  Khana’ah dalam arti kata memadai ianya akan apa ada adanya yang telah di tentukan oleh Allah akan dirinya di dunia ini. Sifat buruk ini seperti, loba, tamak, rakus dan bakhil adalah salah satu sifat yang tidak di sukai oleh Allah dan Rasul-Nya, sifat bathiniah yang buruk seperti ini tidak ubahnya seperti binatang yang suka menurut akan hawa nafsunya, jadi dengan rajinnya mengobati sifat ini dengan dzikir pada maqam tersebut di atas adalah dapat berganti sifat yang di sukai Allah dan Rasul-Nya, seperti merasa selalu bersyukur dan menerima apa adanya yang telah di tetapkan oleh Allah, usaha untuk merubah sifat ini adalah dengan cara yang wajar melalui dzikir kepada Allah dengan seperti cara yang di ajarkan oleh ajaran Thariqat An-Naqsyabandi.
Hasil puncaknya pada dzikir ini adalah merasakan maqam fanafil ‘asma dan mati ma’nawi, artinya semua sifat keinsanan manusia telah lebur dan lenyap dan di ganti oleh sifat ketuhanan yang biasa di sandarkan kepada manusia, artinya fana dan menyadari akan sifat-sifat kebaikan Allah, seperti sifat sayang, kasih, pemaaf dan lain sebagainya yang baik, hal ini ada pada manusia yang beriman dan di namakan dengan sifat fanafii’asma (fana akan nama Allah).
Pendengaran dan penglihatan lahir menjadi hilang lenyap, yang tinggal hanyalah pendengaran bathin dan penglihatan bathin yang memancarkan nur illahi, yang terbit dari dalam hati yang dapat memancarkan ilham dari Allah, merasakan akan mati ma’nawi, ini artinya pintu fana yang kedua dan di terima oleh seseorang berdzikir, ini merupakan hasil mujahadahnya dan merupakan rahmat dan karunia dari Allah jika ikhlas dzikirnya. Jika seseorang hamba tiada mau berdzikir pada wilayah ini, maka menurut kajian tasawwuf sangatlah susah untuk membuat seseorang hamba dapat sampai dan mengenal akan tuhannya, sebab dengan sifat loba, tamak, rakus dan bakhil ini selalu mengikut akan petunjuk atau bisikan dan sifat yang di benci Allah serta hanya ada pada iblis dan syaithan juga pada orang yang tidak beriman.
            Untuk hal yang demikianlah maka oleh para guru tasawwuf sangat menekankan pengobatan penyakit bathin ini, jika ingin menjadi manusia yang beraqidah akhlak yang baik serta mendapat keridhaan dari-Nya, jika seseorang hamba betul-betul ikhlas dan rajin berdzikir pada wilayah ini dan beristiqamah, maka insya Allah terbukalah rahasia gaib akan kebenaran dengan izin dan kehendak-Nya, dia mendapatkan ilham dan karunia daripada-Nya, dan itu ini di katakan sunnah dan thariqatnya Nabi Ibrahim As, sebab dengan akal dan pikiran bathin yang bersihlah yang dapat menerima karunia, taufik, hidayah dan ilham dari Allah, hal demikianlah yang merupakan nur illahi terbit dari hati orang yang berdzikir, sehingga hatinya muhadharoh (hadir) bersama Allah. Mati ma’nawi juga merupakan lompatan dari pintu fana yang kedua, oleh sebab di terimanya dzikir seorang hamba oleh Allah, dan ini merupakan hasil dari mujahadahnya (perjuangan) dan merupakan rahmat dan karunia dari Allah, juga merupakan fanafillah di mana gerak dan diam tidak ada kecuali dari Allah, tata cara dzikir ini dalam Thariqat An-Naqsyabandi ini telah di atur secara turun menurun secara silsilah dan sampai kepada kami adalah sebagai berikut :
Pelaksanaan dzikir ini menurut yang kami pelajari untuk di terapkan sewaktu melaksanakannya dan yang bisa di jabarkan oleh tuan guru atau mursyid adalah :
  1. Wuquf Qalbiy, artinya kuatkan konsentrasi pikiran hanya kepada Allah yang tiada berwujud dan berbentuk dari segala sesuatu apapun di dunia ini, tetapi ianya hanyalah tunggal dan esa, dalam pelaksanaan ini ini sekurang-kurangnya buatlah pikiran itu memikirkan akan keberadaan kekuatan dan kesempatan kita saat berdzikir ini hanyalah merupakan kekuatan (hidayah) dari Allah, hal ini termasuk dalam kategori ingat kepada Allah secara af’al (perbuatan);
  2. Setelah dapat membuat pikiran yang sedemikian di atas, maka usahakanlah agar selalu ucapan dzikir tersebut masuk pada wilayah maqam yang telah di sebut di atas secara terus menerus laksana tembakan mitraliur yang tiada putusnya seraya memusatkan pikiran bahwa Allah senantiasa mengawasi kita dalam keadaan apapun juga;
  3. Jika masih terasa susah juga, maka cobalah buat ingatan rajah dari pada tulisan nama Allah dalam bayangan kita saat dalam berdzikir terus masukkan tulisan Allah tersebut pada maqam yang telah tersebut di atas, tapi ingat ini ada unsur syiriknya jika tiada hati-hati dalam menerapkannya dan ini tergolong kepada selemah-lemahnya seorang hamba dalam berdzikir kepada Allah, tetapi jika hanya mampu demikian maka memadailah secara tahap awal tetapi harus berusaha dengan keras agar jangan dengan cara ini, tetapi pakailah cara yang 2 (dua) di atas.
  4. Setiap selesai berdzikir harus selalu menyampaikan rasa syukur yang sebesar-besarnya kepada Allah atas karunia-Nya yang telah memberikan kekuatan dan kesempatan dalam ingat kepada-Nya.

MAQAMAT (3) LATHIFATUL SIRRI

Maqam ini adalah maqam ketiga dalam kajian Thariqat An-Naqsyabandi jika seseorang mendalami pelajaran dzikir dalam ajaran tasawwuf atau sufi, maka jika seseorang telah berdzikir pada maqam sebelumnya, maka pada tempat inilah dzikir kepada Allah yang ketiga di sandarkan, dengan makna dan maksudnya adalah untuk pengobatan pembersihan rohani secara bertahap dan berbagai tingkatan pembersihan penyakit bathin. Pembersihan penyakit bathin di sini ialah mengobati seluruh penyakit bathin yang buruk pada diri manusia secara bertahap, jika seseorang hamba ingin menuju kepada khalik-Nya, sudah tentu penyakit bathin harus di obati terlebih dahulu, sebab jika seseorang hamba yang menuju kepada tuhannya tetapi masih ada penyakit bathinnya maka tiada akan dapat sampai (ma’rifat) kepada tuhannya, sebab Allah adalah dzat yang Maha Suci. Bathin pada manusia umumnya penuh dengan penyakit yang berupa sifat madzmumah (sifat yang buruk), artinya bathin di penuhi dengan penyakit sifat yang buruk, nah sifat buruk pada manusia ini harus di obati dulu sebelum dapat menuju kepada tuhannya, seseorang hamba tiada akan semudah itu akan dapat mengenal khalikNya tanpa bathinnya bersih dari sifat buruk tersebut.
Sifat buruk pada bathin manusia di wilayah ini adalah pemarah, pembengis, mudah emosi tinggi, penaik darah dan pendendam, yang mendalanginya yaitu iblis dan syaithan, pada bathin manusia, para iblis dan syaithan di bidang penyakit ini, rumah atau istananya adalah pada hati jasmani manusia, yang senantiasa selalu membisikkan berbagai tipu daya dan hasut agar manusia selalu dalam kemaksiatan di bidang pemarah, pembengis, mudah emosi tinggi, penaik darah dan pendendam, untuk menumpas keberadaan syaithan ini maka lazimkanlah dzikrullah pada wilayah ini dengan senjata kalimah Allah…Allah…Allah…, dengan harapan para iblis dan syaithan dapat keluar dari rumah atau istananya tersebut dari dalam diri manusia, jika sudah demikian maka tentu sifat tersebut sudah jauh berkurang bahkan hilang sama sekali dari dalam diri bathinnya tersebut, yang tinggal hanyalah kalimah Allah saja yang menempatinya, hal demikianlah merupakan pintu dasar ketiga menuju dan mendekatkan diri kepada Allah serta dapat mengenalnya. Maqam ketiga dari cara berdzikirnya seorang hamba untuk mengobati penyakit bathin ini adalah di sebut dengan LATIFATUL SIRRI dengan pengertian yang di jabarkan dan di ajarkan dzikirnya sebagai berikut : Maqam ini berhubungan dengan hati pada jasmani manusia, kira-kira dua jari di atas susu kiri, jumlah dzikirnya dalam sehari semalam sekurang-kurangnya 1000 kali di lakukan secara rutin dan istiqamah, ini adalah wilayahnya Nabi Musa Klh, bercahaya putih dan asalnya dari angin, maqam ini tempatnya sifat madzmumah pada manusia di jurusan :
  1. Pemarah;
  2. Pembengis;
  3. Mudah emosi tinggi;
  4. Penaik darah, dan
  5. Pendendam.
Jadi sudah seharusnya kita berdzikir di tempat ini untuk menghilangkan sifat buruk tersebut dari bathin kita, nah, jika ikhlas dzikirnya pada tempat ini maka akan bergantilah sifat buruk tadi menjadi sifat yang terpuji, seperti :

  1. Pengasih;
  2. Penyayang, dan
  3. Baik budi pekerti (akhlak yang mulia).
Sifat buruk ini di katakan sama seperti sifat binatang buas yang suka berbuat onar, kekejaman, penganiayaan, penindasan, permusuhan dan pendzaliman sesama, dan penebar fitnah, sebagai madzmudahnya (baik) adalah manakala lenyap sifat buruk di atas akan berganti dengan sifat keinsanan yang mendekati kepada kesempurnaan akhlak, terutama sifat rahman dan rahim, ini di katakan adalah sunnah dan thariqatnya Nabi Musa Klh.
Puncak hasil daripada maqam ini adalah fana fi sifattisubutiah (fana akan sifat yang baik) dan mati sirri, mati sirri artinya segala sifat keinsanan menjadi lenyap dan berganti dengan fana, demikian juga dengan alam yang wujud ini menjadi lenyap dan di telan oleh alam ghaib, alam malakut yang penuh dengan nur illahi, mendapatkan karunia dari Allah akan perasaan mati sirri ini adalah dengan bergelimangnya akan baqa finurillah, yaitu nur af’al Allah, nur asma Allah, nur zat Allah dan nurran ‘ala nurrin, cahaya di atas cahaya Allah, di mana Allah memberikan karunia itu kepada siapa saja yang dia kehendaki. Pendengaran dan penglihatan lahir menjadi hilang lenyap, yang tinggal hanyalah pendengaran bathin dan penglihatan bathin yang memancarkan nur illahi, yang terbit dari dalam hati yang dapat memancarkan ilham dari Allah, ini merupakan hasil mujahadahnya dan merupakan rahmat dan karunia dari Allah jika ikhlas dzikirnya. Jika seseorang hamba tiada mau berdzikir pada wilayah ini, maka menurut kajian tasawwuf sangatlah susah untuk membuat seseorang hamba dapat sampai dan mengenal akan tuhannya, sebab dengan sifat buruk di atas, maka seseorang manusia akan selalu mengikuti akan petunjuk atau bisikan iblis dan syaithan, sifat ini merupakan sifat yang di benci Allah serta hanya ada pada iblis dan syaithan juga pada orang yang tidak beriman. Untuk hal yang demikianlah maka oleh para guru tasawwuf sangat menekankan pengobatan penyakit bathin ini, jika ingin menjadi manusia yang beraqidah akhlak yang baik serta mendapat keridhaan dari-Nya, jika seseorang hamba betul-betul ikhlas dan rajin berdzikir pada wilayah ini dan beristiqamah, maka insya Allah terbukalah rahasia gaib akan kebenaran dengan izin dan kehendak-Nya, dia mendapatkan ilham dan karunia daripadaNya dan ini di katakan sunnah dan cara dzikirnya Nabi Musa Klh, sebab hanya dengan akal dan pikiran bathin yang bersihlah yang dapat menerima karunia, taufik, hidayah dan ilham dari Allah, hal demikianlah yang merupakan nur illahi terbit dari hati orang yang berdzikir, sehingga hatinya muhadharah (hadir) bersama Allah. Oleh sebab di terimanya dzikir seorang hamba oleh Allah dan ini merupakan hasil dari mujahadahnya (perjuangan) dan merupakan rahmat dan karunia dari Allah, juga merupakan fanafillah di mana gerak dan diam tidak ada kecuali dari Allah, tata cara dzikir ini dalam Thariqat An-Naqsyabandi ini telah di atur secara turun menurun secara silsilah dan sampai kepada kami adalah sebagai berikut :            
  1. Menghimpunkan pengenalan kepada hati sanubari, maksudnya menetapkan konsentrasi secara penuh hanya kepada Allah secara keseluruhan;
  2. Mengingat dzat Allah dengan hati sanubari, ini lebih menekankan kepada ingat terhadap Allah pada maqam yang di tuju untuk berdzikir;
  3. Mengucapkan Istighfar dengan bilangan yang ganjil, artinya secara syari’ah kita selalu mohon ampun kepada Allah, sama saja artinya dengan lebih mendekatkan diri kepadaNya melalui istighfar dan ucapan istighfar ini bilangannya secara ganjil, contohnya 3x, 5x, 7x dan seterusnya berapapun mau asal ikhlas;
  4. Membaca Surah Al-Fatiha 1 kali dan Surah Al-Ikhlas 3 kali, dengan membaca ayat Al-Qur’an tentu hati akan lebih mudah menerima hidayah dari-Nya dan lebih mendekatkan diri kepada-Nya;
  5. Menghadirkan Masaikh Thariqat di hadapan kita, ini artinya bertawassul kepada Allah melalui keutamaan ulama-ulama ajaran ini yang lebih dahulu telah mendapatkan hidayah dariNya melalui cara dzikir ini, pelaksanaanya perlu kehati-hatian penuh, jika tidak akan terjatuh kepada kesyirikan;
  6. Menghadiahkan pahala Surah Al-Fatiha 1 kali dan Surah Al-Ikhlas 3 kali kepada para masaikh, maksudnya bacaan yang di baca di atas tadi hadiahkan faedahnya kepada para ulama silsilah yang telah memakai ajaran dzikir ini yang lebih dahulu dari pada kita, ini merupakan penguatan terhadap tawassul atau rabithah tadi;
  7. Mematikan diri sebelum mati, maksudnya belajarlah mati sebelum di matikan dengan arti kata senantiasalah selalu ingat (dzikir) kepada-Nya;
  8. Memandang rabithah atau rupa guru, ini penerapannya sangatlah rumit dan penuh hati-hati, jika tidak maka akan tergelincir kepada syirik khafi (tersembunyi), pelaksanaannya adalah tekankan dalam hati akan bersyukur kepada Allah yang telah mengaruniakan hidayah-Nya bahwa ajaran ini di sampaikan Allah kepada kita melalui guru atau mursyid kita, di luar cara ini dalam menerapkannya maka syiriklah yang akan terjadi, bukannya mendapat keridhaan malah kemurkaan Allah-lah yang di dapat;
  9. Munajat kepada Allah, artinya sebelum kita mengucapkan dzikir Allah…Allah…Allah…terlebih dahulu kita membaca atau berdo’a sebagai berikut : “ILLAHI ANTA MAKSUDI WA RIDHAKA MATHLUBI”, artinya : “Ya Allah, hanya engkaulah yang kumaksud dan keridhaan engkaulah tujuanku.”
  10. Membaca zikir kepada Allah, setelah keseluruhan cara di atas di laksanakan maka di mulailah dengan berdzikir atau membaca Allah…Allah…Allahsebanyak-banyaknya sesuai dengan kemampuan dan kesempatan, jika sudah cukup dan selesai dari berdzikir maka panjatkanlah puja dan puji syukur kepada Allah yang telah memberi kesempatan dan kekuatan dalam beribadah dzikir ini.
Pelaksanaan dzikir ini menurut yang kami pelajari untuk di terapkan sewaktu melaksanakannya dan yang bisa di jabarkan oleh tuan guru atau mursyid adalah :
  1. Wuquf Qalbiy, artinya kuatkan konsentrasi pikiran hanya kepada Allah yang tiada berwujud dan berbentuk dari segala sesuatu apapun di dunia ini, tetapi ianya hanyalah tunggal dan esa, dalam pelaksanaan ini ini sekurang-kurangnya buatlah pikiran itu memikirkan akan keberadaan kekuatan dan kesempatan kita saat berdzikir ini hanyalah merupakan kekuatan (hidayah) dari Allah, hal ini termasuk dalam kategori ingat kepada Allah secara af’al (perbuatan);
  2. Setelah dapat membuat pikiran yang sedemikian di atas, maka usahakanlah agar selalu ucapan dzikir tersebut masuk pada wilayah maqam yang telah di sebut di atas secara terus menerus laksana tembakan mitraliur yang tiada putusnya seraya memusatkan pikiran bahwa Allah senantiasa mengawasi kita dalam keadaan apapun juga;
  3. Jika masih terasa susah juga, maka cobalah buat ingatan rajah dari pada tulisan nama Allah dalam bayangan kita saat dalam berdzikir terus masukkan tulisan Allah tersebut pada maqam yang telah tersebut di atas, tapi ingat ini ada unsur syiriknya jika tiada hati-hati dalam menerapkannya dan ini tergolong kepada selemah-lemahnya seorang hamba dalam berdzikir kepada Allah, tetapi jika hanya mampu demikian maka memadailah secara tahap awal tetapi harus berusaha dengan keras agar jangan dengan cara ini, tetapi pakailah cara yang 2 (dua) di atas.
  4. Setiap selesai berdzikir harus selalu menyampaikan rasa syukur yang sebesar-besarnya kepada Allah atas karunia-Nya yang telah memberikan kekuatan dan kesempatan dalam ingat kepada-Nya.

MAQAMAT (4) LATHIFATUL KHAFI

Maqam ini adalah maqam keempat dalam kajian Thariqat An-Naqsyabandi untuk melaksanakan pembersihan penyakit bathin, maka jika seseorang telah berdzikir pada maqam sebelumnya, maka pada tempat inilah pula dzikir kepada Allah yang keempat di lakukan, maksudnya adalah untuk pengobatan penyakit rohani secara bertahap dan berbagai tingkatan pembersihan penyakit bathin atau rohani.
Pembersihan penyakit bathin di sini ialah mengobati seluruh penyakit bathin yang buruk pada diri manusia secara bertahap, jika seseorang hamba ingin menuju kepada khalik-Nya, sudah tentu penyakit bathin harus di obati terlebih dahulu, sebab jika seseorang hamba yang menuju kepada tuhannya tetapi masih ada penyakit bathinnya maka tiada akan dapat sampai (ma’rifat) kepada tuhannya, sebab Allah adalah dzat yang Maha Suci. Bathin pada manusia umumnya penuh dengan penyakit yang berupa sifat madzmumah (sifat yang buruk), artinya bathin di penuhi dengan penyakit sifat yang buruk, nah sifat buruk pada manusia ini harus di obati dulu sebelum dapat menuju kepada tuhannya, seseorang hamba tiada akan semudah itu akan dapat mengenal khalik-Nya tanpa bathinnya bersih dari sifat buruk tersebut.
Sifat buruk pada bathin manusia di wilayah ini adalah busuk hati dan munafik yang mana termasuk di dalamnya adalah pendusta, mungkir janji, penghianat dan tidak dapat di percaya, yang di dalangi oleh iblis dan syaithan, rumah atau istananya adalah pada limpa jasmani manusia, yang senantiasa selalu membisikkan berbagai tipu daya dan hasut agar manusia selalu dalam kemaksiatan di bidang sifat buruk tersebut, untuk menumpas keberadaan syaithan ini maka lazimkanlah dzikrullah pada wilayah ini dengan senjata kalimah Allah…Allah…Allah…, dengan harapan para iblis dan syaithan dapat keluar dari rumah atau istananya tersebut dari dalam diri manusia, jika sudah demikian maka tentu sifat tersebut sudah jauh berkurang bahkan hilang sama sekali dari dalam diri bathinnya tersebut, yang tinggal hanyalah kalimah Allah saja yang menempatinya, hal demikianlah merupakan pintu dasar keempat menuju akan kedekatan kepada Allah serta dapat mengenalnya.
Maqam keempat dari cara berdzikirnya seorang hamba untuk mengobati penyakit bathin ini adalah di sebut dengan LATIFATUL KHAFI dengan pengertian yang di jabarkan dan di ajarkan dzikirnya sebagai berikut : Maqam ini berhubungan dengan limpa jasmani manusia dengan daerah kira-kira dua jari di atas susu kanan, berdzikir pada maqam ini dalam sehari semalam sekurang-kurangnya 1000 kali, ini adalah wilayahnya Nabi Isa As dengan bercahayakan hitam dan berasal dari air.



Ini adalah tempatnya sifat madzmumah pada manusia, seperti :

1.      Busuk hati;
2.      Munafik, dengan kandungan sifat nya yaitu ; pendusta, mungkir janji, penghianat dan tidak dapat di percaya.

Nah, jika ikhlas dzikir pada tempat ini maka hilanglah sifat yang demikian dan berganti dengan sifat yang terpuji, yaitu :

1.      Ridha;
2.      Syukur;
3.      Sabar, dan
4.      Tawakkal.
Madzmumahnya lathifatul khafi ini di katakan dengan sifat syaithan yang menimbulkan was-was, cemburu, dusta dan sebagainya dan yang sejenis, mahmudahnya adalah sifat syukur dan ridha serta sabar dan tawakkal, ini di katakan dengan sunahnya Nabi Isa As.
Puncaknya adalah fana fissifatissalbiyah dan mati hissi, mati hissi artinya segala sifat keinsanan yang baharu menjadi lenyap atau fana dan yang tinggal hanyalah sifat ketuhanan yang qadim azali, pada tingkat ini tanjakan bathin seseorang yang berdzikir telah mencapai tingkat yang tinggi, yaitu mulai mengenal akan ma’rifat, pada tingkat ini orang yang berdzikir telah mengalami keadaan yang tidak pernah di lihat oleh mata dzahir, tidak pernah di dengar telinga dzahir dan tidak pernah terlintas dalam hati sanubari manusia dan tidak mungkin pula bisa di sifati oleh sifat manusia, kecuali yang telah di karuniakan oleh Allah dengan seperti pada jalan tersebut di atas. Jika seseorang hamba tiada mau berdzikir pada wilayah ini, maka menurut kajian tasawwuf sangatlah susah untuk membuat seseorang hamba dapat sampai dan mengenal akan tuhannya, sebab dengan sifat buruk di atas, maka seseorang manusia akan selalu mengikuti akan petunjuk atau bisikan iblis dan syaithan, sifat ini merupakan sifat yang di benci Allah serta hanya ada pada iblis dan syaithan juga pada orang yang tidak beriman. Untuk hal yang demikianlah maka oleh para guru tasawwuf sangat menekankan pengobatan penyakit bathin ini, jika ingin menjadi manusia yang beraqidah akhlak yang baik serta mendapat keridhaan dari-Nya, jika seseorang hamba betul-betul ikhlas dan rajin berdzikir pada wilayah ini dan beristiqamah, maka insya Allah terbukalah rahasia gaib akan kebenaran dengan idzin dan kehendak-Nya, dia mendapatkan ilham dan karunia daripada-Nya, dan ini di katakan sunnah dan cara dzikirnya Nabi Isa As, sebab hanya dengan akal dan pikiran bathin yang bersihlah yang dapat menerima karunia, taufik, hidayah dan ilham dari Allah, hal demikianlah yang merupakan nur illahi terbit dari hati orang yang berdzikir, sehingga hatinya muhadharah (hadir) bersama Allah. Oleh sebab di terimanya dzikir seorang hamba oleh Allah dan ini merupakan hasil dari mujahadahnya (perjuangan) dan merupakan rahmat dan karunia dari Allah, juga merupakan fanafillah di mana gerak dan diam tidak ada kecuali dari Allah, tata cara dzikir ini dalam Thariqat An-Naqsyabandi ini telah di atur secara turun menurun secara silsilah dan sampai kepada kami adalah sebagai berikut :
  1. Menghimpunkan pengenalan kepada hati sanubari, maksudnya menetapkan konsentrasi secara penuh hanya kepada Allah secara keseluruhan;
  2. Mengingat dzat Allah dengan hati sanubari, ini lebih menekankan kepada ingat terhadap Allah pada maqam yang di tuju untuk berdzikir;
  3. Mengucapkan Istighfar dengan bilangan yang ganjil, artinya secara syari’ah kita selalu mohon ampun kepada Allah, sama saja artinya dengan lebih mendekatkan diri kepada-Nya melalui istighfar, dan ucapan istighfar ini bilangannya secara ganjil, contohnya 3x, 5x, 7x dan seterusnya berapapun mau asal ikhlas;
  4. Membaca Surah Al-Fatiha 1 kali dan Surah Al-Ikhlas 3 kali, dengan membaca ayat Al-Qur’an tentu hati akan lebih mudah menerima hidayah dariNya dan lebih mendekatkan diri kepada-Nya;
  5. Menghadirkan Masaikh Thariqat di hadapan kita, ini artinya bertawassul kepada Allah melalui keutamaan ulama-ulama ajaran ini yang lebih dahulu telah mendapatkan hidayah dari-Nya melalui cara dzikir ini, pelaksanaannya perlu kehati-hatian penuh, jika tidak akan terjatuh kepada kesyirikan;
  6. Menghadiahkan pahala Surah Al-Fatiha 1 kali dan Surah Al-Ikhlas 3 kali kepada para masaikh, maksudnya bacaan yang di baca di atas tadi hadiahkan faedahnya kepada para ulama silsilah yang telah memakai ajaran dzikir ini yang lebih dahulu dari pada kita, ini merupakan penguatan terhadap tawassul atau rabithah tadi;
  7. Mematikan diri sebelum mati, maksudnya belajarlah mati sebelum di matikan dengan arti kata senantiasalah selalu ingat (dzikir) kepada-Nya;
  8. Memandang rabithah atau rupa guru, ini penerapannya sangatlah rumit dan penuh hati-hati, jika tidak maka akan tergelincir kepada syirik khafi (tersembunyi), pelaksanaannya adalah tekankan dalam hati akan bersyukur kepada Allah yang telah mengaruniakan hidayah-Nya bahwa ajaran ini di sampaikan Allah kepada kita melalui guru atau mursyid kita, di luar cara ini dalam menerapkannya maka syiriklah yang akan terjadi, bukannya mendapat keridhaan malah kemurkaan Allah-lah yang di dapat;
  9. Munajat kepada Allah, artinya sebelum kita mengucapkan dzikir Allah…Allah…Allah…terlebih dahulu kita membaca atau berdo’a sebagai berikut : ILLAHI ANTA MAKSUDI WA RIDHAKA MATHLUBI”, artinya : “Ya Allah, hanya engkaulah yang kumaksud dan keridhaan engkaulah tujuanku.”
  10. Membaca dzikir kepada Allah, setelah keseluruhan cara di atas di laksanakan maka di mulailah dengan berdzikir atau membaca Allah…Allah…Allahsebanyak-banyaknya sesuai dengan kemampuan dan kesempatan, jika sudah cukup dan selesai dari berdzikir maka panjatkanlah puja dan puji syukur kepada Allah yang telah memberi kesempatan dan kekuatan dalam beribadah dzikir ini.

Pelaksanaan dzikir ini menurut yang kami pelajari untuk di terapkan sewaktu melaksanakannya dan yang bisa di jabarkan oleh tuan guru atau mursyid adalah :
  1. Wuquf Qalbiy, artinya kuatkan konsentrasi pikiran hanya kepada Allah yang tiada berwujud dan berbentuk dari segala sesuatu apapun di dunia ini, tetapi ianya hanyalah tunggal dan esa, dalam pelaksanaan ini ini sekurang-kurangnya buatlah pikiran itu memikirkan akan keberadaan kekuatan dan kesempatan kita saat berdzikir ini hanyalah merupakan kekuatan (hidayah) dari Allah, hal ini termasuk dalam kategori ingat kepada Allah secara af’al (perbuatan);
  2. Setelah dapat membuat pikiran yang sedemikian di atas, maka usahakanlah agar selalu ucapan dzikir tersebut masuk pada wilayah maqam yang telah di sebut di atas secara terus menerus laksana tembakan mitraliur yang tiada putusnya seraya memusatkan pikiran bahwa Allah senantiasa mengawasi kita dalam keadaan apapun juga;
  3. Jika masih terasa susah juga, maka cobalah buat ingatan rajah dari pada tulisan nama Allah dalam bayangan kita saat dalam berdzikir terus masukkan tulisan Allah tersebut pada maqam yang telah tersebut di atas, tapi ingat ini ada unsur syiriknya jika tiada hati-hati dalam menerapkannya dan ini tergolong kepada selemah-lemahnya seorang hamba dalam berdzikir kepada Allah, tetapi jika hanya mampu demikian maka memadailah secara tahap awal tetapi harus berusaha dengan keras agar jangan dengan cara ini, tetapi pakailah cara yang 2 (dua) di atas.
  4. Setiap selesai berdzikir harus selalu menyampaikan rasa syukur yang sebesar-besarnya kepada Allah atas karunia-Nya yang telah memberikan kekuatan dan kesempatan dalam ingat kepada-Nya.

MAQAMAT (5) LATHIFATUL AKHFA

Maqam ini adalah maqam kelima dalam kajian Thariqat An-Naqsyabandi jika seseorang mendalami pelajaran dzikir dalam ajaran tasawwuf atau sufi, maka jika seseorang telah berdzikir pada maqam sebelumnya, maka pada tempat inilah dzikir kepada Allah yang kelima di laksanakan, dengan makna dan maksudnya adalah untuk pengobatan pembersihan penyakit rohani secara bertahap dan berbagai tingkatan pembersihan penyakit bathin. Pembersihan penyakit bathin di sini ialah mengobati seluruh penyakit bathin yang buruk pada diri manusia secara bertahap, jika seseorang hamba ingin menuju kepada khalik-Nya, sudah tentu penyakit bathin harus di obati terlebih dahulu, sebab jika seseorang hamba yang menuju kepada tuhannya tetapi masih ada penyakit bathinnya maka tiada akan dapat sampai (ma’rifat) kepada tuhannya, sebab Allah adalah dzat yang Maha Suci.
Bathin pada manusia umumnya penuh dengan penyakit yang berupa sifat madzmumah (sifat yang buruk), artinya bathin di penuhi dengan penyakit sifat yang buruk, nah sifat buruk pada manusia ini harus di obati dulu sebelum dapat menuju kepada tuhannya, seseorang hamba tiada akan semudah itu akan dapat mengenal khalik-Nya tanpa bathinnya bersih dari sifat buruk tersebut.
Sifat buruk pada bathin manusia di wilayah ini adalah takbur, ria, ujub dan suma’ah, yang mendalanginya yaitu iblis dan syetan, dalam bathin manusia, para iblis dan syaithan di bidang penyakit ini, rumah atau istananya adalah pada empedu jasmani manusia, yang kerjanya senantiasa membisikkan berbagai tipu daya dan hasut agar manusia selalu dalam kemaksiatan di bidang takbur, ria, ujub dan suma’ah, untuk menumpas keberadaan syetan ini maka lazimkanlah dzikrullah pada wilayah ini dengan senjata kalimah Allah…Allah…Allah…, dengan harapan para iblis dan syaithan dapat keluar dari rumah atau istananya tersebut dari dalam diri manusia, jika sudah demikian maka tentu sifat tersebut sudah jauh berkurang bahkan hilang sama sekali dari dalam diri bathinnya tersebut, yang tinggal hanyalah kalimah Allah saja yang menempatinya, hal demikianlah merupakan pintu dasar ketiga menuju dan mendekatkan diri kepada Allah serta dapat mengenalnya.
Maqam kelima dari cara berdzikirnya seorang hamba untuk mengobati penyakit bathin ini adalah di sebut dengan LATHIFATUL AKHFA dengan pengertian yang di jabarkan dan di ajarkan dzikirnya sebagai berikut : Berhubungan dengan empedu jasmani dengan letak kira-kira di tengah dada, dzikirnya sekurang-kurangnya dalam sehari semalam adalah 1000 kali, ini merupakan wilayahnya Nabi Muhammad Saw dan bercahaya hijau serta berasal dari tanah, tempat sifat :

1.      Takbur;
2.      Ria;
3.      Ujub, danSuma’ah.

Sifat buruk ini harus kita hilangkan dengan berdzikir pada maqam ini agar dapat berganti dengan sifat :

1.      Tawadduk;
2.      Ikhlas;
3.      Sabar, dan Tawakkal.

Sifat segala ke”aku”an seperti sombong, takbur, ria, loba, ujub dan tamak serta bersikap akulah yang terpandai, akulah yang terkaya, akulah yang tergagah, tercantik dan lain sebagainya, maqam ini juga di katakan dengan sifat rububiyah atau rabbaniyah dan hanya pantas bagi Allah, sebab dialah yang pada hakikatnya yang memiliki, mengatur alam semesta ini, sifat baik pada maqam ini di dapatkan jika berdzikir dengan ikhlas adalah khusyu’, tawadduk, tawakkal dan ikhlas sebenar ikhlas, selalu tafakkur akan keagungan Allah dan ini di katakan dengan sunnahnya dan thariqat dzikirnya Nabi Muhammad Saw, hasil puncaknya adalah fana fidzzat, almuhallakah.

Puncak hasil daripada maqam ini adalah fanafisifattisubutiah (fana akan sifat yang baik) dan mati sirri, mati sirri artinya segala sifat keinsanan menjadi lenyap dan berganti dengan fana, demikian juga dengan alam yang wujud ini menjadi lenyap dan di telan oleh alam ghaib, alam malakut yang penuh dengan nur illahi, mendapatkan karunia dari Allah akan perasaan mati sirri ini adalah dengan bergelimangnya akan baqa finurillah, yaitu nur af’al Allah, nur asma Allah, nur zat Allah dan nurran ‘ala nurrin, cahaya di atas cahaya Allah, di mana Allah memberikan karunia itu kepada siapa saja yang dia kehendaki. Pendengaran dan penglihatan lahir menjadi hilang lenyap, yang tinggal hanyalah pendengaran bathin dan penglihatan bathin yang memancarkan nur illahi, yang terbit dari dalam hati yang dapat memancarkan ilham dari Allah, ini merupakan hasil mujahadahnya dan merupakan rahmat dan karunia dari Allah jika ikhlas dzikirnya.  Jika seseorang hamba tiada mau berdzikir pada wilayah ini, maka menurut kajian tasawwuf sangatlah susah untuk membuat seseorang hamba dapat sampai dan mengenal akan tuhannya, sebab dengan sifat buruk di atas, maka seseorang manusia akan selalu mengikuti akan petunjuk atau bisikan iblis dan syaithan, sifat ini merupakan sifat yang di benci Allah serta hanya ada pada iblis dan syaithan juga pada orang yang tidak beriman. Untuk hal yang demikianlah maka oleh para guru tasawwuf sangat menekankan pengobatan penyakit bathin ini, jika ingin menjadi manusia yang beraqidah akhlak yang baik serta mendapat keridhaan dari-Nya, jika seseorang hamba betul-betul ikhlas dan rajin berdzikir pada wilayah ini dan beristiqamah, maka insya Allah terbukalah rahasia gaib akan kebenaran dengan izin dan kehendak-Nya, dia mendapatkan ilham dan karunia daripadaNya, dan ini di katakan sunnah dan cara dzikirnya Nabi Musa Klh, sebab hanya dengan akal dan pikiran bathin yang bersihlah yang dapat menerima karunia, taufik, hidayah dan ilham dari Allah, hal demikianlah yang merupakan nur illahi terbit dari hati orang yang berdzikir, sehingga hatinya muhadharah (hadir) bersama Allah.
Oleh sebab di terimanya dzikir seorang hamba oleh Allah dan ini merupakan hasil dari mujahadahnya (perjuangan) dan merupakan rahmat dan karunia dari Allah, juga merupakan fanafillah di mana gerak dan diam tidak ada kecuali dari Allah, tata cara dzikir ini dalam Thariqat An-Naqsyabandi ini telah di atur secara turun menurun secara silsilah dan sampai kepada kami adalah sebagai berikut : 
  1. Menghimpunkan pengenalan kepada hati sanubari, maksudnya menetapkan konsentrasi secara penuh hanya kepada Allah secara keseluruhan;
  2. Mengingat dzat Allah dengan hati sanubari, ini lebih menekankan kepada ingat terhadap Allah pada maqam yang di tuju untuk berdzikir;
  3. Mengucapkan Istighfar dengan bilangan yang ganjil, artinya secara syari’ah kita selalu mohon ampun kepada Allah, sama saja artinya dengan lebih mendekatkan diri kepada-Nya melalui istighfar, dan ucapan istighfar ini bilangannya secara ganjil, contohnya 3x, 5x, 7x dan seterusnya berapapun mau asal ikhlas;
  4. Membaca Surah Al-Fatiha 1 kali dan Surah Al-Ikhlas 3 kali, dengan membaca ayat Al-Qur’an tentu hati akan lebih mudah menerima hidayah dari-Nya dan lebih mendekatkan diri kepada-Nya;
  5. Menghadirkan Masaikh Thariqat di hadapan kita, ini artinya bertawassul kepada Allah melalui keutamaan ulama-ulama ajaran ini yang lebih dahulu telah mendapatkan hidayah dariNya melalui cara dzikir ini, pelaksanaanya perlu kehati-hatian penuh, jika tidak akan terjatuh kepada kesyirikan;
  6. Menghadiahkan pahala Surah Al-Fatiha 1 kali dan Surah Al-Ikhlas 3 kali kepada para masaikh, maksudnya bacaan yang di baca di atas tadi hadiahkan faedahnya kepada para ulama silsilah yang telah memakai ajaran dzikir ini yang lebih dahulu dari pada kita, ini merupakan penguatan terhadap tawassul atau rabithah tadi;
  7. Mematikan diri sebelum mati, maksudnya belajarlah mati sebelum di matikan dengan arti kata senantiasalah selalu ingat (dzikir) kepada-Nya;
  8. Memandang rabithah atau rupa guru, ini penerapannya sangatlah rumit dan penuh hati-hati, jika tidak maka akan tergelincir kepada syirik khafi (tersembunyi), pelaksanaannya adalah tekankan dalam hati akan bersyukur kepada Allah yang telah mengaruniakan hidayah-Nya bahwa ajaran ini di sampaikan Allah kepada kita melalui guru atau mursyid kita, di luar cara ini dalam menerapkannya maka syiriklah yang akan terjadi, bukannya mendapat keridhaan malah kemurkaan Allah-lah yang di dapat;
  9. Munajat kepada Allah, artinya sebelum kita mengucapkan dzikir Allah…Allah…Allah…terlebih dahulu kita membaca atau berdo’a sebagai berikut : “ILLAHI ANTA MAKSUDI WA RIDHAKA MATHLUBI”, artinya : “Ya Allah, hanya engkaulah yang kumaksud dan keridhaan engkaulah tujuanku.”
  10. Membaca dzikir kepada Allah, setelah keseluruhan cara di atas di laksanakan maka di mulailah dengan berdzikir atau membaca Allah…Allah…Allahsebanyak-banyaknya sesuai dengan kemampuan dan kesempatan, jika sudah cukup dan selesai dari berdzikir maka panjatkanlah puja dan puji syukur kepada Allah yang telah memberi kesempatan dan kekuatan dalam beribadah dzikir ini.
Pelaksanaan dzikir ini menurut yang kami pelajari untuk di terapkan sewaktu melaksanakannya dan yang bisa di jabarkan oleh tuan guru atau mursyid adalah :

  1. Wuquf Qalbiy, artinya kuatkan konsentrasi pikiran hanya kepada Allah yang tiada berwujud dan berbentuk dari segala sesuatu apapun di dunia ini, tetapi ianya hanyalah tunggal dan Esa, dalam pelaksanaan ini ini sekurang-kurangnya buatlah pikiran itu memikirkan akan keberadaan kekuatan dan kesempatan kita saat berdzikir ini hanyalah merupakan kekuatan (hidayah) dari Allah, hal ini termasuk dalam kategori ingat kepada Allah secara af’al (perbuatan);
  2. Setelah dapat membuat pikiran yang sedemikian di atas, maka usahakanlah agar selalu ucapan dzikir tersebut masuk pada wilayah maqam yang telah di sebut di atas secara terus menerus laksana tembakan mitraliur yang tiada putusnya seraya memusatkan pikiran bahwa Allah senantiasa mengawasi kita dalam keadaan apapun juga;
  3. Jika masih terasa susah juga, maka cobalah buat ingatan rajah dari pada tulisan nama Allah dalam bayangan kita saat dalam berdzikir terus masukkan tulisan Allah tersebut pada maqam yang telah tersebut di atas, tapi ingat ini ada unsur syiriknya jika tiada hati-hati dalam menerapkannya dan ini tergolong kepada selemah-lemahnya seorang hamba dalam berdzikir kepada Allah, tetapi jika hanya mampu demikian maka memadailah secara tahap awal tetapi harus berusaha dengan keras agar jangan dengan cara ini, tetapi pakailah cara yang 2 (dua) di atas.
  4. Setiap selesai berdzikir harus selalu menyampaikan rasa syukur yang sebesar-besarnya kepada Allah atas karunia-Nya yang telah memberikan kekuatan dan kesempatan dalam ingat kepada-Nya.

MAQAMAT (6) LATHIFATUL NAFSIN NATIQAH

Maqam ini adalah maqam keenam dalam kajian Thariqat An-Naqsyabandi, jika seseorang mendalami pelajaran dzikir dalam ajaran tasawwuf atau sufi, maka jika seseorang telah berdzikir pada maqam sebelumnya, maka pada tempat inilah dzikir kepada Allah yang keenam, maksudnya adalah untuk pengobatan pembersihan penyakit rohani secara bertahap dan berbagai tingkatan pembersihan penyakit bathin.
Pembersihan penyakit bathin di sini ialah mengobati seluruh penyakit bathin yang buruk pada diri manusia secara bertahap, jika seseorang hamba ingin menuju kepada khalik-Nya, sudah tentu penyakit bathin harus di obati terlebih dahulu, sebab jika seseorang hamba yang menuju kepada tuhannya tetapi masih ada penyakit bathinnya maka tiada akan dapat sampai (ma’rifat) kepada Tuhannya, sebab Allah adalah dzat yang Maha Suci. Bathin pada manusia umumnya penuh dengan penyakit yang berupa sifat madzmumah (sifat yang buruk), artinya bathin di penuhi dengan penyakit sifat yang buruk, nah sifat buruk pada manusia ini harus di obati dulu sebelum dapat menuju kepada tuhannya, seseorang hamba tiada akan semudah itu akan dapat mengenal khalik-Nya tanpa bathinnya bersih dari sifat buruk tersebut. Sifat buruk pada bathin manusia di wilayah ini adalah suka mengkhayal dan panjang angan-angan, yang di bisiki iblis dan syaithan yang kerjanya senantiasa membisikkan berbagai angan-angan agar manusia selalu dalam kemaksiatan, seperti untuk menipu, korupsi, kolusi, nepotisme dan lain sebagainya, guna menumpas keberadaan syaithan khayal dan angan-angan ini, maka lazimkanlah dzikrullah pada wilayah ini dengan senjata kalimah Allah…Allah…Allah…, dengan harapan para iblis dan syaithan dapat keluar dari rumah atau istananya tersebut dari dalam diri manusia, jika sudah demikian maka tentu sifat tersebut sudah jauh berkurang bahkan hilang sama sekali dari dalam diri bathinnya tersebut, yang tinggal hanyalah kalimah Allah saja yang menempatinya, hal demikianlah merupakan pintu dasar keenam menuju dan mendekatkan diri kepada Allah serta dapat mengenalnya.
Maqam keenam ini, dari cara berdzikirnya adalah seseorang hamba untuk mengobati penyakit bathin ini di sebut dengan LATHIFATUL NAFSIN NATIQAH dengan pengertian yang di jabarkan dan di ajarkan dzikirnya sebagai berikut : Maqam ini berhubungan dengan otak jasmani pada manusia dengan wilayah terletak di tengah-tengah dahi, berdzikir pada maqam ini dalam sehari semalam adalah sekurang-kurangnya sebanyak 1000 kali, ini adalah wilayahnya Nabi Nuh As dan bercahaya biru atau ungu serta tempat sifat buruk pada manusia yaitu khayal dan angan-angan, oleh karena itu, kikislah sifat tersebut dengan berdzikir secara ikhlas pada tempat ini, agar berganti dengan sifat muthma’innah, yaitu sifat dan nafsu yang tenang. Buruknya pada tempat ini adalah selalu panjang angan-angan, banyak khayal dan selalu merencanakan selalu yang jahat untuk memuaskan hawa dan nafsu, sifat baiknya adalah nafsu muthma’innah yaitu sifat yang sakinah, mawaddah, warrahmah, aman, tenteram dan damai, serta berpikiran yang tenang, ini di katakan dengan sunnah thariqatnya Nabi Nuh As, puncaknya adalah mati hissi.
Jika seseorang hamba tiada mau berdzikir pada wilayah ini, maka menurut kajian tasawwuf sangatlah susah untuk membuat seseorang hamba dapat sampai dan mengenal akan tuhannya, sebab dengan sifat buruk di atas, maka seseorang manusia akan selalu mengikuti akan petunjuk atau bisikan iblis dan syaithan yang lebih menjurus kepada keduniaan, sifat ini merupakan sifat yang di benci Allah serta hanya ada pada iblis dan syaithan juga pada orang yang tidak beriman.
Untuk hal yang demikianlah maka oleh para guru tasawwuf sangat menekankan pengobatan penyakit bathin ini, jika ingin menjadi manusia yang beraqidah akhlak yang baik serta mendapat keridhaan dari-Nya, jika seseorang hamba betul-betul ikhlas dan rajin berdzikir pada wilayah ini dan beristiqamah, maka insya Allah terbukalah rahasia gaib akan kebenaran dengan izin dan kehendak-Nya, dia mendapatkan ilham dan karunia daripada-Nya dan ini di katakan sunnah dan cara dzikirnya Nabi Musa Klh, sebab hanya dengan akal dan pikiran bathin yang bersihlah yang dapat menerima karunia, taufik, hidayah dan ilham dari Allah, hal demikianlah yang merupakan nur illahi terbit dari hati orang yang berdzikir, sehingga hatinya muhadharah (hadir) bersama Allah. Oleh sebab di terimanya dzikir seorang hamba oleh Allah dan ini merupakan hasil dari mujahadahnya (perjuangan) dan merupakan rahmat dan karunia dari Allah, juga merupakan fanafillah di mana gerak dan diam tidak ada kecuali dari Allah, tata cara dzikir ini dalam Thariqat An-Naqsyabandi ini telah di atur secara turun menurun secara silsilah dan sampai kepada kami adalah sebagai berikut :
  1. Menghimpunkan pengenalan kepada hati sanubari, maksudnya menetapkan konsentrasi secara penuh hanya kepada Allah secara keseluruhan;
  2. Mengingat dzat Allah dengan hati sanubari, ini lebih menekankan kepada ingat terhadap Allah pada maqam yang di tuju untuk berdzikir;
  3. Mengucapkan Istighfar dengan bilangan yang ganjil, artinya secara syari’ah kita selalu mohon ampun kepada Allah, sama saja artinya dengan lebih mendekatkan diri kepada-Nya melalui istighfar, dan ucapan istighfar ini bilangannya secara ganjil, contohnya 3x, 5x, 7x dan seterusnya berapapun mau asal ikhlas;
  4. Membaca Surah Al-Fatiha 1 kali dan Surah Al-Ikhlas 3 kali, dengan membaca ayat Al-Qur’an tentu hati akan lebih mudah menerima hidayah dari-Nya dan lebih mendekatkan diri kepada-Nya;
  5. Menghadirkan Masaikh Thariqat di hadapan kita, ini artinya bertawassul kepada Allah melalui keutamaan ulama-ulama ajaran ini yang lebih dahulu telah mendapatkan hidayah dariNya melalui cara dzikir ini, pelaksanaanya perlu kehati-hatian penuh, jika tidak akan terjatuh kepada kesyirikan;
  6. Menghadiahkan pahala Surah Al-Fatiha 1 kali dan Surah Al-Ikhlas 3 kali kepada para masaikh, maksudnya bacaan yang di baca di atas tadi hadiahkan faedahnya kepada para ulama silsilah yang telah memakai ajaran dzikir ini yang lebih dahulu dari pada kita, ini merupakan penguatan terhadap tawassul atau rabithah tadi;
  7. Mematikan diri sebelum mati, maksudnya belajarlah mati sebelum di matikan dengan arti kata senantiasalah selalu ingat (dzikir) kepada-Nya;
  8. Memandang rabithah atau rupa guru, ini penerapannya sangatlah rumit dan penuh hati-hati, jika tidak maka akan tergelincir kepada syirik khafi (tersembunyi), pelaksanaannya adalah tekankan dalam hati akan bersyukur kepada Allah yang telah mengaruniakan hidayah-Nya bahwa ajaran ini di sampaikan Allah kepada kita melalui guru atau mursyid kita, di luar cara ini dalam menerapkannya maka syiriklah yang akan terjadi, bukannya mendapat keridhaan malah kemurkaan Allah-lah yang di dapat;
  9. Munajat kepada Allah, artinya sebelum kita mengucapkan dzikir Allah…Allah…Allah…terlebih dahulu kita membaca atau berdo’a sebagai berikut : “ILLAHI ANTA MAKSUDI WA RIDHAKA MATHLUBI”, artinya : “Ya Allah, hanya engkaulah yang kumaksud dan keridhaan engkaulah tujuanku.”
  10. Membaca zikir kepada Allah, setelah keseluruhan cara di atas di laksanakan, maka di mulailah dengan berdzikir atau membaca Allah…Allah…Allahsebanyak-banyaknya sesuai dengan kemampuan dan kesempatan, jika sudah cukup dan selesai dari berdzikir maka panjatkanlah puja dan puji syukur kepada Allah yang telah memberi kesempatan dan kekuatan dalam beribadah dzikir ini.

MAQAMAT (7) LATHIFATUL KULLU JASAD

Maqam ini adalah maqam ketujuh dalam kajian Thariqat An-Naqsyabandi dan lebih di kenal pada wilayah kami dengan nama Dzikir Sebelas Ribu, jika seseorang mendalami pelajaran dzikir dalam ajaran tasawwuf atau sufi, maka jika seseorang telah berdzikir pada maqam sebelumnya, maka pada tempat inilah dzikir kepada Allah yang ketujuh, ini sangat berguna untuk pengobatan pembersihan penyakit rohani secara bertahap dan menyeluruh di berbagai tingkatan pembersihan penyakit bathin.
Pembersihan penyakit bathin di sini ialah mengobati seluruh penyakit bathin yang buruk pada diri manusia secara bertahap, jika seseorang hamba ingin menuju kepada khalik-Nya, sudah tentu penyakit bathin harus di obati terlebih dahulu, sebab jika seseorang hamba yang menuju kepada tuhannya tetapi masih ada penyakit bathinnya maka tiada akan dapat sampai (ma’rifat) kepada tuhannya, sebab Allah adalah dzat yang Maha Suci. Bathin pada manusia umumnya penuh dengan penyakit yang berupa sifat madzmumah (sifat yang buruk), artinya bathin di penuhi dengan penyakit sifat yang buruk, nah sifat buruk pada manusia ini harus di obati dulu sebelum dapat menuju kepada tuhannya, seseorang hamba tiada akan semudah itu akan dapat mengenal khalik-Nya tanpa bathinnya bersih dari sifat buruk tersebut.
Sifat buruk pada bathin manusia di wilayah ini adalah suka lalai dalam beribadah dan selalu jahil dan lalai, sifat ini paling dominan di bisiki oleh iblis dan syaithan bagi manusia yang sudah cukup mengerti akan agama, akibatnya manusia sering melalaikan ibadah, seperti melalaikan shalat wajib, yang seharusnya bisa di awal waktu malah di tunda pelaksanaannya karena waktu shalat masih panjang, nah ini contoh daripada suka melalaikan ibadah yang dapat menyebabkan nantinya akan meninggalkan shalat tersebut jika hal ini di biarkan berlarut – larut dalam bathin manusia, guna menumpas keberadaan syaithan yang suka membisikkan kelalaian, ini maka lazimkanlah dzikrullah pada wilayah ini dengan senjata kalimah Allah…Allah…Allah…, dengan harapan para iblis dan syaithan dapat keluar dari rumah atau istananya tersebut dari dalam diri manusia, jika sudah demikian maka tentu sifat tersebut sudah jauh berkurang bahkan hilang sama sekali dari dalam diri bathinnya tersebut, yang tinggal hanyalah kalimah Allah saja yang menempatinya, hal demikianlah merupakan pintu dasar keenam menuju dan mendekatkan diri kepada Allah serta dapat mengenalnya.
Maqam ketujuh dari cara berdzikirnya seorang hamba untuk mengobati penyakit bathin ini adalah di sebut dengan LATHIFATUL KULLU JASAD  dengan pengertian yang di jabarkan dan di ajarkan dzikirnya sebagai berikut :  Maqam ini berhubungan dengan seluruh badan atau jasad dzahir, berdzikir pada maqam ini dalam sehari semalam sekurang-kurangnya 11.000 kali, ini adalah tempatnya sifat buruk manusia, yaitu :
1.      Jahil;
2.      Lalai.
Seseorang yang dzikirnya ikhlas pada tempat ini dapat menimbulkan ilmu dan amal yang di ridhai oleh Allah.
Dzikir ini di sebut juga dengan dzikir sultan aulia Allah, artinya raja sekalian dzikir dan di jalankan melalui seluruh badan, tulang belulang, kulit, urat dan daging di luar maupun di dalam, di tempat ini dzikir Allah…Allah…Allah pada penjuru anggota badan beserta ruas dari ujung rambut sampai ujung kaki hingga tembus keluar yakni bulu roma pada sekujur tubuh atau badan, agar dapat menghilangkan sifat malas dan lalai dalam beribadah kepada Allah.
Untuk menghantam seluruh sifat malas dan lalai tersebut haruslah di laksanakan dengan sepenuh hati yang ikhlas, menurut kajian pengamal ajaran cara ibadah tasawwuf bahwa iblis dan syaithan bisa masuk melalui dan menetap pada seluruh bagian tubuh, karena itu perlu di getar dengan dzikirullah, sehingga dzikirullah menetap di tempat itu dengan sendirinya dan tentu saja tidak ada lagi jalan iblis atau syetan untuk dapat memasuki tubuh dzahir dan merasuk kedalam bathin manusia untuk membisikkan segala perbuatan jahat yang tercela di hadapan Allah.
Sifat yang masuk pada maqam ini setelah dzikir tersebut adalah ilmu dan amal yang di ridhai oleh Allah, dia berilmu sesuai dengan Al-Qur’an dan Al-Hadist Rasululllah Saw, hakikat cahaya pada maqam ini adalah nuurus samawi dan di katakan dengan sunnah dan thariqatnya orang alim dan ma’rifat kepada Allah, puncak pada dzikir ini adalah mati hissi yang perupakan pokok dan mendasari dzikir-dzikir yang lain di atasnya, karena itu para pengamal ajaran ini harus mengkhatamkannya sekurang-kurangnya 11.000 sehari semalam.
Dzikir lathaif inilah merupakan senjata paling ampuh untuk mengusir dan membasmi sifat madzmumah yang ada pada 7 (tujuh) lathaif yang di bawahnya, segala sifat madzmumah atau sifat buruk ini di tunggangi oleh iblis dan syaithan. Jika seseorang hamba tiada mau berdzikir pada wilayah ini, maka menurut kajian tasawwuf sangatlah susah untuk membuat seseorang hamba dapat sampai dan mengenal akan tuhannya, sebab dengan sifat buruk di atas, maka seseorang manusia akan selalu mengikuti akan petunjuk atau bisikan iblis dan syaithan yang lebih menjurus kepada keduniaan dan kelalaian, sifat ini merupakan sifat yang di benci Allah.
Untuk hal yang demikianlah maka oleh para guru tasawwuf sangat menekankan pengobatan penyakit bathin ini, jika ingin menjadi manusia yang beraqidah akhlak yang baik serta mendapat keridhaan dari-Nya, jika seseorang hamba betul-betul ikhlas dan rajin berdzikir pada wilayah ini, dan beristiqamah, maka insya Allah terbukalah rahasia gaib akan kebenaran dengan izin dan kehendak-Nya, dia akan mendapatkan ilham dan karunia daripada-Nya, dan ini di katakan sunnah dan cara dzikirnya Nabi Musa Klh, sebab hanya dengan akal dan pikiran bathin yang bersihlah yang dapat menerima karunia, taufik, hidayah dan ilham dari Allah, hal demikianlah yang merupakan nur illahi terbit dari hati orang yang berdzikir, sehingga hatinya muhadharah (hadir) bersama Allah. Oleh sebab di terimanya dzikir seorang hamba oleh Allah swt , merupakan hasil dari mujahadahnya (perjuangan) dan rahmat dan karunia dari Allah, juga merupakan  fanafillah di mana gerak dan diam tidak ada kecuali dari Allah,
Tata cara dzikir ini dalam Thariqat An-Naqsyabandi ini telah di atur secara turun menurun secara silsilah dan sampai kepada kami adalah sebagai berikut :
  1. Menghimpunkan pengenalan kepada hati sanubari, maksudnya menetapkan konsentrasi secara penuh hanya kepada Allah secara keseluruhan;
  2. Mengingat dzat Allah dengan hati sanubari, ini lebih menekankan kepada ingat terhadap Allah pada maqam yang di tuju untuk berdzikir;
  3. Mengucapkan Istighfar dengan bilangan yang ganjil, artinya secara syari’ah kita selalu mohon ampun kepada Allah, sama saja artinya dengan lebih mendekatkan diri kepada-Nya melalui istighfar, dan ucapan istighfar ini bilangannya secara ganjil, contohnya 3x, 5x, 7x dan seterusnya berapapun mau asal ikhlas;
  4. Membaca Surah Al-Fatiha 1 kali dan Surah Al-Ikhlas 3 kali, dengan membaca ayat Al-Qur’an tentu hati akan lebih mudah menerima hidayah dariNya dan lebih mendekatkan diri kepada-Nya;
  5. Menghadirkan Masaikh Thariqat di hadapan kita, ini artinya bertawassul kepada Allah melalui keutamaan ulama-ulama ajaran ini yang lebih dahulu telah mendapatkan hidayah dariNya melalui cara dzikir ini, pelaksanaanya perlu kehati-hatian penuh, jika tidak akan terjatuh kepada kesyirikan;
  6. Menghadiahkan pahala Surah Al-Fatiha 1 kali dan Surah Al-Ikhlas 3 kali kepada para masaikh, maksudnya bacaan yang di baca di atas tadi hadiahkan faedahnya kepada para ulama silsilah yang telah memakai ajaran dzikir ini yang lebih dahulu dari pada kita, ini merupakan penguatan terhadap tawassul atau rabithah tadi;
  7. Mematikan diri sebelum mati, maksudnya belajarlah mati sebelum di matikan dengan arti kata senantiasalah selalu ingat (dzikir) kepada-Nya;
  8. Memandang rabithah atau rupa guru, ini penerapannya sangatlah rumit dan penuh hati-hati, jika tidak maka akan tergelincir kepada syirik khafi (tersembunyi), pelaksanaannya adalah tekankan dalam hati akan bersyukur kepada Allah yang telah mengaruniakan hidayah-Nya bahwa ajaran ini di sampaikan Allah kepada kita melalui guru atau mursyid kita, di luar cara ini dalam menerapkannya maka syiriklah yang akan terjadi, bukannya mendapat keridhaan malah kemurkaan Allah-lah yang di dapat;
  9. Munajat kepada Allah, artinya sebelum kita mengucapkan dzikir Allah…Allah…Allah…terlebih dahulu kita membaca atau berdo’a sebagai berikut : “ILLAHI ANTA MAKSUDI WA RIDHAKA MATHLUBI”, artinya : “Ya Allah, hanya engkaulah yang kumaksud dan keridhaan engkaulah tujuanku.”
  10. Membaca dzikir kepada Allah, setelah keseluruhan cara di atas di laksanakan maka di mulailah dengan berdzikir atau membaca Allah…Allah…Allahsebanyak-banyaknya sesuai dengan kemampuan dan kesempatan, jika sudah cukup dan selesai dari berdzikir maka panjatkanlah puja dan puji syukur kepada Allah yang telah memberi kesempatan dan kekuatan dalam beribadah dzikir ini.
Pelaksanaan dzikir ini menurut yang kami pelajari untuk di terapkan sewaktu melaksanakannya dan yang bisa di jabarkan oleh tuan guru atau mursyid adalah :
  1. Wuquf Qalbiy, artinya kuatkan konsentrasi pikiran hanya kepada Allah yang tiada berwujud dan berbentuk dari segala sesuatu apapun di dunia ini, tetapi ianya hanyalah tunggal dan esa, dalam pelaksanaan ini ini sekurang-kurangnya buatlah pikiran itu memikirkan akan keberadaan kekuatan dan kesempatan kita saat berdzikir ini hanyalah merupakan kekuatan (hidayah) dari Allah, hal ini termasuk dalam kategori ingat kepada Allah secara af’al (perbuatan);
  2. Setelah dapat membuat pikiran yang sedemikian di atas, maka usahakanlah agar selalu ucapan dzikir tersebut masuk pada wilayah maqam yang telah di sebut di atas secara terus menerus laksana tembakan mitraliur yang tiada putusnya seraya memusatkan pikiran bahwa Allah senantiasa mengawasi kita dalam keadaan apapun juga;
3.    Jika masih terasa susah juga, maka cobalah buat ingatan rajah dari pada tulisan nama Allah dalam bayangan kita saat dalam berdzikir terus masukkan tulisan Allah tersebut pada maqam yang telah tersebut di atas, tapi ingat ini ada unsur syiriknya jika tiada hati-hati dalam menerapkannya dan ini tergolong kepada selemah-lemahnya seorang hamba dalam berdzikir kepada Allah, tetapi jika hanya mampu demikian maka memadailah secara tahap awal tetapi harus berusaha dengan keras agar jangan dengan cara ini, tetapi pakailah cara yang 2 (dua) di atas. Setiap selesai berdzikir harus selalu menyampaikan rasa syukur yang sebesar-besarnya kepada Allah atas karunia-Nya yang telah memberikan kekuatan dan kesempatan dalam ingat kepada-Nya.
 Latifah kullu jasad /qolam/ qolab duduknya adanya di tengah embun-embunan condong kedalam (seluruh badan). Dalam pengisian zikir …..arahnya kedalam ditengah-tengah dada. Dari Latifatul Napsi ke Latifatul kullu jasad/ Qolam/qolab, ada perjalanan zikir sebanyak 1000 kali. Bilamana dalam pengisian Latifatul Qolby, Ruh, Sir, Khofi, Akfa sama, maka di Latifatul Napsi juga harus sama 5000 kali. Setelah mengerjakan perjalanan zikir dari Latifatul Napsi ke Latifatul kullu jasad/ qolab/qolam maka Latifatul Qolam harus diisi sebanyak 5000 kali. Kemudian dinaikan ke Hadiyat >Kulhu Allah hu ahad…... Ma’iyat> Wahuwa ma’akum aena ma kuntum…..,,Aqrobiyah >Wahuwa Aqrobu minha, minha fi warid. Setelah mengisi zikir di Latifatul kullu Jasad/ Qolab/Qolam maka kembali ke Latifatul Qolby dengan perjalanan zikir sebanyak 1000 kali, maka tetaplah zikir untuk seterusnya di Latifatul Qolby yang berarti langsung tenggelam/fana, isilah zikir sebanyak-banyaknya sebagai tanggung jawab diri sendiri.
Tempatnya nafsu Kamilah, bersifat> Tajjali, Laduni, Irsad, Ikmal, Baqobillah. Warnanya : merah, kuning, hijau, biru ( pelangi ) Zikir latifatul jasad / Qolam caranya kedua  sebagai berikut, masukan zikir Hu Allah lewat napas, tarik ke lubang hidung sebelah kiri dimasukan ke pangkal jantung diisi zikir Allah 5000 kali. Dari jantung disebarkan lewat urat ashabat ke semua denyut nadi, artinya jantung dan nadi menjadi satu disebarkan ke seluruh tubuh/Latifatul jasad dan mengisi rongga-rongga tubuh dengan zikir sehingga seluruh tubuh berzikir.
Untuk menyebarkan zikir keluar masuknya napas di jantung, harus belajar cara memberhentikan dan melancarkan jantung, caranya adalah sebagai berikut :
1)      Untuk memberhentikan jantung adalah buang napasnya yang panjang tarik napasnya yang  sedikit.
2)      Untuk melancarkan jantung adalah buang napasnya yang sedikit tarik napasnya yang panjang.  Sebagai catatan > Jantung ada dua bagian :
a)      Pangkal Jantung ada 101 urat ashabat adalah rupa kerajaan ilahy.
b)      Ujung Jantung, kerajaan iblis/darah kotor yang harus dibersihkan/dihancurkan.

DZIKIR NAFI  ISTBAT

Alhamdulillah, akhirnya kami memutuskan untuk menyampaikan kelanjutan tahapan dzikir setelah Maqamat Lathifatul Kullu Jasad di lakukan, berikut uraian singkat tentang dzikir nafas napi istbat. Dzikir napi istbat adalah dzikir tauhid, dzikir ini adalah dzikir yang paling penting dalam ajaran thariqat naqsyabandi, karena melalui hasil dzikir inilah seseorang hamba dapat mengerti sejauh mana pemahamannya secara hakikat akan ke-ESA-an Allah Swt yang maha meliputi dan merajai seluruh alam semesta ini secara keseluruhan. Dzikir ini di laksanakan setelah proses pembersihan bathin dari sifat – sifat madzmumah (buruk) dalam jiwa manusia yang selalu di hembuskan oleh iblis dan syaithan kepada manusia dari dalam secara ghaib dan bathin, mereka senantiasa menjerumuskan manusia kepada kesesatan dan dosa serta pendurhakaan terhadap khaliknya.
            Dengan hasil dzikir ini juga seseorang hamba dapat mengerti secara hakikat akan makna sesungguhnya ikhlas dan tawadduk serta syukur kepada Allah Swt secara hakiki, sebelum seseorang hamba sampai lahir ruh tauhidnya melalui dzikir ini secara nyata di rasakannya, maka mereka yang mengakui akan kebesaran dan kebenaran serta ke-ESA-an Allah Swt masih hanya sebatas lahiriah saja, sementara secara pengakuan bathin belum di buktikannya secara nyata akan ke-ESA-an tersebut, setelah dapat di buktikannya melalui hasil dzikir ini barulah seseorang hamba dapat memahami sejauh mana dia ikhlas dan mengerti akan arti ikhlas tersebut dalam beribadah kepada Allah Swt, setelah betul – betul melaksanakan dzikir pada 7 (tujuh) lathaif dan ada merasakan hasil yang nyata akan limpahan karunia dan hidayah dari Allah Swt, maka mesti pula ada hasil yang nyata dari maqam wukuf qalbiy, karena pada tahap dzikir maqamat pada 7 (tujuh) lathaif seseorang hamba belumlah secara nyata dapat mengenal akan arti ke-ESA-an Allah Swt.
            Tingkat ketauhidan seseorang hamba akan di pertanyakan pada tahap ini, dengan arti kata seseorang hamba tersebut sudah dapat di perkirakan sedang dalam keadaan kebingungan (tahayyur), entah iya atau tidak akan kebenaran dari pada hasil dzikir lathaif yang di laksanakannya dengan melalui perjuangannya yang sangat berat tersebut, sebab hasil dzikir lathaif sebelumnya sangat sarat dan banyak terpengaruh pada penglihatan, pendengaran dan perasaan yang selalu di susupkan oleh jin dan syaithan pada pandangan bathin seseorang hamba dan banyak juga dari hasil khayalan dan angan – angannya sendiri dan belum tentu kebenarannya dan dia sendiri tidak akan bisa menjawabnya, nah, pada tahap inilah maka seseorang hamba harus dengan secara mantap dan meyakinkan akan ke-ESA-an Allah Swt melalui cara dzikir napi istbat, sebab menurut ajaran naqsyabandi, sebelum seseorang merasakan hasil dzikir ini secara nyata maka hamba tersebut belum mengetahui akan ke-ESA-an (tauhid) Allah Swt yang maha satu dan tiada duanya dengan lain.
            Pengakuan seseorang hamba akan ke-ESA-an Allah Swt hanya terkesan di bibir saja dan hanya secara syari’at zahir dan lahiriah saja, sementara secara hakikat hamba tersebut belum mengetahui akan bukti ke-ESA-an Allah Swt (tauhid) tersebut, dalam arti kata menurut ajaran naqsyabandi jika seseorang hamba belum merasakan hasil yang nyata dari pada dzikir napi istbat ini, maka hamba tersebut belum mengetahui akan ke-ESA-an Allah Swt secara hakikat dan yang sebenarnya, melainkan hanya pengakuan di luar saja dan penuh dengan kemunafikan dan malah akan cenderung jatuh kepada ibadah dengan kesyirikan atas tipu daya iblis, jin dan syaithan.
            Dalam menanamkan paham tauhid kepada Allah Swt, maka ajaran naqsyabandi membuat suatu tata cara atau kaifiyat berupa teknik dzikir untuk menyelami ilmu tauhid ini dengan cara dzikir napi istbat, yang artinya adalah meniadakan yang selainNya dan menetapkan akan diaNya yang maha satu atau tunggal, tiada lagi tuhan yang lain selain Allah Swt, ini adalah pelajaran untuk mengajarkan seseorang hamba agar mengerti untuk meng-ESA-kan Allah Swt dan supaya jangan terjun kepada syirik syiir atau khafi (tersembunyi) yang sangat membahayakan dan membuat seseorang hamba terlempar ke neraka jahannam.
            Secara umum, ummat islam memang sudah tidak lagi menyembah berhala, karena ini adalah kesesatan syirik yang menduakan Allah Swt secara jelas dan nyata, akan tetapi di dalam ajaran islam di kenal pula syirik syiir atau khafi (tersembunyi) yang sama saja bahayanya dan ancamannya adalah neraka jahannam yang bertemankan dengan iblis dan syaithan, untuk melebur sifat kesyirikan secara samar ini maka laksanakan dzikir napi istbat untuk sebagai obatnya, agar tidak tergolong kepada umat yang syirik secara halus tanpa di sadarinya, contohnya yang mudah dan banyak di temui dalam kehidupan sehari – hari adalah “Kapan anda bisa selesaikan pekerjaan ini?” maka jawaban yang di dengar atau di temui adalah umpamanya “Pagi pekerjaan tersebut sudah saya selesaikan”, nah jawaban yang demikian adalah termasuk syirik syiir atau khafi yang sangat samar dan halus sekali, sebab dia sendiri yang menentukan langkah atau takdir, karena dia merasa yakin bahwa dia bisa hidup sampai besok pagi dan menyelesaikan pekerjaannya walaupun memang benar di temui bahwa umurnya memang sampai keesokan harinya, jadi dalam arti kata sama saja dia dengan tuhan yang maha menentukan, seharusnya dia jangan melupakan kata – kata Insya Allah, maka inilah bagian dari syirik syiir atau khafi yang harus di upayakan terkikis habis dari hati seseorang hamba, jika ingin selamat dari dunia sampai akhirat.
            Seseorang hamba yang secara bathin sudah melekat dalam hati sanubarinya akan ketauhidan terhadap Allah Swt, dia senantiasa menjaga lidahnya dari hal – hal yang dapat merusakkan iman dan kedekatannya kepada Allah Swt, dia tidak akan ceroboh dalam mengeluarkan perkataan dan tidak akan ceroboh pula dalam melaksanakan syari’at menegakkan agama yang di sandarkan kepada ketaatan beribadah kepada Allah Swt, masya allah, jika saya saya perturutkan kata – kata saya melalui tulisan ini maka akan menjadi sangat panjang dalam menguraikan arti, makna dan faedah dari pada dzikir napi istbat ini, maka inilah pelajaran ilmu tauhid secara bathiniah yang di laksanakan dengan ibadah dzikir napi istbat menurut ajaran thariqat naqsyabandi.
           
Kaifiyat Dzikir Napi Istbat ada 7 (tujuh) perkara, yaitu :
  1. Menguatkan wuquf qalbiy, maksudnya semua hasil dari dzikir lathaif atau pengisian maqam sebelumnya, maka himpunkan menjadi satu dan hadapkan kepada Allah Swt dengan penekanan ingat yang tiada putus dan mengakui akan keberadaan Aallah Swt yang tiada serupa dan seumpama dengan apapun juga, apapun juga perasaan yang di timbulkan oleh dzikir maqam sebelumnya harus nyata dan bukan dari khayal atau angan – angan, jika tidak demikian maka jangan lakukan dzikir napi istbat ini dulu, tetapi tetap fokus pada dzikir maqam yang tujuh banyaknya.
  2. Menahan nafas di bawah pusat, maksudnya nafas jasmani di tahan penekanannya pada daerah kira – kira di bawah pusar untuk kegunaan menarik huruf awal  La ilahaa illallah. Sedangkan pada rongga badan atau dada sebelah atas biarkan kosong seakan – akan hampa udara, sementara udara sudah berkumpul pada penekanan dan tahan nafas di bawah pusar tadi.
  3. Membaca La ilahaa illallah dalam hati sambil menjalankannya di atas lathaif / maqamat, ini setelah pada point 2 di atas, maka mulailah membaca dzikir La ilahaa illallah menurut maqamat atau tata letaknya pada tubuh jasmani, selama menjalankan ucapan dzikir ini di larang keras bernafas, jika sudah tak sanggup maka hentikan.
  4. Ingat akan maknanya, yaitu tiada tuhan selain Allah Swt, maksudnya sambil membaca dzikir La ilahaa illallah pada maqamatnya maka ingatlah arti atau makna La ilahaa illallah ini, jangan sampai terlepas ingatan tersebut.
  5. Memukulkannya pada hati sanubari dengan pukulan yang sangat keras, inilah yang di maksud point 1 di atas, jika tidak ada hasil atau perasaan apapun dari dzikir maqamat dan wukuf qalbiy yang sudah di bulatkan, maka timbul pertanyaan apa yang akan di pukulkan dengan sangat keras pada maqam terakhir dzikir napi istbat ini? Jadi sebelum ada hasil nyata dari dzikir maqam dan wukuf qalbiy, maka jangan kerjakan dzikir ini, jika memang ada hasil atau perasaan dzikir maqamat dan wukuf qalbiy tadi, maka jatuhkanlah ia dan pukulkanlah dengan sekeras mungkin pada maqamat dzikir napi istbat yang terakhir.
  6. Berhenti di tempat yang ganjil, artinya jika mau berhenti dari dzikir ini, maka berhentilah pada hitungan yang ganjil, seperti ; 5, 7, 9, 11 dan seterusnya asalkan bilangan ganjil.
  7. Di sudahi dengan kalimah Laa ilahaa illallah muhammadur rasulullah, kemudian lepaskan nafas secara perlahan – lahan, maksudnya jika betul – betul mau mengakhiri dzikir napi istbat ini dan tidak akan di lanjutkan lagi maka ucapan akhirnya seperti yang di atas dan baru lepaskan nafas secara perlahan - lahan, tetapi jika hanya ingin istirahat sebentar karena nafas sudah sesak misalnya, maka jangan ucapkan kalimat di atas, sebab jika di ucapkan kalimat di atas maka ulangi lagi kaifiyatnya dari awal, karena modal dzikir ini sudah habis sama sekali dan menurut aturan sudah di anggap selesai dzikirnya, jika ingin hanya istirahat maka diam saja dan pertahankan ingatan hanya kepada Allah Swt.
Demikianlah uraian singkat mengenai dzikir tauhid atau napi istbat ini, harapan saya jika memang belum mengerti maka jangan di coba dengan sendiri saja sebelum di pahami betul caranya, di sarankan carilah guru atau mursyid yang mengerti akan ajaran ini, jika tidak maka kesesatanlah yang timbul karenanya.

DZIKIR WUKUF  QALBIY

Wukuf ini menurut ajaran Islam pada Thariqat An-Naqsyabandi, adalah menghadirkannya hati tanpa menyertakan dzikir ismu zat atau bacaan - bacaan, tapi hanya berupa ingat dan pikir akan kebesaran Allah Swt yang telah menciptakan alam semesta ini baik nyata maupun ghaib. wukuf intinya bersifat jenis dzikir dan pikir, dzikir dengan diam dan khusyu’ serta konsentrasi penuh semata– mata mengingat hanya kepada Allah Swt. pertama–tama di dasari pada 3 (tiga) tahap atau tingkat, yaitu ;

      1.    Wukuf Zamani;
Artinya : Kontrol atau instropeksi yang senantiasa di lakukan oleh seseorang hamba terhadap ingat atau tidaknya dia kepada Allah sekurang-kurangnya dua atau tiga jam, jika merasakan dalam keadaan ingat kepada Allah dalam pada waktu - waktu tersebut, semestinya banyak-banyak bersyukur kepada Allah karena telah di berikan hidayah berupa ketetapan ingat kepada-Nya, jika ternyata di rasakan lupa kepada Allah, maka banyak-banyaklah melakukan taubat kepada Allah dan usahakan dengan sekeras mungkin supaya kembali ingat kepada Allah.
      2.     Wukuf ‘Adadi;
Artinya : Senantiasa memelihara bilangan ganjil dan menyelesaikan dzikir napi istbat pada setiap dzikir tersebut di akhiri atau di sudahi, jangan di akhiri dengan bilangan yang genap, tetapi mestilah bilangan yang ganjil, seperti ; 3, 5 atau 7 dan seterusnya.
      3.     Wukuf Qalby;
Artinya : Keadaan hati seseorang yang selalu ingat dan hadir kepada Allah, pikiran yang lain-lain terlebih dahulu di hilangkan dengan semampunya, kemudian sekalian panca indera yang lima tawajjuh dengan mata hati yang hakiki untuk menyelami ma’rifat kepada Allah, usahakan tidak ada terluang sedikitpun di dalam hati selain Allah.

PENERAPAN DZIKIRNYA :

1)       Dzikir wukuf ini pelaksanaannya adalah dengan menghadirkan seluruh lathaif dan seluruh anggota badan jasmani secara keseluruhan seperti halnya pada dzikir lathifatul kullu jasad yang senantiasa di hadapkan kepada dzat yang tanpa rupa dan bentuk (Allah Swt), menghadirkannya tanpa menyertakan dzikir ismu zat atau bacaan - bacaan, tapi hanya berupa ingat dan pikir akan kebesaran Allah Swt yang telah menciptakan alam semesta ini baik nyata maupun ghaib.
2)       Dzikir wukuf adalah intinya bersifat jenis dzikir dan pikir, dzikir dengan diam  dan khusyu’ serta konsentrasi penuh semata – mata mengingat hanya kepada Allah Swt, yaitu mengingat dzat Allah Swt yang bersifat dengan segala sifat sempurna dan suci atau jauh dari segala sifat kekurangan, segala sifat kesempurnaan hanya di miliki oleh Allah Swt, sedangkan sifat kekurangan adalah milik kita dan untuk meningkatkan sifat yang kurang sempurna itu menjadi lebih mendekati kepada sempurna adalah dengan jalan dzikir inilah di lakukan oleh seseorang hamba, dzikir ini juga mengakui akan sifat segala kekurangannya seseorang hamba, senantiasa tunduk dan lemah di hadapan Allah Swt dan menyerahkan segala pengaturan hanyalah milik Allah Swt, maka dengan jalan inilah yang kita dapat mengharapkan rahmat, karunia, hidayah dan ridha Allah Swt.
3)       Dzikir wukuf ini secara umum pelaksanaannya di rangkaikan setelah selesai melaksanakan dzikir ismu zat atau dzikir lathaif secara keseluruhan atau setelah dzikir napi istbat, dzikir wukuf ini di laksanakan dalam rangka menutup dzikir yang lain sebelumnya apapun itu jenis dzikirnya, yang ada hanya merasakan ketenangan bathin setelah melaksanakan dzikir sebelumnya.

DZIKIR MAQAM TAHLIL

Melaksanakan dzikir tahlil adalah membaca kalimah laa ilahaa illallah dengan cara membacanya secara jihar, dengan lidah atau lisan sekedar terdengar telinga sendiri yang di baca sekurang-kurangnya 210.000 (dua ratus sepuluh ribu), yaitu 70.000 (tujuh puluh ribu) untuk diri sendiri, 70.000 (tujuh puluh ribu) untuk ibu bapak dan 70.000 (tujuh puluh ribu) untuk kaum muslimin dan muslimat dan para guru thariqat naqsyabandi.
Kaifiyat atau cara melaksanakan dzikir ini adalah sebagai berikut :
  1. Wuquf Qalbiy;
  2. Mengucapkan istighfar dengan bilangan ganjil minimal 3 kali;
  3. Membaca Surah Al-Fatiha 1 (satu) kali dan Surah Al-Ikhlas 3 (tiga) kali;
  4. Menghadiahkan pahala pembacaan surah di atas kepada para masyaikh thariqat naqsyabandi;
  5. Menghadirkan wasilah atau rabithah;
  6. Menguatkan wuquf qalbiy kembali, setelah bulat ingatan, maka baca dzikir laa ilahaa illallah sambil menjalankannya di atas setiap maqamat atau lathaif seperti yang sudah di tentukan, kalimat "Laa" di mulai dari maqamat lathifatul qalbiy di tarik secara melingkar ke maqamat atas kiri menuju maqamat atas kanan terus ke maqamat bawah kanan dan kalimat "illallah" berhenti pada maqamat lathifatul qalbiy kembali, terus menerus secara berulang sesuai kemampuan, dalam melaksanakan tarikan dzikir tersebut harus sambil mengingat akan maknanya, yaitu “Tiada yang maujud selain Allah”, jika datang muraqabah (sesuatu perasaan, penglihatan, pendengaran), maka tahlil di hentikan dulu, tenangkan dan tetap pemusatan ingatan hanya kepada Allah semata, berusaha keras untuk mempertahankan ingat tersebut; 
  7. Jika hendak berhenti atau selesai melaksanakan dzikir tahlil tersebut, maka pengucapannya adalah “Laa ilaaha illallah muhammadarrasulullah” tahan nafas dan kuatkan kembali wuquf qalbiy atau muraqabah, berdo'a kepada Allah agar di berikan karunia dan hidayah-Nya...selesai.








DZIKIR MURAQABAH AHADIYATUL AF’AL

Dalam ajaran sufi di kenal muraqabah (mengintai atau mengawasi), tujuannya merupakan merenungkan akan kerendahan seseorang hamba terhadap khalik-Nya guna mengerti akan kebesaran dan ke-ESA-an Allah dalam penciptaan alam semesta berikut isinya secara keseluruhan untuk memahami sifat syukur dan ridha akan kehendakNya atas semua makhluk. Hal ini tercantum dalam firman Allah dalam Al-Qur’an Surah Yunus Ayat : 61 yang berbunyi demikian : “Kamu tidak berada dalam suatu keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Al-Qur’an dan kamu tidak mengerjakan suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu melakukannya. Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah (atom) di bumi ataupun di langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).”
Muraqabah juga merupakan menjaga hati dari segala hal bermacam-macam rasa atau lintasan hati yang terlintas, seperti was-was dan khawatir walaupun hal baik atau buruknya suatu hal keadaan seseorang hamba saat bertafakkur kepada tuhannya, pengamalan muraqabah ini seseorang hamba tidaklah perlu mengerjakan dzikir, tetapi tertibnya hanya perlu mengheningkan akan keberadaan hati dan pikirannya serta berniat hanya tertuju kepada Allah saja, caranya duduk tafakkur dalam waktu yang tidak terbatas sambil mengintai bahwa i’tikad pada diri kita secara lahir dan bathin yakin bahwa di lihat oleh Allah dan segala yang kita tuju selalu di ketahui dan di ridhai-Nya.
Bila seseorang hamba berhasil dalam pelaksanaan ini maka akan merasakan dengan haqqul yakin bahwa Allah selalu memperhatikan dan bersama dengan kita di mana saja berada, jika sudah sedemikian maka akan terasalah ketenangan bathin yang tenang dan tentram, bahkan di sinilah timbul tetesan air mata pengakuan yang tulus akan kerendahan seseorang hamba di hadapan khalik-Nya dan menumbuhkan rasa takut kepada Allah. Jika seseorang hamba merasakan dalam bathinnya bahwa Allah senantiasa selalu memperhatikan dan melihat kita, maka sudah pasti hidayah akan selalu mengerjakan suruhan dan menjauhi larangan-Nya akan terlaksana dengan baik dan meningkatkan serta mempertebal tingkat ketaqwaan seseorang hamba.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an Surah Ali Imran Ayat : 191 yang berbunyi : "(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata) : "Ya Tuhan kami, tiadalah engkau menciptakan ini dengan sia-sia, maha suci engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”
Rasulullah Saw juga bersabda : “Bertafakkur sesaat itu lebih baik daripada ibadah selama 60 tahun.”(H.R. Abu Dzar Al-Ghifari).
Do’anya seseorang hamba dalam bermuraqabah ini adalah : “Antaridzu wurudal faidli minallahi subhanahu wata’ala alfaidhli  ‘alaa lathiifatil qalbiy syayyidina jibril alaihissalam wa’alaa lathifatiil syayyidina adam alaihissalam wa’alaa lathiifati qalbiy syayyidina muhammadin wa’alaa lathiifati qalbiy biwaa ashithati masya’ikhunal kiraami ridhwanullahi ta’ala ‘alahi ‘ajma’iin.” Artinya : Hamba mengharapkan turunnya limpahan dari Allah yang mengalir ke hati Jibril AS dan ke hati Adam As dan ke hati junjungan kami Muhammad Saw ke dalam hatiku, dengan perantaraan para orang shaleh terdahulu, semoga Allah ridha kepada beliau-beliau sekaliannya.”
Tertibnya adalah duduk tafakkur  dalam keadaan hening dan konsentrasi penuh kepada mengingat Allah sambil mengintai bahwa sesungguhnya Allah adalah dzat yang maha kuasa atas segala sesuatu dan yang menggerakkan atau mendiamkan setiap segala sesuatu yang terkecil (dzarrah) pada seluruh alam ini.
Jika telah terasa dalam gerak diam tersebut pada jiwa, maka akan terasa bahwa ini semua adalah perbuatan Allah semata (Af’al Allah), dengan demikian maka seseorang hamba tersebut akan dapat hidayah sifat yang baik berupa jika seorang lawan maka di pandang sebagai kawan dan musuh sebagai sahabat, apapun yang di lakukan orang lain terhadapnya maka di terima dengan hati yang lapang walaupun buruk itu adanya dan merupakan bahwa itu datangnya hanyalah daripada Allah semata, sedangkan manusia tadi hanya sebagai majadzinya (bayangan) saja dan bukanlah sebagai wujud hakikat yang sebenarnya. Nah, barangsiapa yang mencapai derajad maqam ini akan tentu ia bersikap segala sesuatu di pandangnya baik, karena pada dasarnya adalah perbuatan Allah semata yang di sandarkan kepada makhluk-Nya, segala gerak gerik pada alam ini adalah merupakan madzhar akan perbuatan (af’al) Allah.
Seseorang yang telah mengerjakan dan merasakan akan hasil Muraqabah Mutlak dan Muraqabah Ahdiyatul Af’al ini biasanya telah mencapai tingkatan Chalifah Mursyid dan Chalifah Pembantu Mursyidin, akan tetapi harus memenuhi persyaratan yang mutlak dalam Thariqat An-Naqsyabandi, yaitu harus menyelesaikan atau menamatkan Tahlil Lisan (jihar) sebanyak 7 (tujuh) khatam yang masing-masing sekhatamnya adalah 70.000 dzikir tahlil, jadi bila di jumlahkan adalah sebanyak 490.000 dzikir tahlil lisan atau jihar berikut dengan syarat-syarat pelaksanaan tahlil tersebut. Ini merupakan inti gabungan dzikir tahlil lisan pada muraqabah yang lain dan merupakan saling terhubung dengan 7 (tujuh) macam muraqabah pada tingkatan ajaran An-Naqsyabandi.

DZIKIR MURAQABAH MA'IYAH

Pelaksanaan dzikir ini pada dasarnya menurut Thariqat An-Naqsyabandi adalah dengan membaca kalimah laa ilahaa illallah dengan tertib dan aturan pelaksanaannya secara dzahir dan bathin, adapun tata caranya adalah sebagai berikut :
        1.      Niat, maksudnya hendaklah kita niatkan terlebih dahulu semoga pahala dari tahlil ini yang 70.000 dapat menjadi tebusan diri kita dari siksa neraka dan atas segala dosa yang kita perbuat di dunia ini, dengan do’a ini : “Ya Allah, jadikanlah kalimat laa ilahaa illallah sekhatam (70.000) ini sebagai tebusan diriku dari siksa neraka-Mu, Amiin.
        2.      Mengingat akan Allah (konsentrasi) secara hati sanubari yang bersih dan ikhlas;
        3.      Menggunakan maqamat (lathaif) dengan memandang gurisan kalimah Laa ilahaa illallah pada titik tempat di tubuh jasmani, yaitu : “Kalimah Laa ilahaa illallah di tarik dari bawah pusar terus langsung ke otak lalu di tarik ke bahu kanan terus menuju tengah dada dan terakhir ke hati sanubari (Maqam Qalbiy);
        4.      Ucapkanlah kalimah Laa ilahaa illallah ini dengan tartil dan benar dan secara jihar;
        5.      Hadirkan maknanya (Laa ilahaa illallah) dalam hati;
        6.      Telinga mendengarkan ucapan kalimah laa ilahaa illallah ini melalui lidah untuk sebagai saksi;
        7.      Semua titik maqam yang di lewati kalimah laa ilahaa illallah tadi mengingat akan Allah;
        8.      Menyadari bahwa Allah beserta kita di mana saja kita berada (inilah kajian ibadah dzikir menurut Thariqat An-Naqsyabandi namanya Muraqabah Ma’iyah) dengan dasar dalilnya dari firman Allah : “Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ´arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada dan Allah maha melihat apa yang kamu kerjakan.”(Q.S. Surah Al-Hadid Ayat : 4).
        9.      Pada ucapan kalimah tadi yang terakhir (Allah) hempaskan pada hati sanubari (Maqam Idzmu dzat/Lathifatul Qalbiy).
Inti pelaksanaan pada dzikir ini adalah dengan duduk tafakkur dan senantiasa mengintai dan menyadari akan sesungguhnya Allah selalu bersama kita di manapun kita berada sesuai dengan makna firman Allah di atas. Dengan demikian, maka dzikir tahlil dengan ber-Muraqabah Ma’iyah ini adalah untuk menenteramkan hati dan menghilangkan keluh kesah gundah gulana dalam hati kita dan menerima dengan ikhlas akan ketetapan Allah terhadap diri kita, dalam muraqabah ini kita berdo’a atau munajat sebagai berikut : “Antadziru wuruudalfaidhi minadzzaatilladzii ma’ii wama’a kulli dzarratim min dzarratil ‘alami ‘alaa lathifathil qalbi biwasyithati masyaa ‘ikhinal kirami ta’alaa ‘alaihim ajma’iin.” Artinya : “Aku menanti turunnya limpahan dari dzat yang beserta aku dan beserta setiap dzarrah alam, dengan lathifatul qalbiy saya, dengan perantaraan para orang-orang shalih yang mulia-mulia, semoga Allah ridha kepada beliau-beliau sekalian.” 
Wallahu'alam...

DZIKIR MURAQABAH AQRABIYAH

Pelaksanaan dzikir ini pada dasarnya menurut Thariqat An-Naqsyabandi adalah dengan membaca kalimah laa ilahaa illallah dengan tertib dan aturan pelaksanaannya secara dzahir dan bathin, adapun tata caranya adalah sebagai berikut :
1.      Niat, maksudnya hendaklah kita niatkan terlebih dahulu semoga pahala dari tahlil ini yang 70.000 dapat menjadi tebusan diri kita dari siksa neraka dan atas segala dosa yang kita perbuat di dunia ini, dengan do’a ini : “Ya Allah, jadikanlah kalimat laa ilahaa illallaah sekhatam (70.000) ini sebagai hadiah bagi Rasulullah Saw, Amiin.
2.      Mengingat akan Allah (konsentrasi) secara hati sanubari yang bersih dan ikhlas;
3.    Menggunakan maqamat (lathaif) dengan memandang gurisan kalimah Laa ilahaa illallah pada titik tempat di tubuh jasmani, yaitu : “Kalimah Laa ilahaa illallah di tarik kira-kira dua jari di bawah susu kiri menuju kira-kira dua jari keatas susu kiri, lalu terus kira-kira dua jari di atas susu kanan selanjutnya terus menuju kira-kira dua jari di bawah susu kanan terus pukulan akhirnya kembali ke bawah susu kiri lagi;
4.      Ucapkanlah kalimah Laa ilahaa illallah ini dengan tartil dan benar dan secara jihar;
5.      Hadirkan maknanya (Laa ilahaa illallah) dalam hati;
6.      Telinga mendengarkan ucapan kalimah laa ilahaa illallah ini melalui lidah untuk sebagai saksi;
7.    Semua titik maqam yang di lewati kalimah laa ilahaa illallah tadi mengingat akan Allah;
8.      Menyadari dan mengintai bahwa Allah selalu bersama hamba-Nya.
9.   Pada ucapan kalimah tadi yang terakhir (Allah) hempaskan pada hati sanubari (Maqam Idzmu dzat/Lathifatul Qalbiy).

Inti pelaksanaan pada dzikir ini adalah dengan duduk tafakkur dan senantiasa mengintai dan menyadari akan sesungguhnya Allah selalu hambaNya (kita). Sebelum melaksanakan dzikir tahlil ini, maka sampaikanlah pahalanya secara khusus kepada seluruh para Nabi dan Rasul yang ada pada Al-Qur’an, jika telah menyelesaikan jumlahnya sekhatam (70.000) maka berdo’alah dengan do’a berikut :  Yaa Allah, sampaikanlah sekhatam tahlil ini kepada arwah Nabi Muhammad Saw  dan anak cucunya serta para sahabat-sahabat beliau beserta para keluarganya dan kepada para Nabi dan Rasul terdahulunya, amiin.

RAHASIA MERASAKAN DZIKIR TAHLIL

Tahlil adalah dzikir yang utama dan mulia di sisi Allah Swt seperti yang banyak di temui dalilnya dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist yang di sampaikan Rasulullah Saw kepada umatnya yang ingin lebih beriman dan bertaqwa kepada Allah Swt dan merasakan betapa manisnya iman kepada Allah Swt. Dzikir tahlil ini paling sering di lakukan oleh umat muslimin pada setiap kesempatan, baik itu setelah shalat fardhu, sunat atau pada saat hajatan dan lain sebagainya, tetapi kaum muslimin sering juga melakukan dzikir ini sebagai wirid yang tetap baginya dan terjadwal pula waktunya, tetapi timbul pertanyaan bagaimana melaksanakan dzikir ini secara benar dan sesuai dengan tujuan  serta maknanya?.
Melaksanakan dzikir ini adalah harus di pahami tujuan dan maknanya dan jangan asal ucap saja, sebab dzikir ini sangat besar manfaatnya dan besar pula nilainya di sisi Allah Swt, kalimah Laa ilahaa illallah ini adalah kalimah tauhid dan pengakuan seseorang hamba akan ke-ESA-an Allah Swt, jika tiada tepat mengucapkannya maka akan menimbulkan kesyirikan dan malah menduakannya, sebab secara umum kaum muslimin bila berdzikir dengan kalimah ini biasanya suka asal saja dan tanpa tartil yang benar dalam pengucapannya, nah, jika salah mengucapkannya tentu mempunyai makna yang lain dari makna atau arti yang sebenarnya, sedangkan arti kalimah ini adalah tiada tuhan melainkan Allah Swt, jadi jika salah mengucapkannya maka besar kemungkinan artinya jadi lain dan malah bisa menyatakan tiada tuhan atau tuhan yang banyak lebih dari satu, na’udzubillahi mindzalik, kita berlindung kepada Allah Swt dari hal demikian yang dapat menyesatkan dan mendapat hadiah neraka jahannam karena telah menyekutukan Allah Swt, yang seharusnya Allah Swt maha satu dan tunggal tiada yang menyamai dan menyerupainya dengan sesuatu makhluk apapun juga yang hanya dia sendiri yang menciptakannya.
Tahlil ini berfaedah atau berpahala seberat bumi dan langit, ini dapat di ketahui dari hadist Rasulullah Saw mengenai fadhilah dzikir tahlil, tetapi hal yang demikian baru dapat di rasakan bila pelaksanaannya penuh khidmat dan takzim serta pengucapan yang tepat dan tidak tergesa – gesa, sifat tergesa – gesa adalah hanyalah milik iblis dan syaithan yang selalu di tularkannya kepada kaum muslimin atau para manusia, agar dapat membelokkan keimanan mereka dan menjadikan manusia temannya kelak di neraka jahannam yang merupakan ganjaran bagi manusia yang sesat. 
          Ucapkan dzikir ini secara santai dan tepat pada sasarannya, terutama ikhlas tanpa ada unsur apapun juga di dalamnya, jika sedemikian maka dapatlah di rasakan perasaan rendah diri dan tawadduk kepada Allah Swt, perasaan secara bathin hanya di dapatkan dengan melalui ibadah dzikir secara zahir dan bathin, dalam ajaran ibadah kepada Allah Swt menurut Thariqat Naqsyabandi mengenai dzikir tahlil ini telah di atur sedemikian rupa tata letak maqamat atau lathaifnya pada tubuh zahir atau jasmani manusia, dengan jalan dzikir ini maka seseorang hamba akan dapat merasakan kebesaran dan bukti akan Allah Swt yang maha esa, seseorang hamba yang selalu mewiridkan dzikir ini secara ikhlas akan mendapatkan keselamatan di dunia dan di akhirat serta merasakan limpahan karunia dan hidayah Allah Swt serta di bukakan baginya rahasia – rahasia alam malakut atau ghaib yang dapat lebih memantapkan tingkat keyakinan dan kedekatan seorang hamba kepadaNya, biasanya seseorang yang berdzikir tahlil dengan cara naqsyabandi secara umum pelajarannya adalah terdiri 5 (lima) maqamat atau lathaif yang mana tatkala berdzikir dengan ucapan La ilahaa illallah sambil menjalankannya di atas maqamat atau lathaif tersebut secara tertib dan berurutan, dengan ketepatannya berdzikir tersebut maka terbukalah alam kasyaf baginya akan kebesaran Allah Swt, tetapi hal itu adalah sebagian kecil dan umum saja, tetapi ajaran naqsyabandi sungguh luas pemahamannya dalam bidang dzikir kepada Allah Swt ini.
Dalam ajaran naqsyabandi dzikir tahlil ini luas pemecahan maqamatnya, bukan hanya terfokus pada 5 (lima) lathaif atau maqamat yang biasa di tunjukkan oleh guru mursyidnya saja, tetapi rahasia lathaif lainnya sungguh luas dan di sesuaikan dengan tingkatan perkembangan hasil dzikir dari seseorang yang melakukannya, salah satu pengembangan yang akan kami berikan jalan dzikirnya agar dapat lebih cepat timbulnya kehadiran hati terhadap Allah Swt, caranya adalah sebagai berikut :
  1. Silang antara maqam muhammad dengan maqam ibrahim, ini maksudnya adalah ketika seseorang berdzikir tahlil seperti biasa dan mendapatkan sesuatu rasa yang jika masih mempunyai sifat baharu atau muhaddas (manusia) yang buruk, maka dengan segera harus merubah maqam tahlilnya hanya kepada dua maqam di atas, ini di lakukan supaya penekanan akan sifat syukur dan ikhlas bisa timbul pada perasaan bathinnya, sebab jika seseorang hamba tidak dapat merasakan sifat tersebut, maka tidak akan di peroleh kelezatan dan kemanisannya beribadah kepada Allah Swt saat itu dan tidak akan dapat merasakan keikhlasan akan tunduk dan taat pada Allah Swt, nah, jika sifat syukur dan ikhlas muncul maka akan terbukalah pandang yang satu atas yang banyak (syuhud fill wahdah), ini menghasilkan perasaan muraqabah terhadap Allah Swt.
  2. Silang antara maqam musa dan maqam nuh (syuhud wahdah), laksanakan pertukaran maqam ini dari maqam lima yang di jalankan sesuai aturan dzikir tahlil, jika di rasakan pada saat berdzikir itu segala yang timbul adalah khayal atau angan – angan saja, sebab pada saat itu hal ini sering di bukakan pandangannya oleh iblis, jin dan syaithan, jadi jangan sampai di kira apa yang di rasakan saat dzikir tersebut adalah karunia Allah Swt, sebab belum tentu kebenarannya, ingatlah bahwa iblis, jin dan syaithan sangat ahli mengelabui manusia melalui pandangan khayal dan angan – angannya sendiri, jadi dia tanpa di sadari telah terkecoh dan terjerumus kepada kesyirikan, dengan merubahnya kepada dzikir pada maqam musa dan nuh maka akan dapat menimbulkan pandangan (kasyaf) yang di ridhai Allah Swt dan di percaya kebenarannya, ini menghasilkan perasaan muraqabah terhadap Allah Swt.
  3. Silang antara maqam muhammad dan maqam adam, ini di lakukan jika selama berdzikir tahlil belum mendapatkan perasaan apapun juga, dengan berpindah kepada methode ini maka di harapkan kepada Allah Swt agar memberikan limpahan rahman dan rahimNya akan terbukanya tirai keghaiban yang dapat meningkatkan keimanan dan keyakinan seseorang hamba, dengan arti kata bahwa terbukalah tirai daripada sifat kasyaf terhadap kebesaran Allah Swt yang meliputi alam semesta ini, ini menghasilkan perasaan muraqabah terhadap Allah Swt.
  4. Silang antara maqam musa dan maqam isa, seseorang hamba senantiasa hatinya selalu berkata – kata yang tiada tentu arah dan manfaatnya selama ia berdzikir, ini tidak lain adalah kerjanya iblis, jin dan syaithan untuk dapat menyesatkan ingatan seseorang hamba dalam berdzikir agar lari ingatnya kepada yang selain Allah Swt, dengan larinya ingatan seorang hamba maka akan dapat menggugurkan faedah dzikirnya tersebut dan tidak menghasilkan apa – apa, walapun dalam hal ini hamba tersebut tidak boleh berharap yang lain selain dari mengharapkan keridhaan dan limpahan karunia dariNya, jika selama berdzikir ini dapat mempertahankan ingatan hanya kepada Allah Swt dan selalu ingat akan makna dzikirnya tersebut maka dengan atas kehendak Allah Swt maka terbukalah alam musyahadah akan penyaksian alam kebesaran ilahiyyah.
  5. Silang antara maqam isa dan maqam nuh, hasil daripada dzikir dengan maqamat ini akan menimbulkan pandang yang banyak atas yang satu, artinya yang secara mudah adalah apapun pandangan bathin yang banyak atas segala sesuatu di alam ini apapun itu halnya, adalah pada hakikatnya satu juga yang menciptakannya, yaitu Allah Swt, dengan ini maka hancurlah sifat keinsanan (kemanusiaan) dan mengakui secara ikhlas dan tunduk sepenuhnya bahwa segala pengaturan alam ini hanya Allah Swt yang sanggup dan mampu mengaturnya karena dia adalah maha pencipta dan maha pengatur segala kejadian, jadi apapun yang terlihat pada pandangan bathin atau zahir yang banyak tersebut pada hakikatnya adalah satu juga yang menciptakannya, yaitu Allah Azza Wajalla yang maha agung dan maha suci, pengakuan yang ikhlas dan sejujurnya dari seseorang hamba dapat mengangkat nilai yang tinggi di sisi Allah Swt dan mendapatkan keridhaanNya dan ini menghasilkan perasaan muraqabah terhadap Allah Swt.

RAHASIA MERASAKAN WUKUF QALBIY

Sudah semestinya seseorang hamba jika benar – benar dan ingin lebih mendekatkan diri kepada penciptanya harus senantiasa beribadah yang yang tetap dan tidak naik turun kadarnya, biarpun beramal ibadah hanya sedikit tetapi secara terus menerus dan kontinyu, ini lebih berharga tinggi nilainya di sisi tuhan.
            Ingat akan Allah Swt sepanjang waktu dan berusaha dengan mengekalkan ingatan tersebut adalah merupakan suruhan dari Allah Swt dan sangat sering di anjurkan Rasulullah Saw kepada umat manusia, seseorang hamba yang beriman dan taat kepada khaliknya senantiasa menjaga ingatannya secara bulat dan penuh hanya kepada Allah Swt di manapun dan kapanpun.

            Dalam ajaran beribadah cara naqsyabandi wukuf dan markobah selalu menjadi prioritas yang selalu di perhatikan dan di instropeksikan secara rutin, sejauh mana ketetapan hatinya ingat akan Allah Swt dan sejauh mana pula hatinya lupa kepada Allah Swt di sebabkan oleh keduniaan yang selalu di bisikkan oleh musuh utama manusia, yaitu iblis dan syaithan.

            Jika di rasakan hatinya memang ingat kepada Allah Swt melalui dzikir dan pikirnya, maka sudah seharusnya ia bersyukur dan bertambah kemantapan keyakinan hatinya akan kebenaran bahwa Allah Swt telah mengaruniakan kepadanya berupa taufik dan hidayah seperti memberikan ingat yang tetap kepadaNya, jadi seseorang hamba harus bersyukur akan karuniaNya ini yang telah di berikan kepadanya. 

            Namun sebaliknya jika ingatannya sering lupa dan lalai kepada Allah Swt, hamba tersebut harus sesegera mungkin minta ampun kepada Allah Swt dan banyak – banyak bertaubat kepadaNya, karena hal ini menandakan bahwa ia tidak dalam lindungan dan rahmat Allah Swt yang di sebabkan oleh kesalahannya sendiri yang mengikuti bisikan iblis dan syaithan agar hatinya lupa kepada Allah Swt yang di sebabkan terlalu berlebihan memperturutkan hawa dan nafsunya serta keduniaan yang berlebihan di luar kewajaran kebutuhannya alias tamak dan serakah, hal ini selalu di tiupkan oleh iblis dan syaithan kedalam hati sanubari manusia supaya mereka lalai untuk ingat kepada Allah Swt dan bahkan juga malah malas mendirikan shalat wajib yang lima waktu, apalagi ibadah sunat nawafil yang lain.

            Thariqat Naqsyabandi mengajarkan beberapa cara dalam kehidupan sehari – hari agar umat manusia senantiasa dapat mengontrol ingatnya kepada Allah Swt dengan melalui beberapa cara atau latihan, cara tersebut mesti di pahami dahulunya dengan tingkatan – tingkatan yang di bawahnya, jika tingkatan cara dzikir sebelumnya tidak selalu di laksanakan, maka cara ini tidak akan efektif untuk mencari dan mengusahakan ketetapan ingat kepada Allah Swt.
            Adapun cara – cara yang di ajarkan oleh para guru mursyid naqsyabandi sehubungan dengan hal – hal yang di maksud adalah sebagai berikut :
  1. Pasang hasil wukuf dan markobah, syarat utama hal ini adalah maqamat dalam tubuh secara bathin mesti selalu berisi, jika maqamat tersebut berisi maka akan menimbulkan perasaan markobah, nah apa – apa yang di rasakan atau di timbulkan oleh akibat maqamat yang berisi tersebut maka itulah sarana yang di maksud untuk di pasang dan di kunci, artinya buatlah hal tersebut sebagai rabithah untuk mengunci ingatan hati kepada Allah Swt dan dapat merasakan kebesaran akan atau atas kekuasaan Allah Swt yang meliputi sekalian alam beserta isinya, jika hal ini betul – betul dapat di rasakan maka dengan kehendak izin dan karuniaNya dapatlah hamba tersebut mengerti akan betapa kebesaran kekuasaan Allah Swt terhadap segenap ciptaanNya.
  2. Hadirkan rabithah hasil dzikir sebelumnya, maknanya menyambung dari pengertian di atas adalah segenap apa yang di rasa, apa yang terlihat, dan apa yang di dengar, maka buatlah itu sebagai rabithah sarana untuk menetapkan ingatan kepada Allah Swt, sebab hal yang demikian adalah karena hidayah dan karunia dariNya jua.
  3. Munajat sekurang – kurangnya 7 (tujuh) kali, artinya pada tahap ini hendaklah seseorang mengucapkan do’a atau bermunajat kepada Allah Swt dengan maksud kira – kira hanya mengharapkan limpahan akan kasih, rahman dan rahim dariNya serta hanya mengharapkan keridhaan dari Allah Swt semata, jangan bermunajat minta apapun juga tetapi hanyalah memohon ridha Allah Swt untuk keselamatan dunia dan akhirat.
  4. Istighfar sekurang – kurangnya 100 (seratus) kali, ini berguna untuk sarana kebersihan hati sanubari dan mengakui akan kesalahan dan kelalaian yang di perbuat, dengan beristighfar maka akan semakin terasa keagungan Allah Swt yang maha pemberi ampunan dan pemberi taubat kepada hambaNya yang mau bertaubat, sekalipun dosa sebanyak buih di lautan, Rasulullah Saw saja setiap harinya beristighfar sekurang – kurangnya 70 (tujuh puluh) kali, apalagi kita hanya hamba biasa yang senantiasa paling banyak dosanya adalah lalai kepada Allah Swt yang telah memberikan apapun kebutuhan, maka sadarilah itu dan tinggikan rasa syukur kepadaNya.
  5. Hadirkan rabithah kembali, jika dalam bermunajat dan beristighfar terasa ingatan kepada Allah Swt berkurang maka upayakan kembali menghadirkan rabithah sebagaimana pengertiannya yang di atas, jangan menyimpang dari itu, sebab di khawatirkan akan terjun kepada jurang kesyirikan, jika terasa kurang jelas maka hendaklah bertanya caranya kepada pembimbing yang mengerti akan pelaksanaan hal tersebut.
  6. Munajat kembali, ini adalah untuk penekanan dan pemantapan tujuan kita akan cara ini adalah hanya untuk membulatkan ingatan kepadaNya dan mendapatkan ridha dariNya.
  7. Istighfar kembali, ini di maksudkan adalah untuk menguatkan perasaan bathin jika memang masih terasa juga bahwa keadaan hati susah dan payah untuk mendapatkan ketetapan ingatan kepada Allah Swt, ini di sebabkan oleh sifat iri dan dengkinya iblis dan syaithan yang pantang dan benci sekali ketika melihat seseorang hamba beribadah kepada Allah Swt, dan merekapun dengan gigihnya menghasut dan membisikkan kelalaian dan sifat syirik kedalam bathin hamba yang sedang beribadah tersebut.
  8. Hadirkan rabithah, pada tahap ini biasanya seseoprang hamba telah kuat kunci ingatannya kepada Allah Swt dengan hasil dzikir wukuf yang di hadapkan kepada Allah Swt yang Laitsa kamistlihi syai’un wahuwassami’ulbasyir (tiada seumpama atau serupa apapun juga dan dia maha mendengar lagi maha melihat), jadi hadapkan hasil riyadhah dzikir tersebut kehadapan Allah Swt kemana saja mata hati bathin berhadap, tetapi tetap berpegang teguh kepada ajaran Al-Qur’an, yaitu Fa’ainama tuwallu fassama wajhullah (kemana saja muka kamu berhadap maka di situlah wajah Allah Swt) dan hadapkan kepadaNya hati sanubari yang telah bulat ingatannya.
  9. Munajat kembali, apa – apa yang telah di rasakan dan di saksikan atau di dengar dan di lihat sehubungan hasil dari pada yang di atas, maka pertahankan serta kuatkan tekad dan bulatkan ingatan hanya mengharapkan ridha dan rahmat Allah Swt, maka dengan demikian mudah – mudahan kamu mendapat petunjuk akan bukti kebesaran dan keagungan Allah Swt yang rahmat dan rahimNya meliputi sekalian alam ini.
  10. Dzikir dan pikir akan kebesaran Allah Swt, dengan karunia yang di berikan Allah Swt pada ketentuan dan hasil yang di dapat sebagaimana yang di gambarkan di atas, maka lakukanlah tafakkur dan tinggikan perasaan syukur kepada Allah Swt, tetapi pada tahap ini ingatan tiada boleh lepas, sementara yang di lakukan hanyalah membulatkan ingatan kepada Allah Swt, biasanya pada tahap ini seseorang hamba mencapai tahap fanafillah, fana akan kebesaran Allah Swt atas alam semesta ini, dan sangat terasa betapa lemah dan hinanya makhluk di hadapan Allah Swt yang maha suci dan maha mulia dan maha segala – galanya, tiada kata yang bisa terucapkan pada saat – saat begini, kecuali hanya pengakuan kehambaan yang tulus akan kemuliaan Allah Swt yang maha agung, inilah salah satu karunia syurga yang di dapat dan di rasakan oleh seseorang hamba di dunia
Jika hal yang 10 (sepuluh) point di atas biasa dan sering di lakukan, maka sifat kelalaian seseorang hamba untuk ingat kepada Allah Swt akan jauh berkurang, sebab iblis dan syaithan tidak sanggup melawan kegigihan seseorang yang berusaha dengan keras untuk belajar ingat kepada Allah Swt, karena Allah Swt senantiasa memberi perlindungan kepada hambaNya yang rajin dan ulet untuk menuju kepadaNya…semoga Allah Swt merahmati kita umat Rasulullah Saw sekaliannya, amiin…

MAQAM CHALIFAH

Ketahuilah, dalam kehidupan kita sehari-hari, marilah kita sama-sama menerapkan akan hal di bawah ini untuk menjaga daripada cahaya hati kita agar mendapatkan ketetapan (istiqamah) dalam Rahman dan Rahim dari-NYA.
Penjagaan hati ini terdiri dari 8 (delapan) perkara yaitu :
1. Hush dar dam artinya : Menjaga napas secara sadar.Hush artinya "pikir". Dar artinya "dalam". Dam artinya "napas". pengertian dalam pelaksanaannya berikut ini : Dalam setiap tarikan nafas yang naik turun kita senantiasa berpikir akan kebesaran Allah. Hamba yang cerdas/bijak harus selalu mengontrol napasnya terhadap kelalaian, dalam keadaan menarik dan melepaskan nafas tersebut, dengan itulah selalu menjaga hatinya senantiasa hanya tertuju kepada Allah. Kita harus selalu menjaga napas dengan ingat berkekalan kepada Allah, sebab tiap tarikan dan hembusan napas yang demikian itu adalah akan hidup dan menyambung dengan Allah, tiap tarikan dan hembusan napas dengan kelalaian adalah akan mati dan terputus hubungan dengan Allah, ajaran ini di bangun atas teori dasar napas, jadi suatu keharusan bagi semuanya untuk menjaga napasnya pada waktu menarik dan menghembuskan, selalu menjaga napasnya dalam lingkungan ingat kepada-NYA di antara menarik dan menghembuskan napas sepanjang hidupnya. Nama Allah terdiri dari empat huruf : Alif, Lam, Lam dan Ha, dalam pengertian ini  di nyatakan bahwa Dzat Allah yang sempurna di katakan pada huruf terakhir yakni "Ha", huruf ini mewakili dialah yang maha ghaib dan sempurna. Lam adalah untuk (tacrif) menyatakan pencarian identitas, sedangkan Lam yang kedua adalah untuk mubalagha (penekanan). Seharusnya hal di ketahui oleh kita semua bahwa menjaga napas dari kelalaian ingat adalah suatu pekerjaan yang susah bagi seseorang, sehingga kita harus melakukan hal itu dengan cara mencari ampunan (istighfar) karena mencari ampunan akan membersihkan dan mensucikan diri kita dan akan menimbulkan keyakinan bahwa sesungguhnya Allah yang memang nyata berada di mana-mana.

2. Nazar bar qadam artinya : Mengintip langkah Itu artinya bahwa kita sewaktu berjalan hendaknya pandangan mata hanya tertuju kepada obyek (fokus). Kemanapun arah kakinya hendak dia tempatkan atau langkahkan, maka pandangan mata kita hendaknya tertuju kesitu pula. Jangan melemparkan pandangan kesana kemari, seperti melihat kekiri atau kekanan atau kedepan, agar pandangan yang satu tidak menutupi hatinya, karena timbulnay hijab/dinding kebanyakan di sebabkan pada hati yang liar (tidak tetap) selama melangkah dalam perjalanan tersebut, karena berbagai macam keinginan yang tercetak di dalam pikiran kita, berbagai gambaran itu, maka itu akan menjadi tabir yang akan menutup hati. Hati yang telah di bersihkan melalui zikir terus menerus akan menjadi cermin untuk penglihatan mata hati, maka dengan itulah kita di perintahkan untuk merendahkan pandangannya agar supaya tidak diserbu oleh anak panah syaithan. Merendahkan dan menafikan pandangan juga merupakan tanda kerendahan hati, orang yang bangga dan sombong tidak akan pernah melihat akan tujuan mereka, tetapi bila selalu melihat ke arah perjalanannya dengan fokus dan mantap, maka gerak menuju arah tujuannya akan tercapai.  Jika ini sudah tercapai, maka kita tidak melihat kemana-mana kecuali hanya kepada Tuhan, laksana seseorang yang ingin sampai ke tujuannya dengan cepat, demikian juga seseorang yang menuju Allah bergerak dengan cepat, tidak melihat ke kanan atau ke kirinya, tidak berbilang-bilang, tidak mudah terkagum akan apa yang di jumpainya, tidak melihat kepada keinginan duniawi, tetapi hanya melihat kepada Allah. Pandangan mendahului langkah dan langkah mengikuti pandangan....Ingatlah!!!!!!!!!! Untuk perjalanan yang meningkat/keatas (mi’raj) atau ke maqam yang lebih tinggi di mulai dengan pandangan yang satu, di ikuti dengan langkah, apabila langkah mencapai level tinggi dari pandangan, maka pandangan akan naik lagi ke tingkat berikutnya, atas itulah langkah juga mengikuti secara bergilir. Pandangan akan di angkat ke tempat yang lebih tinggi lagi dan langkah akan mengikutinya secara bergilir, dan begitu seterusnya sampai pandangan mencapai tingkat kesempurnaan, ke arah itulah langkah akan di tarik. Pahamilah..."Bila langkah mengikuti pandangan, maka kita telah mencapai tingkat kesiapan dalam mendekati langkah yang lurus dan benar, maka langkah yang lurus dan benar itu di sebut juga sebagai awal atau pertama dari semua langkah lainnya".

3. Syafar dar watan, artinya : Perjalanan kembali/p ulang.Maknanya adalah kita berjalan dari dunia menuju kepada dunia ibadah.
Rasulullah Saw mengatakan : "Saya akan mengunjungi Tuhanku dari satu maqam ke maqam yang lebih baik (tinggi) dan dari satu daerah ke daerah yang lebih tinggi". Artinya kita harus berjalan untuk kembali dari keinginan hal terlarang kepada keinginan untuk Allah. Di definisikan lagi :
a. Perjalanan Luar, artinya : Berjalan dari satu tempat ketempat yang lain guna menambah suatu ilmu dan amal, untuk lebih meningkatkan dan mendekatkan kita kepada Allah.
b. Perjalanan Dalam, artinya : Untuk kemantapan perjalanan luar, dalam perjalanan luar terdapat banyak sekali kesukaran yang berkemungkinan takkan sanggup di tanggung oleh kita, di khawatirkan malah akan jatuh kepada tindakan terlarang, ini di sebabkan karena masih dalam ibadahnya. Jika dua hal di atas dapat kita laksanakan dan meninggalkan akhlaq buruk mereka dan meningkatkan akhlaq yang lebih tinggi, menguasai akan semua keinginan dunia dari hatinya, maka kita akan di angkat oleh Allah dari keadaan yang tidak bersih kepada keadaan bersih dan suci.  Apabila telah di sucikan hatinya, maka membuatnya jernih seperti air, transparan bak kaca, mengkilap seperti cermin, di perlihatkan kebenaran dari semua hal dalam kehidupannya sehari-hari, dalam hatinya akan muncul semua hal yang di perlukan untuk kehidupannya dan untuk mereka yang berada di sekelilingnya.

4. Khalwat dar anjuman artinya : Sendiri dalam ramai.Khalwat artinya menyendiri secara sendirian atau berjama'ah, artinya tampak dari luar bersama-sama dengan manusia di sekelilingnya, sementara secara batin atau dalam hatinya senantiasa selalu ingat/bersama Allah, terdapat juga dua kategori “khalwat”, pertama adalah penyendirian eksternal dan kedua adalah penyendirian internal.
Khalwat ini ada dua macam :
a)      Khalwat dengan sendirinya pada suatu tempat yang tidak ada orang lain selain dari orang - orang yang khalwat, berkonsentrasi dan bermeditasi pada dzikir kepada Allah, dengan tujuan untuk mencapai kebenaran Allah menjadi nyata kebesaran-NYA (Tajalli).
b)      Khalwat yang menyendiri di antara keramaian (dalam lingkungan masyarakat), di sini kita hendaknya selalu hadir dengan Allah sambil secara zahirnya berada di tengah-tengah keramaian tersebut, selalu mengkaitkan dzikir sir (tersembunyi) dalam hati sanubari meskipun kita masuk dalam kancah keramaian manusia, usahakan secara selalu mengekalkan ingat kepada Allah, dalam keadaan ini adalah posisi yang tertinggi pada apa yang di namakan khalwat atau suluk, hal ini adalah benar dan lurus, sesuai dengan yang tersebut dalah qur'an "Orang-orang yang tak dapat di alihkan perhatiannya dari mengingat Allah oleh bisnis maupun keuntungan". Khalwat utama seorang Syeikh Thariqat adalah kesendirian dalam keramaian, mereka bersama Allah dan sekaligus bersama manusi,. seperti kata Rasulullah Saw : "Saya memiliki dua sisi, satu muka menghadap Al-Khaliq muka lainnya menghadap ciptaan (makhluq)". Syeikh Thariqat selalu menekankan kebaikan akan berjama’ah, bermajelis (berkumpul), Thariqat kita adalah persahabatan (kebersamaan), dan kebaikan berada dalam kebersamaan. Kesempurnaan bukan pada peragaan kekuatan karomah, tapi kesempurnaan adalah duduk bersama orang ramai (banyak), menjual dan membeli, menikah dan mempunyai anak, namun tak pernah meninggalkan kehadiran Allah dalam sekejap pun.
5.  Yad kard, artinya : Dzikir yang utama.Kita hendaknya melakukan dzikir dengan penolakan dan penerimaan, pada lidahnya senantiasa dzikir kepada Allah sampai mencapai keadaan muraqabah. Keadaan itu akan di capai pada tiap hari dengan ucapan : LA ILAHA ILLALLAH pada lidah, antara 5,000 dan 10,000 kali, membuang dari hatinya segala unsur yang akan mengotori dan membuat hatinya berkarat. Dzikir ini akan memoles hati dan membawa kita ke dalam kenyataan, kita harus melakukan dzikir harian itu sepanjang usia, baik dengan hati (syiir) atau dengan lidah jasmani secara luar dalam, membaca ALLAH-ALLAH dalam hati sanubari, yang akan mewakili (meliputi) semua asma dan sifat-NYA, atau dengan aturan napi istbat melalui penyebutan LA ILAHA ILLALLAH, dzikir ini akan membawa kita kepada pengakuan akan ke-esa-an Allah. Kita senantiasa hendaknya mengulang dzikir ini dengan setiap napas, menghirup dan meniup, selalu membuatnya mencapai hati, arti dari zikir ini adalah membawa  sasaran kita hanya satu-satunya kepada ALLAH dan tidak ada sasaran lain lagi bagi kita.

6.  Baz ghast, artinya : Pulang/kembali Keadaan ini di mana yang melakukan dzikir dengan sampai kepada pengertian ungkapan Rasulullah Saw, "Illahi anta maqsudi wa ridhaka matlubi" artinya : “Ya Allah, hanya engkaulah yang kumaksud dan keridhoan engkaulah yang kutuju". Munajat ini akan menambah kesadaran kita  tentang Ke-Esa-an Allah, sampai kita mencapai keadaan di mana keberadaan semua ciptaan (makhluq) lenyap dari pandangan mata, semua yang kita lihat, kemanapun kita memandang, adalah Allah. Kita membaca dzikir macam ini agar supaya menerangkan hati akan rahasia yang Maha Satu (Al-Ahad), dan untuk membuka diri kepada kenyataan Allah. Bagi pemula tidak boleh  meninggalkan dzikir ini bila dia tidak mendapatkan hasil/kekuatan itu muncul dalam hatinya, harus tetap membaca dzikir ini, karena Rasulullah Saw telah mengatakan : "Barang siapa meniru suatu golongan orang, dan akan menjadi bagian dari golongan itu". Makna Baz Ghast adalah kembali kepada Allah, dengan menunjukkan kepasrahan diri yang sempurna dan tunduk kepada kehendak-NYA, dan kerendahan diri ini akan sempurna dengan menyampaikan semua pujian kepada-NYA, Itulah alasan Rasulullah Saw menyebutkan dalam do’anya : "Ma dzakarnaka  aqqa dzikrika ya madzkar" artinya :  "Kami tidak mengingat engkau sebagaimana seharusnya engkau di ingat, Ya Allah". Kita tidak akan dapat datang kepada hadhirat Allah dalam dzikir, dan tidak dapat mengungkapkan Rahasia dan Sifat Allah dalam dzikir, bila tidak melaksanakan dzikir itu dengan dukungan Allah dan tanpa Allah mengingat mengingat balik akan diri kita. Singkatnya, kita tidak dapat melakukan zikir oleh atau dengan sendirinya, tanpa mengetahui bahwa Allah adalah justru yang sedang melakukan dzikir melalui diri hamba-NYA.

7. Nighah dast, artinya : Memperhatikan/perhatian. Senantiasa membuat suatu pandangan, artinya kita hendaknya mengendalikan hati dan melindunginya dengan cara mencegah masuknya pikiran buruk. Kecenderungan akan hal-hal yang buruk akan menghalangi hati dari Allah, bagi seseorang yang dapat melindungi hatinya dari kecenderungan buruk selama lima menit saja adalah merupakan sebuah hasil yang besar. Untuk ini saja dia sudah akan di akui sebagai seorang yang sampai, ajaran sufi/tasawwuf adalah sebuah kekuatan untuk melindungi hati dari pemikiran buruk dan menjaganya dari kecenderungan rendah. Barang siapa berhasil dengan di atas, dia akan mengerti hatinya, dan barang siapa mengerti akanj hatinya, tentu akan mengenali Tuhannya. Rasulullah Saw mengatakan :  "Barang siapa mengenal dirinya sendiri, niscaya akan mengenal Tuhannya".

8.      Yada dast, artinya : Ingatan. Membaca zikir akan melindungi hatinya dengan dalam tiap hembusan napas tanpa meninggalkan ingat Allah, hendaknya kita mempertahankan hati supaya selalu berada dan dekat dengan Allah. Ini akan membuat kita menyadari dan merasakan Cahaya (nur) dari Allah, kita harus membuang tiga dari empat bentuk pikiran yang terasa, yakni teorinya : Pikiran egois, Pikiran jahat, dan Pikiran malaikat, sambil mempertahankan dan membenarkan, kita hanya membentuk pikiran keempat, yaitu : Pikiran kebenaran, keyakinan, hal ini akan membimbing kita menuju ketingkat tinggi dari kesempurnaan dengan membuang semua khayalan dan hanya mengambil kebenaran yang benar adalah ESA-nya Allah.




RANGKUMAN AMALAN DZIKIR AN-NAQSYABANDI

Amalan ini di dasari dengan jalan memelihara keluar masuknya nafas, supaya hati tidak lupa kepada Allah, agar senantiasa tetap akan hadirnya Allah pada masuk dan keluarnya nafas, dalam menarik dan menghembuskan nafasnya, hendaklah selalu ingat serta hadir bersama Allah di dalam hati sanubari, ingat kepada Allah saat keluar masuknya nafas guna memudahkan jalan dekat kepada Allah dan di ridhai-Nya. Kajian ini sangat berguna untuk jalan atau membuat seorang anak manusia (hamba) supaya dapat mengontrol dirinya agar jangan sampai lupa kepada Allah, di samping dengan ibadah fardhu (wajib) yang di lakukan sebagai sifat penghambaan dan pengabdian terhadap Allah, amalan ini jika di lakukan dengan rutin (istiqamah) dapat menjaga seorang hamba dari sifat lalai atau lupa kepada Allah yang di sebabkan oleh bisikan syaithan pada jalan-jalan atau pintu masuk yang halus daripada manusia, jadi inilah upaya untuk jalan menuju kepada Allah yang Maha Agung dan Maha Suci.   
Penerapan dalam kesehariannya salah satunya menjaga jika ia (salik) berjalan, mestilah selalu menundukkan kepalanya, kalau tidak dapat di khawatirkan membuat hati bimbang dan ragu, maka dari itu kita harus memelihara hati dan terjadinya perpindahan sifat-sifat kemanusiaan yang kotor dan rendah, kepada sifat-sifat kemalaikatan yang bersih dan suci lagi penuh dengan ketaqwaan, karena itu wajiblah kita mengontrol hati, agar dalam hati kita tidak ada rasa cinta kepada makhluk selain dari Allah, setiap salik harus selalu menghadirkan hati kepada Allah dalam segala hal keadaan, baik di suasana sunyi maupun di tengah keramaian dunia. Suluk dalam hal ini terbagi dari 2 (dua) bagian, yakni ; Khalwat Lahir, yaitu orang yang sunyi di tengah keramaian, dan Khalwat Bathin, yaitu orang yang suluk senantiasa musyahadah kepada Allah dan menyaksikan rahasia-rahasia Allah, walaupun berada di tengah keramaian, dalam arti kata berkekalan dzikir (ingat) kepada Allah, baik dzikir izmu zat dengan membaca Allah…Allah…Allah maupun dengan dzikir napi istbat menyebut La ilahaa illallah, sampai yang di sebut itu terlihat di dalam dzikir yang hadir dan datang. Di luar suluk yang resmi, seorang salik harus memelihara hatinya dari kemasukan sesuatu yang dapat menggoda dan mengganggunya sedapat mungkin di dalam kesadarannya yang jernih, jika terjadi yang demikian walaupun hanya sebentar dapat menjadi masaalah besar, hal ini tidak boleh terjadi dalam ajaran ibadah cara thariqat.
Khattam Tawajjuh atau pemusatan perhatian sepenuhnya pada musyahadah yang menyaksikan keindahan kebesaran dan kemuliaan Allah terhadap Nur Dzat Ahdiyah, cahaya yang maha esa dengan tiada seumpama dengan apapun juga dan tanpa di sertai dengan kata-kata, hal ini dapat di capai oleh seorang hamba dalam menjalani ibadah cara suluk setelah dia mengalami fanafillah dan baqabillah yang baik.    
Pelajaran dalam ajaran ini ada mempunyai beberapa tingkatan yang di sesuaikan dengan tahap kebersihan jiwa dan hasil daripada pengamalan dzikirnya terhadap Allah, dengan di bimbing oleh seorang guru mursyid tentunya pada pembelajaran ini, semakin dekat seorang hamba dengan khalik-Nya, maka semakin naik pulalah tahapan tingkatan kajiannya dalam memperdalam ajaran dzikir ini, tingkatan dari ajaran dzikir ini terdiri sebagai berikut :

LATIFATUL QALBIY


Berhubungan dengan jantung jasmani, kira-kira dua jari di bawah susu kiri, dzikirnya sekurang-kurangnya 5000 dalam sehari semalam, ini wilayahnya Nabi Adam As, cahayanya kuning dan berasal dari tanah, angin dan api. Wilayah ini tempatnya sifat buruk pada manusia, yakni ; hawa nafsu, syaithan dan dunia, jika seorang hamba lkhlas dzikirnya pada wilayah ini, maka hilanglah itu daripadanya dan paling tidak berkurang, jadi sifat yang buruk pada wilayah ini jika di dzikirkan terus menerus, maka dapatlah menjelma atau masuklah sifat yang baik dan berakhlak, yaitu ; Iman, Islam, Tauhid dan Ma’rifat.
Uraian latifah ini adalah merupakan sentral daripada ruhaniah manusia, wilayah ini merupakan induk dari latifah-latifah lainnya, yaitu hati sanubari manusia itu sendiri. Madzmumahnya adalah hawa nafsu yang buruk itu mengikut kepada kehendak iblis dan syaithan, cinta dunia, kafir dan syirik bertempatkan pada wilayah ini.
Madzmudahnya ialah Iman, Islam, Tauhid dan Ma’rifat serta sifat-sifat malaikat, melalui dzikir pada latifatul qalbiy menjelmalah sifat madzmudah tadi kedalamnya, justru inilah di tuntut seorang hamba supaya rajin-rajin membersihkan wilayah ini dengan dzikrullah.
Jika seorang hamba betul-betul ikhlas dan rajin berdzikir pada wilayah ini dan beristiqamah, maka insya Allah terbukalah rahasia gaib alam jabarud dan alam malakut dengan izin dan kehendak-Nya, dia mendapatkan ilham dan karunia daripada-Nya dan itu ini di katakan sunnah dan thariqat Nabi Adam As.
Puncaknya adalah fana pada Af’al Allah, munculnya mati tabi’i, mati yang di maksudkan di sini adalah matinya hawa nafsu dan hiduplah hati sanubari. Mati Tabi’i artinya perasaan lahiriah orang yang berdzikir menjadi hilang, fana pendengaran dan penglihatan lahiriahnya, sehingga tidak berfungsi lagi, yang berfungsi adalah pendengaran dan penglihatan bathinnya yang memancar dari lubuk hatinya, sehingga terdengar dan terlihat adalah lapzul jalalah, dalam keadaan demikian akal dan pikiran tidak berjalan lagi, tetapi hanyalah ilham dari Allah yang merupakan nur illahi itulah yang terbit dari orang yang berdzikir, sehingga hatinya muhadharoh hadir bersama Allah. Mati Tabi’i juga merupakan lompatan dari pintu fana yang pertama, oleh sebab di terimanya dzikir seorang hamba oleh Allah dan ini merupakan hasil dari mujahadahnya dan merupakan rahmat dan karunia dari Allah, juga merupakan fanafillah di mana gerak dan diam tidak ada kecuali dari Allah.

LATIFATUL RUH


Berhubungan dengan rabu jasmani dua jari di bawah susu kanan, dzikirnya sekurang-kurangnya 1000 kali dalam sehari semalam, ini adalah wilayahnya Nabi Ibrahim As dan bercahaya merah, maqam ini berasal dari api. Maqam ini adalah tempatnya sifat madzmumah yaitu tamak, rakus dan bakhil, jika ikhlas dzikirnya maka masuklah dan berganti dengan sifat madzmudah, yaitu Khana’ah dalam arti memadai ianya akan apa ada adanya. Sifat buruk ini seperti, loba, tamak, rakus dan bakhil adalah salah satu sifat yang tidak di sukai oleh Allah dan Rasul-Nya, sifat bathiniah yang buruk seperti ini tidak ubahnya seperti binatang yang suka menurut akan hawa nafsunya, jadi dengan rajinnya mengobati sifat ini dengan dzikir pada maqam tersebut di atas adalah dapat berganti sifas yang di sukai Allah dan Rasul-Nya, seperti merasa selalu bersyukur dan menerima apa adanya yang telah di tetapkan oleh Allah, usaha untuk merubah sifat ini adalah dengan cara yang wajar melalui dzikir kepada Allah dengan seperti cara yang di ajarkan oleh Thariqat An- Naqsyabandi. Puncaknya pada dzikir adalah maqam fanafil asma dan mati ma’nawi, artinya semua sifat keinsanan manusia telah lebur dan lenyap di liputi oleh sifat ketuhanan yang di namakan dengan fanafisifattillah, sifat yang baharu dan sifat yang kekurangan pada diri seseorang yang berdzikir jadi lenyap atau fana, yang tinggal hanyalah sifat tuhan yang maha sempurna dan azali. Pendengaran dan penglihatan lahir menjadi hilang lenyap, yang tinggal hanyalah pendengaran bathin dan penglihatan bathin yang memancarkan nur illahi, yang terbit dari dalam hati yang dapat memancarkan ilham dari Allah, mati ma’nawi ini merupakan pintu fana yang kedua dan di terima oleh seseorang berdzikir, ini merupakan hasil mujahadahnya dan merupakan rahmat dan karunia dari Allah jika ikhlas dzikirnya.

LATHIFATUL SIRRI


Berhubungan dengan hati jasmani kira-kira dua jari di atas susu kiri, dzikirnya dalam sehari semalam sekurang-kurangnya 1000 kali, ini wilayahnya Nabi Musa As dan bercahaya putih asalnya dari angin, maqam ini tempatnya sifat madzmumah pada manusia, yaitu pemarah, pembengis, emosi tinggi dan penaik darah dan pendendam, jadi kita harus berdzikir di tempat ini jika ingin menghilangkan sifat buruk tersebut dari bathin kita, jika ikhlas dzikirnya pada tempat ini maka akan bergantilah sifat buruk tadi menjadi sifat yang terpuji, seperti pengasih, penyayang, baik budi bahasa dan pekertinya. Sifat ini di katakan seperti sifat binatang buas yang suka berbuat onar, kekejaman, penganiayaan, penindasan, permusuhan dan pendzaliman sesama, dan sebagai madzmudahnya adalah manakala lenyap sifat buruk di atas dan berganti dengan sifat kesempurnaan, terutama rahman dan rahim, ini di katakan adalah sunah dan thariqatnya Nabi Musa As. Puncaknya pada maqam ini adalah fanafisifattisubutiah dan mati sirri, mati sirri artinya segala sifat keinsanan menjadi lenyap dan berganti fana, demikian juga dengan alam yang wujud ini menjadi lenyap dan di telan oleh alam ghaib, alam malakul yang penuh dengan nur illahi, mendapat karunia mati sirri ini adalah bergelimang baqa finurillah, yaitu nur af’al Allah, nur asma Allah, nur zat Allah dan nurran ‘ala nurrin, cahaya di atas cahaya Allah, di mana Allah memberikan karunia itu kepada siapa saja yang dia kehendaki.  
 LATHIFATUL KHAFI          
Berhubungan dengan limpa jasmani kira-kira dua jari di atas susu kanan, berdzikir pada maqam ini dalam sehari semalam sekurang-kurangnya 1000 kali, ini adalah wilayahnya Nabi Isa As dengan bercahayakan hitam dan berasal dari air. Ini adalah tempatnya sifat madzmumah pada manusia, seperti busuk hati, munafik, pendusta, mungkir janji, penghianat dan tidak dapat di percaya, nah jika ikhlas dzikir pada tempat ini maka hilanglah sifat yang demikian dan berganti dengan sifat yang terpuji, seperti ridha dan syukur, madzmumahnya lathifatul khafi ini di katakan dengan sifat syaithan yang menimbulkan was-was, cemburu, dusta dan sebagainya yang sejenis, dan mahmudahnya adalah sifat syukur dan ridha serta sabar dan tawakkal, ini di katakan dengan sunahnya Nabi Isa As. Puncaknya adalah fana fissifatis salbiyah dan mati hissi, mati hissi artinya segala sifat keinsanan yang baharu menjadi lenyap atau fana dan yang tinggal hanyalah sifat tuhan yang qadim azali, ada tingkat ini tanjakan bathin seorang yang berdzikir telah mencapai tingkat tertinggi, yaitu tingkat ma’rifat, pada tingkat ini orang yang berdzikir telah mengalami keadaan yang tidak pernah di lihat oleh mata dzahir, tidak opernah di dengar telinga zahir dan tidak pernah terlintas dalam hati sanubari manusia dan tidak mungkin pula bisa di sifati oleh sifat manusia kecuali yang telah di karuniakan oleh Allah dengan seperti pada jalan tersebut di atas.

LATHIFATUL AKHFA 


Berhubungan dengan empedu jasmani kira-kira di tengah dada, dzikirnya sekurang-kurangnya dalam sehari semalam adalah 1000 kali, ini merupakan wilayahnya Nabi Muhammad Saw dan bercahaya hijau serta berasal dari tanah, tempat sifat takbur, ria, ujub dan suma’ah, ini harus kita hilangkan dengan berdzikir pada maqam ini agar dapat berganti dengan sifat tawadduk, ikhlas, sabar dan tawakkal kepada Allah. Sifat segala keakuan seperti sombong, takbur, ria, loba, ujub dan tamak serta bersikap akulah yang terpandai, akulah yang terkaya, akulah yang tergagah, tercantik dan lain sebagainya, maqam ini juga di katakan dengan sifat rububiyah atau rabbaniyah dan hanya pantas bagi Allah, sebab dialah yang pada hakikatnya yang memiliki, mengatur alam semesta ini, sifat baik pada maqam di dapatkan jika berdzikir dengan ikhlas adalah khusyu’, tawadduk, tawakkal dan ikhlas sebenar ikhlas, selalu tafakkur akan keagungan Allah dan ini di katakan dengan sunahnya dan thariqatnya Nabi Muhammad Saw, puncaknya adalah fana fidzzat, almuhallakah.

LATHIFATUL NAFSUN NATIKAH


Berhubungan dengan otak jasmani terletak di tengah-tengah dahi, berdzikir pada maqam ini dalam sehari semalam adalah sebanyak 1000 kali sekurang-kurangnya, ini adalah wilayahnya Nabi Nuh As dan bercahaya biru serta tempat sifat buruk pada manusia yaitu khayal dan angan-angan, oleh karena itu kikislah sifat tersebut dengan berdzikir secara ikhlas pada tempat ini, agar berganti dengan sifat muthma’innah, yaitu sifat dan nafsu yang tenang. Buruknya pada tempat ini adalah selalu panjang angan-angan, banyak khayal dan selalu merencanakan selalu yang jahat untuk memuaskan hawa nafsu, sifat baiknya adalah nafsu muthma’innah yaitu sifat yang sakinah, aman, tenteram serta berpikiran yang tenang, ini di katakan dengan sunnah thariqatnya Nabi Nuh As, puncaknya adalah mati hissi.

LATHIFATUL KULLU JASAD


Berhubungan dengan selurh badan atau jasad zahir, berdzikir pada maqam ini dalam sehari semalam sekurang-kurangnya 11.000 kali, ini adalah tempatnya sifat buruk manusia, yaitu jahil dan lalai, seseorang yang dzikirnya ikhlas pada tempat ini dapat menimbulkan ilmu dan amal yang di ridhai oleh Allah. Dzikir ini di sebut juga dengan dzikir sultan aulia Allah, artinya raja sekalian dzikir dan di jalankan melalui seluruh badan, tulang belulang, kulit, urat dan daging di luar maupun di dalam, di tempat ini dzikir Allah…Allah…Allah pada penjuru anggota badan beserta ruas dari ujung rambut sampai ujung kaki hingga tembus keluar yakni bulu roma pada sekujur tubuh atau badan, agar dapat menghilangkan sifat malas dan lalai beribadah kepada Allah. Untuk menghantam seluruh sifat malas dan lalai tersebut haruslah di laksanakan dengan sepenuh hati yang ikhlas, menurut kajian pengamal ajaran cara ibadah tasawwuf bahwa iblis dan syaithan bisa masuk melalui dan menetap pada seluruh bagian tubuh, karena itu perlu di getar dengan dzikirullah sehingga dzikirullah menetap di tempat itu dengan sendirinya dan tentu saja tidak ada lagi jalan iblis atau syetan untuk dapat memasuki tubuh dzahir dan merasuk kedalam bathin manusia untuk membisikkan segala perbuatan jahat yang tercela di hadapan Allah. Sifat yang masuk pada maqam ini setelah dzikir tersebut adalah ilmu dan amal yang di ridhai oleh Allah, dia berilmu sesuai dengan Al-Qur’an dan Syari’at serta sunnah Rasul Saw, hakikat cahaya pada maqam ini adalah nuurus samawi dan di katakan dengan sunah dan thariqatnya orang alim dan ma’rifat kepada Allah, puncak pada dzikir ini adalah mati hissi yang perupakan pokok dan mendasari dzikir-dzikir yang lain di atasnya, karena itu para pengamal ajaran ini harus mengkhatamkannya sekurang-kurangnya 11.000 sehari semalam. Dzikir lathaif inilah merupakan senjata paling ampuh untuk mengusir dan membasmi sifat madzmumah yang ada pada 7 (tujuh) lathaif tadi, segala sifat madzmumah atau sifat buruk ini di tunggangi oleh iblis dan syaithan   

 

 

WUKUF

Wukuf ini menurut ajaran Syeikh Muhammad Bukhari Baha’uddin Naqsyabandi, pertama-tama di dasari dengan 3 (tiga) tahapan, yaitu ;

Wukuf Samani;

Artinya : Kontrol yang di lakukan oleh seorang salik terhadap ingat atau tidaknya dia kepada Allah sekurang-kurangnya dua atau tiga jam, jika dia ternyata dalam keadaan ingat kepada Allah dalam pada waktu tersebut, ia harus bersyukur kepada Allah, jika ternyata dia tidak ingat kepada Allah, ia harus banyak-banyak melakukan taubat kepada Allah dan usahakan dengan sekeras mungkin supaya kembali ingat kepada Allah.

Wukuf ‘Adadi;

Artinya : senantiasa memelihara bilangan ganjil dan menyelesaikan dzikir napi istbat pada setiap dzikir tersebut di akhiri, jangan di akhiri dengan bilangan yang genap, tetapi mestilah bilangan yang ganjil, seperti ; 3, 5 atau 7 dan seterusnya.

Wukuf Qalby;

Artinya : Keadaan hati seorang yang suluk, selalu hadir kepada Allah, pikiran yang ada terlebih dahulu di hilangkan dari perasaan, kemudian sekalian panca indera yang lima tawajjuh dengan mata hati yang hakiki untuk menyelami ma’rifat kepada Allah, tidak ada luang sedikitpun di dalam hati selain kasih Allah.
Dzikir wukuf menghadirkan seluruh lathaif dan seluruh anggota badan serta ruas-ruasnya di hadirkan kepada zat yang tanpa rupa dan bentuk, penghadiran tanpa menyertakan dzikir ismu zat, tapi hadir di haribaan dzat yang di namai Allah, yaitu Allah. Dzikir wukuf adalah Dzikir diam dengan semata-mata mengingat Allah, yaitu mengingat dzat Allah yang bersifat dengan segala sifat sempurna dan suci atau jauh dari segala sefat kekurangan, segala sifat kesempurnaan hanya di miliki oleh Allah, jadi sifat kekurangan adalah milik kita dan untuk meningkatkan sifat yang kurang sempurna itu menjadi lebih sempurna, maka inilah yang kita harapkan rahmat dan ridha Allah. Dzikir wukuf ini di rangkaikan setelah selesai melaksanakan Dzikir ismu dzat atau dzikir lathaif atau dzikir napi istbat, dzikir wukuf ini di laksanakan dalam rangka menutup dzikir yang lain sebelumnya.



PENGERTIAN MURAQABAH

Dzikir muraqabah ialah berkekalannya seorang hamba, ingat bahwa dirinya senantiasa di monitor oleh Allah dalam seluruh tingkah lakunya. Muraqabah artinya saling mengawasi, saling mengintai dan saling memperhatikan, dalam kajian tasawwuf atau thariqat, muraqabah dalam pengertian bahasa tersebut, yaitu terjadinya sesuatu antara hamba dengan khalik-Nya. Jenis muraqabah ini dalam ajaran ibadah cara Thariqat Naqsyabandi banyak, yang hanya di beri penjelasan melalui artikel ini hanya secara umum, kajian muraqabah ini di dasari dengan firman Allah dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai berikut :  
 “Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk sembahyang).” Al-Qur’an Surah Asy-Syu’ara Ayat 218.
“Dan (melihat pula) perubahan gerak badanmu di antara orang - orang yang sujud.” Al-Qur’an Surah Asy-Syu’ara Ayat 219.       
“Sesungguhnya bagi Allah tidak ada satupun yang tersembunyi di bumi dan tidak (pula) di langit.” Al-Qur’an Surah Ali Imran Ayat 5.       
“Dan adalah Allah Maha mengawasi segala sesuatu.” Al-Qur’an Surah Al-Ahzab Ayat 52.
“Apakah Tuhan yang menjaga Setiap diri terhadap apa yang diperbuatnya (sama dengan yang tidak demikian sifatnya)?”. Al-Qur’an Surah Ar-Ra’d Ayat 33.
“Tidaklah Dia mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya?”. Al-Qur’an Surah Al-‘Alaq Ayat 14.          “Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”. Al-Qur’an Surah An-Nisa’ Ayat 1. 
“Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepadanya. yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya”. Al-Qur’an Surah Al-Bayyinah Ayat 8.         Rasulullah Saw bersabda : “Hendaklah engkau menyembah kepada Allah seolah engkau melihat Allah dan jika engkau tidak dapat melihat melihat Allah, maka sesungguhnya Allah melihat akan kamu”. Hadist riwayat Muslim.     Dari Abu Ya'la yaitu Syaddad bin Aus Ra, dari Nabi Saw, sabdanya : "Orang yang cerdik -berakal ialah orang yang memperhitungkan keadaan dirinya dan suka beramal untuk mencari bekal sesudah matinya, sedangkan orang yang lemah ialah orang yang dirinya selalu mengikuti hawa nafsunya dan mengharap-harapkan kemurahan atas Allah, yakni mengharap-harapkan kebahagiaan dan pengampunan di akhirat, tanpa beramal shalih." Di riwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi. Dari Anas Ra katanya : "Sesungguhnya engkau semua pasti melakukan berbagai amalan -yang di remehkannya sebab di anggap dosa kecil-kecil saja, yang amalan-amalan itu adalah lebih halus dan lebih kecil menurut pandangan matamu daripada sehelai rambut, tetapi kita semua di zaman Rasulullah menganggapnya termasuk golongan dosa-dosa yang merusakkan, menyebabkan kecelakaan dan kesengsaraan." Di riwayatkan oleh Imam Bukhari. Dari ayat dan hadist tersebut di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa markobah berarti mawas diri seorang hamba terhadap khaliknya bahwasanya Allah mengawasi, mengintai dan memperhatikan setiap niat dan amalan hambanya, sebaliknya seorang hamba harus mawas diri terhadap hati, niat dan amal yang dia kerjakan untuk melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya.Seorang hamba harus melaksanakan perhitungan terhadap dirinya sendiri tentang apa yang telah di laksanakannya di masa yang telah lalu atau lampau dan karena itu harus bertekad merumuskan yang baik dan meningkatkannya di masa mendatang semata-mata karena Allah serta mengharapkan ridha Allah. Muraqabah juga adalah sarana mengevaluasi diri sehabis beramal, guna memperbaiki dan meningkatkan amalan-amalan yang akan datang, yang menyangkut dalam pelaksanaan istighfar dan taubat serta terhadap dosa-dosa yang telah terlanjur di laksanakan pada masa lampau dengan perasaan menyesal dan takut terulang lagi, begitu juga orang yang belum mengukuhkan rasa takutnya kepada Allah. Mawas dirinya terhadap Allah dapat membukakan atau mencapai kasyaf (terbuka tabir antara hamba dengan tuhannya) dan syahadah (menyaksikan) akan keutamaan dan hikmah, muraqabah dari seseorang hamba terlihat bahwa dia selalu dalam keadaan ridha dan ingin meningkatkan amal-amal shalihnya. Bentuk pelaksanaan Dzikir muraqabah di rangkaikan dengan akan selesainya atau ada hasil daripada dzikir sebelumnya, seperti dzikir lathaif dan napi istbat.

1. DZIKIR MURAQABATUL ‘ITHLAQ

Dzikir muraqabatul ‘ithlaq adalah di mana seseorang berdzikir dan ingat kepada dzat Allah, bahwa Allah mengetahui keadaan-keadaanya, maka Allah melihat perbuatan-perbuatannya dan Allah mendengar perkataan-perkataannya.

2. DZIKIR MURAQABATUL AHDIYAH AF’AL

Berkekalannya seorang hamba bertawajjuh serta memandang zat Allah Swt yang bersifat dengan segala sifat yang sempurna serta suci bersih dari segala sifat kekurangan. Dzikir ini di mana seorang hamba berDzikir dan ingat kepada zat Allah Swt, bahwa Allah Swt maha pencipta dan maha suci dan mengerjakan segala sesuatu yang dia kehendaki.“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu". As-Shaffaat Ayat 96. “Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang Dia kehendaki.” Al-Qur'an Surah Huud Ayat 107.           
 

3. DZIKIR MURAQABATUL MA’IYAH

Muraqabatul Ma’iyah adalah berkekalannya seorang hamba yang bertawajjuh serta memandang kepada Allah, yang mengintai di mana saja hamba itu berada, sesuai dengan firman Allah sebagai berikut : “Dan Dia bersama kamu di mama saja kamu berada, dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.”Al-Qur’an Surah Al-Hadid Ayat 4.

4. DZIKIR MURAQABTUL ‘AGHRABIYAH

Dalam kajian Thariqat Naqsyabandi, para salik di ajarkan Tahlil Lisan yang berbilang sebelum di ajarkan Dzikir Muraqabtul ‘Aghrabiyah walaupun dzikir ini juga menggunakan tahlil, menurut Syeikh Sulaiman Zuhdi, Dzikir Muraqabatul ‘Aghrabiyah adalah berkekalannya seorang hamba yang bertawajjuh serta memandang betapa dekatnya Allah dengan hamba-Nya, yaitu sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur’an, yaitu “Dan kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.”Al-Qur’an Surah Qaaf Ayat 16.

5. DZIKIR MURAQABTUL AHDIYATUZZAT


Pengertian dzikir ini adalah berkekalannya seorang hamba yang bertawajjuh, serta memandang kepada Allah yang Maha Esa, dan dzat-Nya yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu dan lagi ia-Nya berdiri sendiri. Dzikir ini di mana seseorang hamba yang berdzikir dan dan ingat kepada dzat Allah, tiada sekutu bagi-Nya, tiada dzat yang Maha Esa kecuali Allah itu sendiri, segala sesuatu itu tergantung kepada Allah. “Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.” Al-Qur’an Surah Al-Ikhlas Ayat 2.

6. DZIKIR MURAQABATUZZ ZALISH SHARFI WAL BAHTI

Dzikir Muraqabatuzz Zalish Sharfi Wal Bahti adalah berkekalannya seorang hamba yang bertawajjuh serta memandang kepada Dzat Allah yang merupakan sumber timbulnya kesempurnaan sifat yang mengikuti pada akhlak kenabian, kerasulan dan ‘ulul azmi, juga dzikir ini di mana seseorang yang berdzikir dan ingat kepada Allah, bahwa Allah Maha Suci, Allah sajalah yang menentukan dan mentasharuffkan segala sesuatu, Allah menetapkan kenabian, kerasulan, ‘ulul azmi dan lain-lain sebagainya. Firman Allah : "Demikianlah, Allah berbuat apa yang di kehendaki-Nya". Al-Qur’an Surah Ali Imran Ayat 40. “Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.” Al-Qur’an Surah Al-Hajj Ayat 14. Dalam

MENJAGA DZIKIR DI LUAR SULUK

kehidupan kita sehari-hari di luar kegiatan suluk, kajian ini sangat penting  di terapkan untuk menjaga daripada nur (cahaya) keimanan hati kita kepada Allah, agar senantiasa mendapatkan ketetapan (istiqamah) dalam menetapkan ingat kepada Allah, hal ini terdiri dari 8 (delapan) perkara, yaitu :

1. Hush dar dam artinya : Menjaga napas secara sadar dan di sengaja.

Dalam setiap tarikan nafas yang naik turun kita senantiasa berpikir akan kebesaran Allah, hamba yang cerdas dan bijak harus selalu mengontrol napasnya terhadap kelalaian, dalam keadaan hal menarik dan melepaskan nafas tersebut, dengan itulah selalu menjaga hatinya senantiasa hanya tertuju kepada Allah. Kita harus selalu menjaga napas dengan ingat berkekalan kepada Allah, sebab tiap tarikan dan hembusan napas yang demikian itu adalah akan hidup dan menyambung dengan Allah, tiap tarikan dan hembusan napas dengan kelalaian adalah akan mati dan terputus hubungan dengan Allah, ajaran ini di bangun atas teori dasar napas, jadi suatu keharusan bagi semuanya untuk menjaga napasnya pada waktu menarik dan menghembuskan, selalu menjaga napasnya dalam lingkungan ingat kepada-NYA di antara menarik dan menghembuskan napas sepanjang hidupnya. Nama Allah terdiri dari empat huruf : Alif, Lam, Lam dan Ha, dalam pengertian ini  di nyatakan bahwa dzat Allah yang sempurna di katakan pada huruf terakhir yakni "Ha", huruf ini mewakili dialah yang Maha Ghaib dan Maha Lathif serta tentu saja sempurna. Lam adalah untuk (tacrif) menyatakan identitas yang di cari, sedangkan Lam yang kedua adalah untuk mubalagha (penekanan) yang di cari, hal ini identik dengan dzikir napi istbat Seharusnya hal di ketahui oleh kita semua, bahwa menjaga napas dari kelalaian ingat adalah suatu pekerjaan yang susah bagi seseorang, sehingga kita harus melakukan hal itu dengan cara selalu mencari ampunan (istighfar), karena mencari ampunan akan membersihkan dan mensucikan diri kita dan akan menimbulkan keyakinan bahwa sesungguhnya Allah yang memang nyata berada di mana-mana.

2. Nazar bar qadam artinya : Mengintip dalam setiap langkah kemanapun.

Ini artinya bahwa kita dalam berjalan di kehidupan ini hendaknya pandangan mata hanya tertuju kepada obyek (fokus), yaitu keridhaan Allah. Kemanapun arah kakinya hendak dia tempatkan atau langkahkan, maka pandangan mata kita hendaknya tertuju kesitu pula. Jangan melemparkan pandangan kesana kemari, seperti melihat kekiri atau kekanan atau kedepan, agar pandangan yang satu tidak menutupi hatinya, karena timbulnya hijab (dinding), kebanyakan di sebabkan pada hati yang liar (tidak tetap), selama melangkah dalam perjalanan tersebut, karena berbagai macam keinginan yang tercetak di dalam pikiran kita senantiasa di bisikkan oleh syaithan dengan tiada henti-hentinya, berbagai macam gambaran dan khayalan itu, akan menjadi tabir yang akan menutup hati. Hati yang telah di bersihkan melalui dzikir terus menerus, akan menjadi cermin untuk penglihatan mata hati, maka dengan itulah kita di perintahkan untuk merendahkan pandangannya agar supaya tidak di serbu oleh anak panah syaithan. Merendahkan dan menafikan pandangan juga merupakan tanda kerendahan hati, orang yang bangga dan sombong, tidak akan pernah melihat akan tujuan mereka, tetapi bila selalu melihat ke arah perjalanannya dengan fokus dan mantap hanya kepada Allah, maka gerak menuju arah tujuannya akan tercapai dengan kehendak-Nya insya Allah. Jika ini sudah tercapai, maka kita secara otomatis tidak akan melihat kemana-mana kecuali hanya kepada Tuhan, laksana seseorang yang ingin sampai ke tujuannya dengan cepat, demikian juga seseorang yang menuju Allah bergerak dengan cepat, tidak melihat ke kanan atau ke kirinya, tidak berbilang-bilang dalam beribadah, tetapi selalu dan selalu terus menerus, tidak juga mudah terkagum-kagum akan apa yang di jumpainya, tidak melihat kepada keinginan duniawi, tetapi hanya melihat kepada Allah.
Pandangan mendahului langkah dan langkah mengikuti pandangan....Ingatlah!!!!!!!!!!, untuk perjalanan yang meningkat keatas (mi’raj) ini, atau ke maqam yang lebih tinggi, di mulai dengan pandangan yang satu, di ikuti dengan langkah, apabila langkah mencapai level tinggi dari pandangan, maka pandangan akan naik lagi ke tingkat berikutnya, atas itulah langkah juga mengikuti secara bergilir. Pandangan akan di angkat ke tempat yang lebih tinggi lagi dan langkah akan mengikutinya secara bergilir, dan begitu seterusnya sampai pandangan mencapai tingkat kesempurnaan, ke arah itulah langkah akan di tarik dan di lakukan. Pahamilah..."Bila langkah mengikuti pandangan, maka kita telah mencapai tingkat kesiapan dalam mendekati langkah yang lurus dan benar, maka langkah yang lurus dan benar itu di sebut juga sebagai awal atau pertama dari semua langkah lainnya".

3. Syafar dar watan, artinya : Perjalanan kembali (pulang) dalam arti kata “Hijrah.”

Maknanya adalah kita selalu mengupayakan dalam kehidupan ini adalah berjalan atau hijrah, dari dunia yang penuh dengan hawa, nafsu dan syahwat ini, menuju kepada dunia ibadah. Rasulullah Saw mengatakan : "Saya akan mengunjungi Tuhanku dari satu maqam ke maqam yang lebih baik (tinggi) dan dari satu daerah ke daerah yang lebih tinggi". Artinya kita harus berjalan untuk kembali dari keinginan hal terlarang kepada keinginan untuk Allah.” Di uraikan lagi adalah sebagai berikut :
a. Perjalanan Luar, artinya berjalan atau hijrah, dari satu tempat ketempat yang lain guna menambah suatu ilmu dan amal (hijrah dari kebodohan kepada berilmu pengetahuan “tentang ibadah”), untuk lebih meningkatkan dan mendekatkan kita kepada Allah, guna mengangkat cara ibadah kita, dari yang kurang baik kepada yang lebih baik, mengingat dalam ibadah banyak terselip hal-hal yang dapat mengugurkan amal ibadah.
b. Perjalanan Dalam, artinya untuk kemantapan dalam melakukan perjalanan luar di atas, dalam perjalanan luar terdapat banyak sekali kesukaran yang berkemungkinan takkan sanggup di tanggung oleh kita, di khawatirkan malah akan jatuh kepada tindakan terlarang, ini di sebabkan karena masih banyak kendala dalam tata cara ibadahnya dalam praktek secara langsung, oleh karena itu alngkah baiknya jika dalam hijrah yang di atas tadi, maka sebaiknya di laksanakan ibadah rutin (istiqamah) kepada Allah tanpa mohon akan rahmat dan karunia-Nya, karena dalam mencari ilmu untuk beramal sangat besar faedahnya di sisi Allah. Jika dua hal di atas dapat kita laksanakan dengan baik, dan meninggalkan perilaku akhlaq yang buruk, tentu akan dapat meningkat kepada akhlaq yang lebih tinggi, menguasai akan semua keinginan dunia dari hatinya dan menafikannya dengan hanya untuk keperluan sekedarnya (qana’ah), maka kita akan di angkat oleh Allah dari keadaan yang tidak bersih kepada keadaan bersih dan suci. Apabila telah di sucikan oleh-Nya hati kita, maka membuatnya jernih seperti air, transparan bak kaca, mengkilap seperti cermin, di perlihatkan kebenaran dari semua hal dalam kehidupannya sehari-hari, dalam hatinya akan muncul semua hal yang di perlukan untuk kehidupannya dan untuk mereka yang berada di sekelilingnya.

4. Khalwat dar anjuman artinya : Merasa sunyi dan sendiri dalam ramai.

Khalwat artinya menyendiri secara sendirian, artinya tampak dari luar bersama-sama dengan manusia di sekelilingnya, sementara secara bathin, atau dalam hatinya senantiasa selalu ingat dan bersama Allah. Terdapat juga dua kategori “khalwat”, yakni ;
Khalwat ini ada dua macam :
1.  Khalwat pada suatu tempat yang tidak ada orang lain selain dari orang - orang yang khalwat, berkonsentrasi hati dengan dzikir kepada Allah, dengan tujuan untuk mencapai kebenaran Allah menjadi nyata kebesaran-NYA (Tajalli).
2.  Khalwat yang merasa sendiri di antara keramaian (dalam lingkungan manusia atau masyarakat), di sini kita hendaknya selalu hadir dengan Allah, sambil secara zahirnya berada di tengah-tengah keramaian tersebut, sementara di dalamnya selalu dzikir sir (tersembunyi) dalam hati sanubari, meskipun kita masuk dalam kancah keramaian manusia, usahakan selalu mengekalkan ingat kepada Allah, dalam keadaan ini adalah posisi yang tertinggi pada apa yang di namakan khalwat atau suluk, hal ini adalah benar dan lurus, sesuai dengan yang tersebut dalam Al-Qur'an "Orang-orang yang tak dapat di alihkan perhatinnya dari mengingat Allah oleh bisnis maupun keuntungan". Khalwat utama seorang penganut ajaran Thariqat An-Naqsyabandi adalah kesendirian dalam keramaian, mereka bersama Allah dan sekaligus bersama manusia, seperti kata Rasulullah Saw : "Saya memiliki dua sisi, satu muka menghadap Al-Khaliq muka lainnya menghadap ciptaan (makhluq)". Penganut ajaran Thariqat ini, selalu menekankan kebaikan akan berjama’ah, bermajlis (berkumpul) dalam berdzikir, Thariqat kita adalah persahabatan (kebersamaan), dan adalah suatu kebaikan berada dalam kebersamaan. Kesempurnaan bukan pada peragaan kekuatan karomah, tapi kesempurnaan kita adalah dalam penerapan beramal inadah sesuai dengan syari'at Rasulullah, bergaul dan duduk bersama-sama orang ramai (banyak/lingkungan), menjual dan membeli, menikah dan mempunyai anak dan lain sebagainya dalam kehidupan dunia ini, namun tak pernah meninggalkan kehadiran Allah dalam sekejap pun.

5.  Yad kard, artinya dzikir yang paling utama di tuju (lakukan).

Kita hendaknya melakukan dzikir dengan penolakan dan penerimaan, pada lidahnya senantiasa dzikir kepada Allah sampai mencapai keadaan muraqabah, keadaan itu akan di capai pada tiap hari dengan ucapan : Allah…Allah…Allah atau la ilaha illallah pada lidah di sertai hati (syiir), minimal antara 5,000 dan 11,000 kali, yang akan mewakili (meliputi) semua asma dan sifat-Nya, membuang dari hatinya segala unsur yang akan mengotori dan membuat hatinya berkarat. Kita senantiasa hendaknya mengulang dzikir ini dalam setiap tarikan dan hembusan napas, menghirup dan meniup, selalu membuatnya mencapai dan memukul hati, arti dari dzikir ini adalah membawa  sasaran kita hanya satu-satunya kepada Allah dan tidak ada sasaran lain lagi bagi kita, hanya satu Allah yang Maha Esa.

6.  Baz ghast, artinya : Pulang (kembali) dalam Keridhaan Allah.

Keadaan ini, di mana yang melakukan dzikir dengan sampai kepada pengertian ungkapan Rasulullah Saw,"Illahi anta maqsudi wa ridhaka matlubi" artinya : Ya Allah, hanya engkaulah yang kumaksud dan keridhaan engkaulah yang kutuju". Munajat ini adalah dasar dan tujuan utama bagi ajaran Thariqat An-Naqsyabandi, akan menambah kesadaran dan pengakuan kita  tentang Ke-Esa-an Allah, sampai kita mencapai keadaan di mana keberadaan semua ciptaan (makhluq) lenyap dari pandangan mata, semua yang kita lihat, kemanapun kita memandang, adalah Allah.
Kita melakukan dzikir macam ini, agar supaya menerangkan hati akan rahasia yang maha satu (Al-Ahad), dan untuk membuka diri kepada kenyataan (tajalli) Allah, bagi salik yang pemula, tidak boleh  meninggalkan dzikir ini bila dia tidak mendapatkan hasil atau kekuatan itu muncul dalam hatinya, harus tetap melaksanakan dzikir ini, karena Rasulullah Saw telah mengatakan : "Barang siapa meniru suatu golongan orang, dan akan menjadi bagian dari golongan itu".
Makna Baz Ghast adalah kembali kepada Allah, dengan menunjukkan kepasrahan diri yang sempurna dan tunduk kepada kehendak-NYA, dan kerendahan diri ini akan sempurna dengan menyampaikan semua pujian kepada-NYA, itulah alasan Rasulullah Saw menyebutkan dalam do'anya : "Ma dzakarnaka  aqqa dzikrika ya madzkar" artinya :  "Kami tidak mengingat engkau sebagaimana seharusnya engkau di ingat, Ya Allah". Kita tidak akan dapat datang kepada hadhirat Allahdalam dzikir, dan tidak dapat mengungkapkan Rahasia dan Sifat Allah dalam dzikir, bila tidak melaksanakan dzikir itu dengan dukungan Allah dan tanpa Allah, mengingat hal ini balik jua faedahnya akan diri kita sendiri, singkatnya, kita tidak dapat melakukan dzikir oleh atau dengan sendirinya, tanpa mengetahui bahwa Allah adalah justru yang sedang melakukan dzikir melalui diri hamba-NYA.

7. Nighah dast, artinya perhatikan (instropeksi) diri dan sekitarnya.

Senantiasa membuat suatu pandangan, artinya kita hendaknya mengendalikan hati dan melindunginya dengan cara mencegah masuknya pikiran buruk, kecenderungan akan hal - hal yang buruk, akan menghalangi hati dari Allah dan akan menjadi hijab (dinding) antara hamba dengan tuhannya, bagi seseorang yang dapat melindungi hatinya dari kecenderungan buruk selama lima menit saja adalah merupakan sebuah hasil dan karunia yang besar dari-Nya jua. Untuk ini saja dia sudah akan di akui sebagai seorang yang sampai, ajaran sufi atau tasawwuf, adalah sebuah kekuatan untuk melindungi hati dari pemikiran buruk, dan menjaganya dari kecenderungan rendah, barang siapa berhasil dengan di atas, dia tentu akan mengerti hatinya dan memancar cahaya akalnya, yang tentu akan menimbulkan pikiran untuk selalu ingat akan kebesaran Allah atas alam semesta ini, dan barang siapa yang mengerti akan hatinya, tentu akan mengenali Tuhannya. Rasulullah Saw mengatakan :  "Barang siapa mengenal dirinya sendiri, niscaya akan mengenal Tuhannya".

8. Yada dast, artinya : Ingatan

Membaca dzikir, tentu akan melindungi hatinya, dalam tiap hembusan napas tanpa meninggalkan ingat Allah, ini adalah karunia yang sangat besar di berikan-Nya kepada seseorang hamba, hendaknya kita mempertahankan hati, supaya selalu berada dan dekat dengan Allah, ini akan membuat kita menyadari dan merasakan Cahaya (nur) dari Allah, kita harus membuang tiga dari empat bentuk pikiran yang terasa, yakni :
Pikiran egois;
Pikiran jahat;
Pikiran malaikat, sambil mempertahankan dan membenarkan, kita justru hanya boleh  membentuk pikiran keempat, yaitu; 
Pikiran kebenaran, artinya suatu keyakinan, hal ini akan membimbing kita menuju ketingkat tinggi dari kesempurnaan, dengan membuang semua khayalan dan hanya mengambil kebenaran, bahwa yang benar adalah Esa-nya Allah.

MAQAM MUSYAHADAH

Dzikir dalam maqam musyahadah aialah seseorang berdzikir seolah-olah dalam tahap berpandang-pandangan dengan Allah, di mana seorang hamba atau salik telah dapat konsep tiada hijab antara dirinya dengan Allah. Dzikir maqam musyahadah ini di rangkaikan dengan dzikir lathaif, Allah yang melihat kamu ketika kamu berdiri shalat dan Allah melihat pula kamu pada perubahan gerak badanmu (jasmani) di antara orang-orang yang sujud.

MAQAM MUKASYAFAH

Dzikir maqam mukasyafah adalah seseorang yang berdzikir di mana seolah-olah terbuka rahasia ketuhanan baginya, bila berdzikir maqam mukasyafah ini di laksanakan dengan baik, sempurna dan ikhlas, maka seorang hamba akan tahkik, maka dia akan memperoleh hakikat kasyaf dan rahasia-Nya. Dan seseorang hamba tidak akan menghendaki menempuh jalan itu kecuali bila dia di kehendaki Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana, dialah Allah Swt yang hidupnya kekal dan tiada tuhan melainkan Allah, maka sembahlah Allah dengan menunaikan ibadah kepada Allah, segala puja dan puji bagi Allah Rahmat sekalian alam.

MAQAM MUKABALAH

Dzikir dalam maqam mukabalah adalah seseorang hamba berdzikir dalam tahap rohaninya berhadap-hadapan dengan dzat Allah yang Wajibul ‘Ujud, dzikir ini di rangkaikan dengan dzikir lathaif dan hanya kepunyaan Allah barat dan timur, maka kemanapun muka kamu berhadap, maka di situlah wajah Allah.

MAQAM MUKAFAHAH

Berdzikir dalam maqam mukafahah ini, seseorang hamba dalam dzikir kepada Allah, di mana tahap ruhaniahnya berkasih sayang dengan Allah, dzikir ini dengan semata-mata mengingat dzat Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kecintaan dari yang selain-Nya sudah hilang sama sekali, hanya tinggal kecintaan (muhibbah) kepada Allah, dzikir ini di rangkaikan dengan dzikir ismu dzat, lathaif dan napi istbat serta dzikir wukuf, adapun orang-orang yang sebenarnya beriman adalah sangat cintanya kepada Allah.

MAQAM FANAFILLAH

Dzikir dalam maqam fanafillah ini adalah seseorang hamba berdzikir dalam tahap telah lenyap dan lebur rasa keinsanannya kedalam rasa ketuhanan, dia telah fana kedalam baqabillah, seorang hamba yang telah melaksanakan perjuangan (riyadhah) serta mujahadah dan telah melepaskan dirinya dari belenggu hawa nafsu, sehingga ingatannya kepada alam maujud ini telah hilang lenyap sama sekali dan dia lebur kedalam kebaqoan Allah, maka dia telah fanafillah, sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur’an : “Semua yang ada di bumi itu akan binasa.” Al-Qur’an Surah Ar-Rahman Ayat 26. “Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” Al-Qur’an Surah Ar-Rahman Ayat 27.

MAQAM BAQABILLAH

Maqam baqabillah adalah seseorang yang berdzikir telah mencapai tahap dzikir, di mana kehadiran hati bersama Allah semata-mata, artinya dengan fananya segala sesuatu termasuk dengan dirinya, maka yang tinggal baqa hanyalah dzat Allah, seorang hamba pada ketika itu telah lebur dan fana dalam kebaqaan Allah. Sebagaimana pada firman Allah dalam Al-Qur’an Surah Ar-Rahman Ayat 27. Para sufi mengatakan, “Fananya dalam kebaqaan Allah dan lenyapnya dalam kehadiran Allah.” Para guru sufi atau tasawwuf berkata : "Siapa yang ingin sampai kaji ibadahnya sesuai dengan kehendak Allah, dia haruslah mengalami sekurang-kurangnya" :  
Mati hakiki 4 kali;
Fana 4 kali;
Tajalli 4 kali.

Adapun mati tersebut terbagi dalam beberapa macam, yaitu : 
Mati Thabi'i;
Mati Ma'nawi;
Mati Syuri, dan
Mati Hissi.

Macam - macam Fana :
Fana'  Fi 'Af''al; 
Fana'  Fi  Asma; 
Fana'  Fi Sifat, dan Fana'  Fi Dzat.

"Setiap orang fana atasnya dan tetaplah wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan".
Macam - macam Tajalli :
Tajalli Af'alullah;
Tajalli Asmaullah; 
Tajalli Sifatullah, dan
Tajalli Dzatullah bizdzauqi.

Keseluruhan maqamat atau lathaif dalam pelajaran kajian agama islam menurut cara sufiyah di atas adalah yang di cantumkan hanya berupa yang ilmu di ilmukan, bukan pengungkapan yang bersifat rahasia daripada hasil ibadah melalui cara tersebut. Pelajaran ini hanya di sampaikan secara umum, mengenai tata cara pelaksanaannya adalah semestinya melalui guru pembimbing yang mursyid dalam hal ini, guna untuk mandapat penjelasan dan pemahaman yang jelas agar tidak terjadi penyimpangan dan salah langkah yang malah menimbulkan syirik dan kesesatan.

HAIKAL DO’A

Adalah di riwayatkan oleh Rasulullah Saw, pada suatu hari sedang beliau duduk di dalam masjid Madinah, maka Jibril pun datang membawa firman-Nya. Jibril berkata,”Ya Rasulullah, salam Allah Ta’ala pada tuan hamba dan ini firman-Nya : “Hai kekasihku, adapun do’a haikal (7 do’a ini) di hantarkan pada tuan hamba, maka barangsiapa tiada percaya akan do’a ini, kafirlah ia dan barangsiapa membacanya atau menyimpannya maka Allah melepaskan dia dan ibu bapanya daripada api neraka.” Ya Muhammad, barangsiapa menaruh do’a ini di dalam rumahnya, maka tiada boleh masuk jin dan syaithan ke dalam rumahnya itu. Barangsiapa suratkan do’a ini dan di pakai, niscaya lepaslah ia daripada adzab sengsara dan wabak, serta aman. Dan barangsiapa menaruh do’a ini, senantiasalah ia di hormati orang dan termulialah ia pada orang ramai dan ketika hendak mati pun tiadalah ia merasai adzab sakaratulmaut itu, maka dengan mudah saja nyawa itu keluar.  
Barangsiapa membaca do’a ini tiap hari dan jika selalu membacanya, niscaya memperoleh pahala seumpama membaca 70,000 kali khatam Qur’an dan 70,000 mati syahid dan 70,000 kali naik haji dan mendapat kebajikan seumpama membuat 70,000 masjid dan seperti memerdekakan 70,000 hamba dan seperti menjamu 70,000 orang berbuka puasa dan mendapat pahala 70,000 orang hafiz Qur’an dan memperoleh kebajikan kemenangan 70,000 orang perang syahid dan pahala 70,000 alim dan 70,000 abid dan 70,000 malaikat dan 70,000 orang yang berakal dan 70,000 Nabi dan kebajikan dan beroleh kekayaan dan kebesaran Jibril, Mikail, Israfil dan ‘Izrail Alaihissalam. Kemudian fadhilat do’a haikal ini di salin dan di taruh padanya. Adapun khasiat do’a haikal ini terlalu banyak, di sini sekadar di ambil ringkasannya saja, sesungguhnya tiadalah syak lagi. Dan do’a haikal tersebut adalah merupakan susunan daripada ayat-ayat Al-Quranul-karim dari beberapa surah sebegai berikut :           
1. Haikal 1 : Ayat Kursi (Al-Baqarah : 255); 
2. Haikal 2 : Ali-Imran : 35 dan Al-Isra’ : 77-80;      
3. Haikal 3 : Al-Baqarah : 285-286;   
4. Haikal 4 : Al-Isra’ : 81-85; 
5. Haikal 5 : Maryam : 4-6 dan Al-Fath : 27; 
6. Haikal 6 : Al-Jin : 1-4; dan 
7. Haikal 7 : Al-Qalam : 51-52





Di susun oleh saidani ahamad


TATA CARA DZIKIR AN -NAQSABANDY



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Makalah Bimbingan Konseling di PAUD/TK, SD,SMP, SMA

Resensi buku Perencanan Pembelajaran : Mengembangkan Standar Kompetensi Guru