TATA CARA DZIKIR AN-NAQSYABANDI KAIFIYAT DZIKIR
TATA CARA DZIKIR AN-NAQSYABANDI
KAIFIYAT DZIKIR :
1. Menghimpunkan pengenalan kepada hati sanubari,
2. Mengingat dzat Allah dengan hati sanubari;
3. Mengucapkan Istighfar dengan bilangan yang ganjil;
4. Membaca Surah Al-Fatiha 1 kali dan Surah Al-Ikhlas 3 kali;
5. Menghadirkan Masaikh Thariqat di hadapan kita;
6. Menghadiahkan pahala Surah Al-Fatiha 1 kali dan Surah
Al-Ikhlas 3 kali kepada kaum muslimin dan muslimah;
7. Mematikan diri sebelum mati;
8. Memandang rabithah;
9. Munajat kepada Allah;
10. Membaca dzikir kepada Allah dengan ucapan Allah...Allah...Allah
sebanyak-banyaknya (sekemampuan).
KAIFIYAT DZIKIR TAHLIL :
1. Wukuf Qalby;
2. Membaca istighfar dengan bilangan yang ganjil;
3. Membaca Al-Fatiha 1 kali dan Surah Al-Ikhlas 3 kali;
4. Menghadiahkan pahala bacaan tersebut kepada/untuk Masaikh
Thariqat
(jika memang zikir tahlil tersebut memakai
ajaran Thariqat);
5. Menghadirkan rabithah atau rupa guru;
6. Menguatkan Wukuf Qalby kembali, setelah bulat ingatan maka,
bacalah Lailahaillallah, serta
menjalankannya di atas Lathaif/Maqam
serta membulatkan ingatan akan maknanya;
7. Jika datang Markobah Tahlil jangan di kerjakan/di hentikan;
8. Jika hendak berhenti, maka dikatakan Lailahaillallahu, tahan
nafas
dan di kuatkan Wukuf Qalby kembali.
Apabila telah selesai melaksanakan dzikir, maka sebaiknya membaca do'a ini :
Apabila telah selesai melaksanakan dzikir, maka sebaiknya membaca do'a ini :
"Allahumma'inna as'aalukattaubata, wa'istiqaamata, 'alassyari'atilgharai, waathariqatil wabaidai, birahmatika, yaa arhamarrahimiin"....
Pokok-Pokok ajaran dalam Thariqat An-Naqsyabandi
Pokok-Pokok ajaran
dalam Thariqat An-Naqsyabandi pada penerapan kehidupan beragama dalam
kesehariannya adalah :
1. Berpegang teguh terhadap ajaran Al-Qur’an dan Hadist Rasulullah Saw serta
paham Ahlus Sunnah wal Jama’ah;
2. Mengamalkan sesuatu
pekerjaan (apapun) yang halal;
3. Mengurangi tidur supaya
dapat berdzikir dengan baik;
4. Berhati-hati terhadap
masalah subhat dalam syari’at agama;
5. Senantiasa merasa di
awasi oleh Allah Swt (Muraqabah);
6. Selalu menghadapkan
diri (hati) kepada Allah Swt sepanjang nafas (kontinyu);
7. Berpaling (tidak
tergiur) dalam arti terhadap kemewahan dunia;
8. Merasa sepi kesendirian dan dalam suasana ramai serta hati selalu hadir
kepada Allah Swt;
9. Menjaga aurat (berpakaian yang rapi);
10. Melazimkan ibadah dengan dzikir khafi (samar atau tersembunyi/syir);
11. Senantiasa menjaga keluar masuknya nafas, jangan sampai lupa dan lalai dalam mengingat Allah
Swt, dan
12. Berakhlak perilaku yang luhur seperti yang di contohkan Rasulullah Saw.
Al Ghozali, Ikhya
Ulum al Din, Juz I , Dar al Ma’arif, Bairut, hlm. 509 sebagaimana di
nyatakan oleh Al-Khalili dalam karyanya Ajaran Thariqat. Beliau
menyinggung tentang kewajiban moral murid terhadap guru atau syeikhnya, yang di
perinci oleh beliau sebagai berikut :
a) Menyerahkan segala-galanya lahir dan batin kepada guru;
b) Harus patuh terhadap terhadap perintah guru;
c) Tidak boleh syak wasangka pada guru;
d) Tidak boleh melepas ikhtiarnya.
e) Harus selalu mengingat pada petuah dari gurunya;
f) Tidak boleh menyembunyikan rahasia hatinya.
g) Memelihara keluarga dan kerabat guru;
h) Kesenangan murid tidak boleh sama dengan guru.
i)
Tidak boleh mempunyai
keinginan lebih dalam bergaul dengan gurunya;
j)
Harus yakin bahwa gurunya
sebagai perantara;
k) Tidak boleh memberi saran kepada gurunya kecuali hanya menambah kebaikan
dan mengingatkan, artinya boleh untuk saling mengingatkan;
l)
Di larang memandang
guru bahwa gurunya mempunyai kekurangan;
m) Harus rela memberikan sebagian hartanya apabila di butuhkan atas
kepentingan gurunya;
n) Tidak boleh bergaul dengan orang yang di benci gurunya;
o) Tidak melakukan sesuatu yang di benci gurunya;
p) Tidak boleh iri dengan murid lain;
q) Segala sesuatu yang menyangkut dirinya harus mendapat izin dari gurunya, dan
r) Tidak boleh menempati tempat duduk yang biasa di tempati gurunya.
Namun demikian yang namanya model atau teori pendidikan manapun
kelihatannya belum ada yang mengalami kesempurnaan. Untuk itu menurut hemat
pemikiran penulis, tawajjuh berjama’ah di dalam thariqat sangatlah baik dan
harus di laksanakan secara rutin, mengingat jika kita telusuri dari
perkembangan, thariqat itu muaranya adalah Rasulullah Saw. Sebagaimana yang
tercantum di dalam buletin tsaqafatuna, disana di terangkan pada waktu
itu Sayyidina Ali bertanya kepada baginda Nabi, “Ya Rasulullah, tunjukkanlah
kepada kami, jalan yang paling dekat kepada Allah.” Nah di sinilah thariqat
sudah di terapkan secara praktis, menyatu dengan kepribadian seorang mu’min,
yang lengkap dengan akhlaknya. Sayyidina Ali di suruh duduk oleh Rasulullah Saw
dengan posisi yang terbaik dari cara duduknya, lalu tangannya di atur
sedemikian rupa oleh Rasulullah Saw. Lalu Rasulullah Saw memerintahkan,“Pejamkan
matamu!” Selanjutnya Rasulullah Saw menuntun (talqin) pada Ali dengan
ucapan “Laa ilaaha illallah” tiga kali. Thariqat itu di jalankan oleh
sahabat Ali bin Abi Thalib. Lalu Sayyidina Abu Bakar As-Shiddiq mendengarkan
hal itu. Maka datanglah kepada Ali bin Abi Thalib sambil memohon : “Wahai
Ali, ajarkanlah kami sebagaimana kamu di ajari Rasulullah Saw.”
Talqinlah aku.” Kita tentu merasa kagum melihat hal ini. Sayyidina Abu Bakar
kan mertua Nabi, umurnya haya selisih satu tahun dengan Rasulullah, yang jika
di banding dengan usia Ali sangatlah jauh jaraknya, di mana Sayyidina Ali lebih
muda. Tapi mengapa Abu bakar datangnya kepada Sayyid Ali, bukannya langsung
kepada Rasulullah Saw! Seandainya minta tuntunan langsung kepada Rasululllah
Saw, kan bisa juga. Tetapi dengan tawadlu’nya, dengan akhlaknya dan kemauan
menghargai ilmu yang di peroleh Ali , Sayyidina Abi Bakar minta di talkin dan
di bai’at oleh Ali. Maka kedudukan Sayyidina Abu Bakar adalah sebagai murid
Sayyidina Ali bin Abi Thalib di dalam hal thariqat. Tidak lama setelah kejadian
itu juga ternyata Abu Bakar di bai’at oleh Rasulullah Saw dengan dzikir sirri. Ketika
mendengar berita itupun sahabat Ali datang kepada sahabat Abu Bakar untuk minta
di bai’at. Kemudian di bai’atlah Ali sehingga menjadilah beliau sebagai murid
Sayyidina Abu Bakar. Hal ini juga di dukung oleh banyaknya hadits Rasulullah
Saw tentang pengamalan ilmu dan penyebarannya, mendorong mereka untuk berbagi
ilmu dan pengamalannya kepada calon murid yang mendekatkan diri kepadanya.
Hadits Ad-Dinu Nasihah dan Al-Ulama’ Waratsatul Anbiya’, yang di gemari oleh
mereka untuk penyebaran itu. Sehingga syeikh (guru) mempunyai tugas dan
kedudukan seperti Rasulullah Saw. Hal tersebut tersimpul dalam hadits
Rasulullah Saw yang artinya “seorang syeikh dalam kalangannya adalah seperti
nabi di antara umatnya”. Itulah sebabnya jabatan guru di dalam thariqat tidak
boleh di emban oleh sembarang orang. Ia merupakan orang pilihan yang telah
berhasil menguasai pokok ajaran ilmu thariqat. Dalam pada itu juga peranan guru
di dalam thariqat juga merupakan sosok yang wajib di hormati, di patuhi dan
tidak boleh di ganggu gugat. Wallahu’alam.
ADAB GURU TERHADAP MURID :
Ketahuilah hai saudara-saudaraku, tidaklah sah ilmu tanpa adanya
adab dan
tidaklah sah adab itu melainkan di ketahui oleh masing-masing pihak.
tidaklah sah adab itu melainkan di ketahui oleh masing-masing pihak.
1. Menanggung jawab sesuatu pertanyaan yang di datangkan muridnya dan di jawab dengan sebenar-benarnya;
2. Jangan lekas marah;
3. Duduk dengan takzim dan di khemah dengan menundukkan kepala;
4. Meninggalkan Takabbur;
5. Merendahkan diri;
6. Jangan bercanda dengan murid, niscaya hilang keberkatan ilmu;
7. Kasih sayang akan/dengan/pada murid;
8. Paham, sabar dan perlahan-lahan mengajar orang yang bebal;
9. Menunjukkan yang baik pada orang yang bebal;
10. Jangan malu mengatakan yang tidak tahu, jika betul-betul tidak tahu,
dan jangan pura-pura tahu akan hal yang tidak tahu;
11. Bersungguh-sungguh terhadap orang yang bertanya;
12. Mengatakan yang pahit itu wajib;
13. Melarang orang belajar ilmu jahat dan yang melanggar hukum Al-Qur'an;
14. Beramal menurut pengetahuan;
15. Melarang orang belajar Fardhu Kifayah sebelum Fardhu 'Ain;
16. Kembali kedasar, jikalau salah di ulang;
17. Beramal seperti/dengan ilmu, supaya di ikuti orang banyak.
ADAB MURID TERHADAP GURU :
1. Mendahulukan salam kepada guru;
2. Jangan banyak bicara di hadapan guru;
3. Jangan membantah jika kurang nyata dan paham;
4. Minta izin jika mau bicara;
5. Jangan menceritakan orang lain di hadapan guru;
6. Jangan berisyarat dan meletakkan di hadapan guru;
7. Jangan berbisik dengan orang lain di hadapan guru;
8. Jangan berpaling kekiri/kanan di hadapan guru;
9. Jangan banyak soal atau banyak tingkah di hadapan guru;
10. Kalau guru datang jangan di tinggalkan;
11. Jangan salah sangka kepada guru, walaupun bersalah-salahan dengan bicaranya.
ADAB THARIQAT :
1.
Berpegang pada i'tikad ahlussunnah wal jama'ah;
2. Meninggalkan yang mudah-mudah pada syari'at dan mengerjakan
yang berat-berat pada syara';
3. Berkekalan yang berkepanjangan muraqabah pada Allah dan
selalu mengintai-intai Allah;
4. Berharap akan rahmat Allah;
5. Berpaling dari tiap-tiap yang selain daripada Allah;
6. Mahir, Khudur hati akan Allah;
7. Melazimkan bersunyi-sunyi hati ketika sedang ramai;
8. Banyak menuntut ilmu agama;
9. Memelihara nafas ketika nafas keluar masuk;
10. Merupakan diri seperti orang awam,
jika kita lihat seorang ahli sufiyah, seolah-olah dia seperti
orang bodoh atau seperti orang dungu, padahal orang itu
ahli Allah atau Wali Allah;
11. Menyembunyikan dzikir sehingga Malaikat Muqarrabin
yang terdekat dengan
kita tiada mengetahui, jadi hanya Allah yang maha mengetahui;
12. Berperangai seperti Rasulullah Saw,
hentikan larangannya dan kerjakan suruhannya.
2. Meninggalkan yang mudah-mudah pada syari'at dan mengerjakan
yang berat-berat pada syara';
3. Berkekalan yang berkepanjangan muraqabah pada Allah dan
selalu mengintai-intai Allah;
4. Berharap akan rahmat Allah;
5. Berpaling dari tiap-tiap yang selain daripada Allah;
6. Mahir, Khudur hati akan Allah;
7. Melazimkan bersunyi-sunyi hati ketika sedang ramai;
8. Banyak menuntut ilmu agama;
9. Memelihara nafas ketika nafas keluar masuk;
10. Merupakan diri seperti orang awam,
jika kita lihat seorang ahli sufiyah, seolah-olah dia seperti
orang bodoh atau seperti orang dungu, padahal orang itu
ahli Allah atau Wali Allah;
11. Menyembunyikan dzikir sehingga Malaikat Muqarrabin
yang terdekat dengan
kita tiada mengetahui, jadi hanya Allah yang maha mengetahui;
12. Berperangai seperti Rasulullah Saw,
hentikan larangannya dan kerjakan suruhannya.
SYARAT THARIQAT :
1. Ma'rifatullah, yakni : mengetahui syarat ma'rifat ada 2 (dua) :
a. Mengenal Qadim akan Allah;
b. Mengenal Baharu, yaitu Muhaddas (diri kita).
2. Yakin melihat pada Allah dengan iman dan yakin,
melihat 'ain basyariah tiada dengan dalil dan bernama;
3. Alkhot : Pemurah, suka memberi harta pada orang lain dan
semata-mata karena Allah;
4. Shiddiq : Benar niat, benar perkataan dan benar perbuatan;
5. Syukur : Syukur kepada Allah di saat sakit dan senang;
RUKUN THARIQAT :
1. Mengetahui hukum yang takluk kepada Allah
atau ajaran Islam, kerjakan suruh hentikan larangan
Allah ;
2. Halmu : Pengasih, Penyayang dan Penyantun;
3. Sabar akan segala cobaan dan sabar mengerjakan taat,
Ikhlas pada segala amal, bukan ia beramal mengharap
mengharapkan masuk syurga dan bukan takut akan neraka serta
bukan mengharap puji dan tuah;
4. Ridha akan segala takdir Allah akan dirinya;
5. Khusnul Khalik : Berkelakuan baik dalam segala hal;
atau ajaran Islam, kerjakan suruh hentikan larangan
Allah ;
2. Halmu : Pengasih, Penyayang dan Penyantun;
3. Sabar akan segala cobaan dan sabar mengerjakan taat,
Ikhlas pada segala amal, bukan ia beramal mengharap
mengharapkan masuk syurga dan bukan takut akan neraka serta
bukan mengharap puji dan tuah;
4. Ridha akan segala takdir Allah akan dirinya;
5. Khusnul Khalik : Berkelakuan baik dalam segala hal;
WAJIB THARIQAT :
1. Mengerjakan Dzikrullah:
2. Banyak Taubat;
3. Meninggalkan dunia dan perhiasannya;
4. Mengikut suruh Allah hentikan larangannya;
5. Berbaik sesama makhluk;
6. Ikhlas hatinya;
BINA THARIQAT :
1. Takut
akan Allah;
2. Banyak taubat;
3. Menjauhi manusia, kecuali dalam darurat;
4. Benci akan dunia;
5. Pulangkan segala pekerjaan
kepada Allah baik ataupun buruk;
6. Tiada ianya berikhtiar melainkan dengan ikhtiar Allah.
2. Letakkan tangan di atas lutut kita;
3. Menghadap kiblat, jika dzikir sendirian
tapi melingkar jika berjama'ah;
4. Harumkan tempat duduk zikir, karena majelis dzikir itu senantiasa
di hadiri para malaikat dan jin mukmin;
5. Berkekalan dengan ikhlas dan ingatnya kepada Allah;
6. Benar dzikirnya lahir bathin;
7. Makanan dan pakaian bersih dan dari hasil yang halal;
8. Lokasi berdzikir sedapat mungkin harus gelap remang-remang
untuk menjaga panca indera dari hal yang
terang lainnya, karena itulah kita usahakan berselubung sesuai
dengan Firman Allah : " Ya ayyuhal munammilu, Artinya:
"Hai orang-orang yang berselubung";
9. Memejamkan kedua mata;
10.Setiap berdzikir harus dengan ikhlas;
11.Menafikan yang selain Allah,
sebab Allah harus satu adanya;
12.Berdzikir harus ikhlas;
13.Berdzikirlah dengan serajin-rajinnya;
14.Ada sesuatu umpamanya, maka munajatlah pada Allah atau
Rabithah lah dan kabarkan kepada guru;
15.Menghindarkan lafadz yang salah dan berubah maknanya.
2. Banyak taubat;
3. Menjauhi manusia, kecuali dalam darurat;
4. Benci akan dunia;
5. Pulangkan segala pekerjaan
kepada Allah baik ataupun buruk;
6. Tiada ianya berikhtiar melainkan dengan ikhtiar Allah.
2. Letakkan tangan di atas lutut kita;
3. Menghadap kiblat, jika dzikir sendirian
tapi melingkar jika berjama'ah;
4. Harumkan tempat duduk zikir, karena majelis dzikir itu senantiasa
di hadiri para malaikat dan jin mukmin;
5. Berkekalan dengan ikhlas dan ingatnya kepada Allah;
6. Benar dzikirnya lahir bathin;
7. Makanan dan pakaian bersih dan dari hasil yang halal;
8. Lokasi berdzikir sedapat mungkin harus gelap remang-remang
untuk menjaga panca indera dari hal yang
terang lainnya, karena itulah kita usahakan berselubung sesuai
dengan Firman Allah : " Ya ayyuhal munammilu, Artinya:
"Hai orang-orang yang berselubung";
9. Memejamkan kedua mata;
10.Setiap berdzikir harus dengan ikhlas;
11.Menafikan yang selain Allah,
sebab Allah harus satu adanya;
12.Berdzikir harus ikhlas;
13.Berdzikirlah dengan serajin-rajinnya;
14.Ada sesuatu umpamanya, maka munajatlah pada Allah atau
Rabithah lah dan kabarkan kepada guru;
15.Menghindarkan lafadz yang salah dan berubah maknanya.
ADAB DZIKIR THARIQOH :
Adab berdzikir. didalam thariqoh
an-Naqsabandy dlm thoriqoh naqsabandiyah al usmaniyah duduknya
tawarruk kiri . Untuk melaksanakan dzikir ada tata krama
yang harus diperhatikan semua bentuk ibadah bila tidak menggunakan tata krama/
adab, maka sedikit sekali faedahnya.
Dalam kitab Al-Mafakhir
Al-’Aliyah fi al-Ma-atsir Asy-Syadzaliyah disebutkan, pada pasal Adab
adz-Dzikr, sebagaimana dituturkan oleh Asy-Sya’roni, bahwa adab berdzikir
itu banyak tetapi dapat dikelompokkan menjadi 20 (dua puluh), yang terbagi
menjadi tiga bagian; 5 (lima) adab dilakukan sebelum bedzikir, 12 (dua belas)
adab dilakukan pada saat berdzikir, 3 (tiga) adab dilakukan setelah selesai
berdzikir.
1) Taubat, yang hakekatnya adalah meninggalkan
semua perkara yang tidak berfaedah bagi dirinya, baik yang berupa ucapan,
perbuatan, atau keinginan.
2) Mandi dan atau wudlu.
3) Diam dan tenang. Hal ini dilakukan agar di
dalam dzikir nanti dia dapat memperoleh shidq, artinya hatinya dapat
terpusat pada bacaan Allah yang kemudian dibarengi dengan lisannya yang
mengucapkan Lailaaha illallah.
4) Menyaksikan dengan hatinya ketika sedang
melaksanakan dzikir terhadap himmah syaikh atau guru mursyidnya.
5) Menyakini bahwa dzikir thariqoh yang
didapat dari syaikhnya adalah dzikir yang didapat dari Rasulullah
Saw karena syaikhnya adalah naib (pengganti ) dari beliau.
Sedangkan 12 (dua belas) adab yang harus diperhatikan pada saat melakukan dzikir adalah;
1) Duduk di tempat yang suci seperti duduknya
di dalam shalat..
2) Meletakkan kedua telapak tangannya di atas
kedua pahanya.
3) Mengharumkan tempatnya untuk berdzikir
dengan bau wewangian, demikian pula dengan pakaian di badannya.
4) Memakai pakaian yang halal dan suci.
5) Memilih tempat yang gelap dan sepi jika
memungkinkan.
6) Memejamkan kedua mata, karena hal itu
akan dapat menutup jalan indra dzahir, karena dengan tertutupnya indra dzahir
akan menjadi penyebab terbukanya indra hati/bathin.
7) Membayangkan pribadi guru mursyidnya
diantara kedua matanya. Dan ini menurut ulama thariqoh merupakan adab yang
sangat penting.
8) Jujur dalam berdzikir. Artinya hendaknya
seseorang yang berdzikir itu dapat memiliki perasaan yang sama, baik dalam
keadaan sepi (sendiri) atau ramai (banyak orang).
9) Ikhlas, yaitu membersihkan amal dari segala
ketercampuran. Dengan kejujuran serta keikhlasan seseorang yang berdzikir
akan sampai derajat ash-shidiqiyah dengan syarat dia mau mengungkapkan
segala yang terbesit di dalam hatinya (berupa kebaikan dan keburukan) kepada
syaikhnya. Jika dia tidak mau mengungkapkan hal itu, berarti dia berkhianat dan
akan terhalang dari futuh (keterbukaan bathiniyah).
10) Memilih shighot dzikir bacaan La
ilaaha illallah , karena bacaan ini memiliki keistimewaan yang
tidak didapati pada bacaan- bacaan dzikir syar’i lainnya.
11) Menghadirkan makna dzikir di
dalam hatinya.
12) Mengosongkan hati dari segala apapun
selain Allah dengan La ilaaha illallah , agar pengaruh kata “illallah”
terhujam di dalam hati dan menjalar ke seluruh anggota tubuh.
Dan 3 (tiga) adab setelah berdzikir adalah;
1.
Bersikap tenang ketika
telah diam (dari dzikirnya), khusyu’ dan menghadirkan hatinya untuk
menunggu waridudz-dzkir. Para ulama thariqoh berkata bahwa bisa jadi
waridudz-dzikr datang dan sejenak memakmurkan hati itu pengaruhnya lebih besar
dari pada apa yang dihasilkan oleh riyadlah dan mujahadah tiga puluh
tahun.
2.
Mengulang-ulang
pernapasannya berkali-kali. Karena hal ini – menurut ulama thariqoh- lebih
cepat menyinarkan bashirah, menyingkapkan hijab-hijab dan memutus
bisikan–bisikan hawa nafsu dan syetan.
3.
Menahan minum air.
Karena dzikir dapat menimbulkan hararah (rasa hangat di hati orang yang
melakukannya, yang disebabkan oleh syauq (rindu) dan tahyij
(gairah) kepada al-madzkur/Allah Swt yang merupakan tujuan utama
dari dzikir, sedang meminum air setelah berdzikir akan memadamkan rasa
tersebut.
Para guru mursyid
berkata: ”Orang yang berdzikir hendaknya memperhatikan tiga tata krama
ini, karena natijah (hasil) dzikirnya hanya akan muncul dengan hal
tersebut.” Wallahu a’lam
Keterangan
1.
Himmah
para syaikh/guru mursyid adalah keinginan para beliau agar semua
muridnya bisa wushul kepada Allah SWT.
2.
Sikap
duduk pada waktu melakukan dzikir ada perbedaan antara aliran thoriqoh yang
satu dengan yang lainnya, bahkan antara satu mursyid dengan yang lainnya dalam
satu aliran. Ada yang menggunakan cara duduk seperti duduk di dalam shalat
(tawarruk atau iftirasy), ada yang tawarruk di balik artinya kaki kanan yang di
masukkan di bawah lutut kaki kiri, ada yang dengan muroba’ (bersila) dan
ada yang dengan cara seperti saat di bai’at oleh mursyidnya. Oleh karena ittu
maka sikap duduk didalam berdzikir bisa dilakukan sesuai dengan petunjuk guru
musyidnya masing- masing.
3.
Membayangkan
pribadi syaikhnya seakan berada di hadapannya pada saat melakukan dzikir, yang lazim
di sebut “rabithah” atau “tashawwur” bagi seorang murid thoriqoh. Hal
tersebut lebih berfaidah dan lebih mengena dari pada dzikirnya itu. Karena
syaikh adalah washilah /perantara untuk wushul kehadirat sang maha haq ‘azza wa
jalla bagi si murid, dan setiap kali bertambah wajah kesesuaian bayangannya
bersama syaikhnya maka bertambah pula anugerah- anugerah dalam batiniyahnya,
dan dalam waktu dekat akan sampailah dia pada apa yang dicarinya (Allah).
Dan lazimnya bagi seorang murid untuk fana’/ lebur lebih dahulu dalam pribadi
syaikhnya, kemudian setelah itu ia akan sampai pada fana’/ lebur pada Allah
Swt.
4.
Yang
dimaksud dengan waridudz dzikir segala sesuatu yang datang atau muncul
didalam hati berupa makna-makna atau pengertian-pengertian setelah berdzikir
yang bukan dikarenakan oleh usaha kerasnya si pelaku dzikir. Semata mata
karena anugerah dari Allah subhanallah wa ta’ala.
Ajaran Thariqat Naqsyabandiyah
Secara keseluruhan, ajaran tarekat
Naqsyabandiyah terdiri dari 17 tingkat mata pelajaran. Ke-17 tingkat mata pelajaran tersebut adalah;
- Dzikir Ismu Dzat: “mengingat yang Haqiqi” : Pengucapan Asma Allah berulang-ulang dalam hati, ribuan kali (dihitung dengan tasbih), sambil memusatkan perhatian kepada Allah semata.
- Dzjkjr Lathaif Setelah melaporkan perasaan yang dialami di dalam berdzikir itu kepada masyayihnya , maka atas penilaian Syaikh, dinaikkan lagi dzikirnya menjadi 7.000, demikian seterusnya menjadi 8.000, 9.000,10.000 sampai 11.000 kali sehari semalam. Dzikir tersebut disebut dzikir lathaif sebagai maqam ke dua. Maqam latifah-latifah itu ada 7 macam :5)
a) Lathifah al Qalbi, dzikir sebanyak 5.000 kali ditempatkan dibawah susu
sebelah kiri, kurang lebih dua jari rusuk. di bawah puting susu kiri
b) Lathifah al Ruh, dzikir sebanyak 1.000 kali, dibawah susu kanan, kurang lebih dua jari ke
arah dada.
c) Lathifah al Sirr, dzikir sebanyak 1.000 kali, di atas dada kiri,
kira-kira dua jari di atas susu.
d) Lathifah al Khafi, dzikir 1.000 kali, di atas dada kanan kira-kira dua
jari ke arah dada
e) Lathifah al Akhfa, dikir 1.000 kali di tengah-tengah dada.
f) Lathifah al Nafsi al Nathiqah, dzikir sebanyak 1000
kali di atas kening
g) lathifah kull al jasad, dzikir 1.000 kali di seluruh tubuh
Jumlah dzikir ” Allah” pada semua tingkat itu 11.000 kali. Sesudah
itu dzikir ism al dzat (menyebut la ilaha Allah). Orang yang
berdzikir menurut tingkatan tersebut , akan mendapat hikmah yang sangat tinggi
nilainya dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah.
- Dzikir Nafi Itsbat: “mengingat keesaan” Bacaan perlahan disertai dengan pengaturan nafas, kalimat La Ilaha Illallah, yang dibayangkan seperti menggambar jalan (garis) melalui tubuh. Bunyi Laa permulaan digambar dari daerah pusar terus ke hati sampai ke ubun-ubun. Bunyi Ilaha turun ke kanan dan berhenti pada ujung bahu kanan. Di situ, kata berikutnya, Illa dimulai dengan turun melewati bidang dada, sampai ke jantung, dan ke arah jantung inilah kata Allah di hujamkan dengan sekuat tenaga. Orang membayangkan jantung itu mendenyutkan nama Allah dan membara, memusnahkan segala kotoran.
- Dzikir Wuquf: “diam dengan semata-mata mengingat Allah”
a) Wuquf-i zamani: “memeriksa penggunaan waktu” Mengingat Dzat Allah yang
bersifat dengan segala sifat sempurna dan suci, atau jauh dari segala sifat
kekurangan. Dzikir Wuquf ini dirangkaikan setelah selesai melaksanakan
dzikir Ismu Dzat atau dzikir Latha’if, atau dzikir Nafi Itsbat. Pelaksanaan
dzikir Wuquf ini sebelum menutup dzikir-dzikir tersebut. Wuquf-i zamani:
“memeriksa penggunaan waktu” Mengamati secara teratur bagaimana seseorang
menghabiskan waktunya. (Al-Kurdi menyarankan agar ini dikerjakan setiap dua
atau tiga jam). Jika seseorang secara terus-menerus sadar dan tenggelam dalam
dzikir, dan melakukan perbuatan terpuji, hendaklah berterima kasih kepada
Allah, jika seseorang tidak ada perhatian atau lupa atau melakukan perbuatan
berdosa, hendaklah ia meminta ampun kepada-Nya.
b) Wuquf-i ‘adadi: “memeriksa hitungan dzikir”
Dengan hati-hati beberapa kali seseorang mengulangi kalimat dzikir
(tanpa pikirannya mengembara ke mana-mana). Dzikir itu diucapkan dalam jumlah
hitungan ganjil yang telah ditetapkan sebelumnya.
c) Wuquf-i qalbi: “Menjaga hati tetap terkontrol”. Dengan membayangkan Allah
hadir berada di dlm hati, (yang secara bathin dzikir dan maknanya ditempatkan
dlm hati) maka hati itu akan sadar bahwa
tidak ada yang lain kecuali Allah swt, dengan demikian perhatian seseorang
secara sempurna selaras dengan dzikir dan maknanya. Taj al-Din
menganjurkan untuk membayangkan gambar hati dengan nama Allah terukir di
atasnya. Di luar semua asas tersebut, terdapat
pula dua kaidah jalan yang diperkenalkan para masyayikh tarekat setelah itu
sebagai bekal perjalanan mencapai kebenaran hakiki. Keduanya adalah tarekat
nafsani dan tarekat ruhani. Tarekat nafsani, mengambil pendekatan dengan
mendidik diri dan menundukkan ke-aku-an, yakni ego yang ada dalam diri manusia.
Dalam mengamalkan tarekat ini, seseorang harus melakukan segala sesuatu yang
berlawanan dengan kehendak ego. Karenanya ia dimaknai sebagai perang atau jihad
dalam diri seorang mukmin. Sedangkan tarekat ruhani berarti pensucian ruh. Hal
itu dimaksudkan agar ruh yang telah disucikan mengenali hakikat diri yang
sebenarnya, sehingga ego akan menuruti dan mentaatinya. Tarekat Naqsyabandiyah
memiliki tujuan menjadi kekal berkepanjangan dalam memperhambakan diri secara
lahir dan bathin, serta dalam menghadirkan Allah ke dalam hati. Para sufi yang
mengamalkan tarekat ini tidak bertujuan menjadi mulia, kaya, sakti, dan
sebagainya, melainkan untuk mendekatkan diri dan mengharap ridha Allah semata.
- Dzikir Muraqabah Ithla’: Seseorang berdzikir dan ingat kepada Allah SWT bahwa Ia mengetahui keadaan-keadaannya dan melihat perbuatan-perbuatannya, serta mendengar perkataan-perkataannya.
- Dzikir Muraqabah Ahadiyatul Af’al : Berkekalannya seorang hamba menghadap serta memandang Allah SWT yang memiliki sifat sempurna serta bersih dari segala kekurangan, serta Maha Berkehendak.
- Dzikir Muraqabah Ma’iyah : Berkekalannya seorang hamba yang bertawajjuh serta memandang kepada Allah SWT yang mengintai di mana saja hamba itu berada.
- Dzikir Muraqabah Aqrabiyah :
Keadaan mengingat
betapa dekatnya Allah dengan hamba-Nya.
9. Dzikir Muraqabah Ahadiyatuzzati : Mengingat sifat Allah yang esa dan
menjadi tempat bergantungnya segala sesuatu.
- Dzikir Muraqabah dzatissyarfi wal Bahti : Berkaitan dengan sumber timbulnya kesempurnaan kenabian, kerasulan dan ‘ulul azmi, yakni dari Allah semata.
- Maqam Musyahadah : Kondisi di mana seseorang berdzikir seolah-olah dalam tahap berpandang-pandangan dengan Allah.
- Maqam Mukasyafah : Mula-mula dzikir dengan dengan menyebut “Allah” dalam hati sebanyak 5.000 kali sehari semalam. Setelah melaporkan perasaan selama berdzikir, maka syaikh atau mursyid akan menaikkan dzikirnya menjadi 6.000 kali sehari semalam. Dzikir sebanyak 5.000 dan 6.000 kali tersebut dinamakan dzikir mukasyafah sebagai maqam (tingkat pertama). Kondisi di mana seolah terbuka rahasia ketuhanan bagi seseorang yang berdzikir. Bila berdzikir pada maqam ini dilaksanakan dengan baik, sempurna, dan ikhlas, maka seorang hamba akan memperoleh hakikat kasyaf dan rahasia-Nya.
13.Maqam Muqobalah : Dalam tahap
berhadap-hadapan dengan wajah Allah yang wajibul wujud.
- Maqam Mukafahah : Tahap ruhaniah seseorang yang berdzikir berkasih sayang dengan Allah. Dalam maqam ini, kecintaan pada selain Allah telah hilang sama sekali.
- Maqam Fana’ Fillah : Kondisi di mana rasa keinsanan seseorang melebur ke dalam rasa ketuhanan, serta secara fana melebur dalam keabadian Allah.
- Maqam Baqa’ Billah : Pencapaian tahap dzikir, di mana kehadiran hati seorang hamba hanya bersama Allah semata.
- Tahlil Lisan Melaksanakan dzikir Nafi Itsbat yang diucapkan secara kedengaran, atau jahar. Dzikir Tahlil Lisan ini dilaksanakan pada waktu-waktu yang telah ditetapkan oleh syaikh mursyid. Pembacaan tidaklah berhenti pada dzikir; pembacaan aurad (Indonesia: wirid), meskipun tidak wajib, sangatlah dianjurkan. Aurad merupakan doa-doa pendek atau formula-formula untuk memuja Tuhan dan atau memuji Nabi Muhammad Saw., dan membacanya dalam hitungan sekian kali pada jam-jam yang sudah ditentukan dipercayai akan memperoleh keajaiban, atau paling tidak secara psikologis akan mendatangkan manfaat. Seorang murid dapat saja diberikan wirid khusus untuk dirinya sendiri oleh syaikhnya, untuk diamalkan secara rahasia (diam-diam) dan tidak boleh diberitahukan kepada orang lain; atau seseorang dapat memakai kumpulan aurad yang sudah diterbitkan. Naqsyabandiyah tidak mempunyai kumpulan aurad yang unik. Kumpulan-kumpulan yang dibuat kalangan lain bebas saja dipakai; dan kaum Naqsyabandiyah di tempat yang lain dan pada masa yang berbeda memakai aurad yang berbeda-beda. Penganut Naqsyabandiyah di Turki, umpamanya, sering memakai Al-Aurad Al-Fathiyyah, dihimpun oleh Syaikh Ali Hamadani, seorang sufi yang tidak memiliki persamaan sama sekali dengan kaum Naqsyabandiyah. Apabila tiba saatnya menurut pandangan syaikh, maka orang yang berada pada maqam tahlil atau maqam ke tujuh ini diangkat menjadi khalifah. Dan apabila telah memperoleh gelar khalifah, dengan ijazah, maka ia berkewajiban menyebarluaskan ajaran tarekat itu dan boleh mendirikan suluk di daerah-daerah lain. 6). Orang yang memimpin persulukan tersebut dinamakan mursyid. Tingkatan tertinggi bagi laki-laki adalah khalifah dan bagi perempuan adalah tahlil. Meskipun seorang laki-laki telah mencapai khalifah dan perempuan telah mencapai tahlil suluk masih dapat diteruskan.
MAQAMAT (1) LATHIFATUL QALBIY
Maqam ini adalah maqam dasar dalam kajian Thariqat An-Naqsyabandi jika
seseorang di bai’at dalam mendalami pelajaran dzikir dalam ajaran tasawwuf atau
sufi, maka jika seseorang telah di bai’at maka pada tempat inilah dzikir kepada
Allah di sandarkan terlebih dahulu dengan makna adalah pembersihan rohani
secara bertahap-tahap dan berbagai tingkatan pembersihan penyakit bathin.
Pembersihan rohani di sini maksudnya ialah mengobati seluruh penyakit
bathin yang buruk pada diri manusia, jika seseorang hamba ingin menuju kepada
khalik-Nya, sudah tentu penyakit bathin harus di obati terlebih dahulu, sebab
jika seseorang hamba yang menuju kepada tuhannya tetapi masih ada penyakit
bathinnya maka tiada akan dapat sampai (ma’rifat) kepada tuhannya, sebab Allah
adalah dzat yang Maha Suci.
Bathin pada manusia umumnya penuh dengan penyakit yang berupa
kotoran-kotoran sifat madzmumah, artinya selalu di penuhi dengan penyakit
bathin yang buruk, seperti ; iri hati, dengki, penghasut, loba, tamak, serakah,
penipu alias munafik dan lain sebagainya yang sifatnya buruk, nah sifat buruk
pada manusia ini harus di obati dulu sebelum dapat menuju kepada tuhannya,
tiada akan semudah itu seseorang manusia akan dapat mengenal khalik-Nya tanpa
bathinnya bersih dari sifat buruk tersebut.
Sifat buruk pada bathin manusia ini adalah yang menungganginya yaitu iblis
dan syaithan, dan pada diri bathin manusia para iblis dan syaithan ini
mempunyai layaknya rumah-rumah atau istana-istana seperti layaknya manusia di
muka bumi ini yang kelihatan dengan nyata, contohnya si anu tinggal di jalan
ini nomor sekian kecamatan ini dan kabupaten itu, nah begitu juga para syetan
pada diri manusia, mereka menempati pada bathin manusia untuk selalu
membisikkan berbagai tipu daya dan hasut agar manusia selalu dalam kemaksiatan,
baik itu mereka secara berkelompok maupun secara sendiri-sendiri, tetapi mereka
ini menempati tempat pada bathin manusia tersebut sesuai dengan tugasnya dan
tertentu pula alamatnya, artinya jika syetan yang bertugas di bidang menghasut
akan manusia berupa sifat tamak atau loba, tentu tidak serumah atau setempat
tinggal dengan syetan yang tugasnya untuk sifat lalai dan takbur.
Berdasarkan hal inilah maka setiap seseorang hamba yang belajar dzikir
Naqsyabandi, maka terlebih dahulu di suruh memerangi beberapa sifat buruk pada
bathin sesuai dengan tingkatannya melalui ucapan Allah…Allah…Allah…pada
tiap tempat rumah atau istana syaithan tersebut dalam dirinya, dengan harapan
para iblis dan syaithan dapat tunggang langgang lari terbirit-birit dari rumah
atau istananya tersebut dalam diri manusia, jika sudah demikian maka tentu
sifat tersebut sudah jauh berkurang bahkan hilang sama sekali dari dalam diri
bathinnya tersebut, yang tinggal hanyalah kalimah Allah saja yang menempatinya,
hal demikianlah merupakan pintu dasar akan menuju dan mendekatkan diri kepada
Allah serta dapat mengenalnya.
Dalam hal seseorang
hamba jika ingin mendekatkan diri serta menuju kepada Allah, maka dalam ajaran
Thariqat An-Naqsyabandi di bagi terlebih dahulu beberapa maqam dasarnya untuk
di bersihkan sifat buruk pada rohaninya sebagai berikut :
Maqam dasar dari cara
berdzikirnya seorang hamba adalah di sebut dengan LATIFATUL QALBIY
dengan pengertian yang di jabarkan dan di ajarkan ialah :
Maqam ini berhubungan dengan jantung jasmani secara zahir, dan
letaknya adalah kira-kira dua jari di bawah susu sebelah yang kiri, banyak
dzikir di daerah maqam ini sekurang-kurangnya 5000x dalam sehari semalam dan di
lakukan secara terus menerus (istiqamah), menurut kajiannya ini adalah
wilayahnya Nabi Adam As, yang bercahaya kuning secara ghaib, serta berasal dari
tanah, angin dan api. Pada wilayah inilah menurut ajaran Naqsyabandi tempat
atau istananya iblis dan syaithan yang mempunyai tugas untuk menyisipkan
dan menghasut akan sifat buruk pada manusia, yakni ;
1.
Hawa;
2.
Nafsu;
3.
Sifat Iblis,
Jin dan Syetan;
4.
Dunia.
Jadi sifat buruk inilah lebih dahulu di obati dengan dzikrullah,
jika seseorang hamba selalu melazimkan dzikir pada wilayah ini, maka hilanglah
sifat buruk tersebut daripadanya dan paling tidak berkurang, jadi sifat yang
buruk pada wilayah ini jika di dzikirkan terus menerus secara ikhlas (karena
Allah), maka dapatlah menjelma, menjadi atau masuklah sifat yang baik dan
berakhlak, yaitu ;
1.
Iman
2.
Islam;
3.
Tauhid, dan Ma’rifat.
Inilah hal paling dasar yang sangat perlu untuk membentuk kepribadian
akhlak yang baik pada manusia dan untuk mendidiknya agar selalu beribadah
kepada Allah, maqam ini adalah merupakan sentral yang vital daripada ruhaniah
manusia, dan harus terlebih dahulu di benahi, wilayah ini merupakan induk
dari maqam-maqam selanjutnya untuk menuju kepada Allah. Jika seseorang hamba
tiada mau berdzikir pada wilayah ini, maka menurut kajian tasawwuf sangatlah
susah untuk membuat seseorang hamba dapat sampai dan mengenal akan tuhannya,
sebab dengan sifat hawa nafsu akan dunia dan selalu mengikut akan petunjuk
syaithan yang buruk ini akan menjauhkan hamba tersebut dari tuhannya.
Untuk hal yang demikianlah
maka oleh para guru tasawwuf sangat menekankan pengobatan penyakit bathin ini,
jika ingin menjadi manusia yang beraqidah akhlak yang baik serta mendapat
keridhaan dariNya, jika seseorang hamba betul-betul ikhlas dan rajin berdzikir
pada wilayah ini dan beristiqamah, maka insya Allah terbukalah rahasia gaib
alam jabarud dan alam malakud dengan izin dan kehendak-Nya, dia mendapatkan
ilham dan karunia daripadaNya, dan itu ini di katakan sunnah dan
thariqatnya Nabi Adam As. Puncak hasilnya pada dzikir ini jika memang telah
bersih penyakit buruk tersebut adalah fana pada Af’al Allah Swt, artinya
menyadari akan segala sesuatu di dunia ini adalah perbuatan Allah, perasaan ini
di sertai dengan munculnya rasa akan mati tabi’i, mati yang di maksudkan di sini
adalah matinya hawa nafsu dan hiduplah hati sanubari untuk kelak akan
mengakui daripada kebenaran Allah itu adalah satu (tauhid), ini adalah tahap
awal seseorang hamba untuk mengetahui arti daripada apa itu yang di namakan
dengan Tauhid. Mati Tabi’i artinya perasaan lahiriah orang yang
berdzikir menjadi hilang, fana pendengaran dan penglihatan lahiriahnya,
sehingga tidak berfungsi lagi, yang berfungsi adalah pendengaran dan
penglihatan bathinnya yang memancar dari lubuk hatinya, sehingga terdengar dan
terlihat hanyalah lapzul jalalah, dalam keadaan demikian akal dan pikiran
jasmani tidak berjalan lagi, kecuali akal dan pikiran bathin, sebab akal dan
pikiran bathin yang bersihlah yang dapat menerima karunia, taufik, hidayah dan
ilham dari Allah, hal demikianlah yang merupakan nur illahi terbit dari orang
yang berdzikir, sehingga hatinya muhadharoh (hadir) bersama Allah.
Mati
Tabi’i juga merupakan lompatan dari pintu fana yang pertama, oleh sebab di
terimanya dzikir seorang hamba oleh Allah dan ini merupakan hasil dari
mujahadahnya (perjuangan) dan merupakan rahmat dan karunia dari Allah, juga
merupakan fanafillah di mana gerak dan diam tidak ada kecuali dari Allah, tata
cara dzikir ini dalam Thariqat An-Naqsyabandi ini telah di atur secara turun menurun
secara silsilah dan sampai kepada kami adalah sebagai berikut :
- Menghimpunkan pengenalan kepada hati sanubari, maksudnya menetapkan konsentrasi secara penuh hanya kepada Allah Swt secara keseluruhan;
- Mengingat zat Allah dengan hati sanubari, ini lebih menekankan kepada ingat terhadap Allah Swt pada maqam yang di tuju untuk berdzikir;
- Mengucapkan Istighfar dengan bilangan yang ganjil, artinya secara syari’ah kita selalu mohon ampun kepada Allah, sama saja artinya dengan lebih mendekatkan diri kepadaNya melalui istighfar, dan ucapan istighfar ini bilangannya secara ganjil, contohnya 3x, 5x, 7x dan seterusnya berapapun mau asal ikhlas;
- Membaca Surah Al-Fatiha 1 kali dan Surah Al-Ikhlas 3 kali, dengan membaca ayat Al-Qur’an tentu hati akan lebih mudah menerima hidayah dariNya dan lebih mendekatkan diri kepadaNya;
- Menghadirkan Masaikh Thariqat di hadapan kita, ini artinya bertawassul kepada Allah Swt melalui keutamaan ulama – ulama ajaran ini yang lebih dahulu telah mendapatkan hidayah dariNya melalui cara dzikir ini, pelaksanaanya perlu kehati-hatian penuh, jika tidak akan terjatuh kepada kesyirikan;
- Menghadiahkan pahala Surah Al-Fatiha 1 kali dan Surah Al-Ikhlas 3 kali kepada para masaikh, maksudnya bacaan yang di baca di atas tadi hadiahkan faedahnya kepada para ulama silsilah yang telah memakai ajaran dzikir ini yang lebih dahulu dari pada kita, ini merupakan penguatan terhadap tawassul atau rabithah tadi;
- Mematikan diri sebelum mati, maksudnya belajarlah mati sebelum di matikan dengan arti kata senantiasalah selalu ingat (dzikir) kepadaNya;
- Memandang rabithah atau rupa guru, ini penerapannya sangatlah rumit dan penuh hati-hati, jika tidak maka akan tergelincir kepada syirik khafi (tersembunyi), pelaksanaannya adalah tekankan dalam hati akan bersyukur kepada Allah yang telah mengaruniakan hidayahNya bahwa ajaran ini di sampaikan Allah kepada kita melalui guru atau mursyid kita, di luar cara ini dalam menerapkannya maka syiriklah yang akan terjadi, bukannya mendapat keridhaan malah kemurkaan Allah-lah yang di dapat;
- Munajat kepada Allah, artinya sebelum kita mengucapkan dzikir Allah…Allah…Allah…terlebih dahulu kita membaca atau berdo’a sebagai berikut : “ILLAHI ANTA MAKSUDI WA RIDHAKA MATHLUBI”, artinya : “Ya Allah, hanya engkaulah yang kumaksud dan keridhaan engkaulah tujuanku.”
- Membaca dzikir kepada Allah, setelah keseluruhan cara di atas di laksanakan maka di mulailah dengan berdzikir atau membaca Allah…Allah…Allah…sebanyak-banyaknya sesuai dengan kemampuan dan kesempatan, jika sudah cukup dan selesai dari berdzikir maka panjatkanlah puja dan puji syukur kepada Allah yang telah memberi kesempatan dan kekuatan dalam beribadah dzikir ini.
Pelaksanaan dzikir ini
menurut yang kami pelajari untuk di terapkan sewaktu melaksanakannya dan yang
bisa di jabarkan oleh tuan guru atau mursyid adalah :
- Wuquf Qalbiy, artinya kuatkan konsentrasi pikiran hanya kepada Allah yang tiada berwujud dan berbentuk dari segala sesuatu apapun di dunia ini, tetapi ianya hanyalah tunggal dan Esa, dalam pelaksanaan ini ini sekurang – kurangnya buatlah pikiran itu memikirkan akan keberadaan kekuatan dan kesempatan kita saat berdzikir ini hanyalah merupakan kekuatan (hidayah) dari Allah, hal ini termasuk dalam kategori ingat kepada Allah secara af’al (perbuatan);
- Setelah dapat membuat pikiran yang sedemikian di atas, maka usahakanlah agar selalu ucapan dzikir tersebut masuk pada wilayah maqam yang telah di sebut di atas secara terus menerus laksana tembakan mitraliur yang tiada putusnya seraya memusatkan pikiran bahwa Allah senantiasa mengawasi kita dalam keadaan apapun juga;
- Jika masih terasa susah juga, maka cobalah buat ingatan rajah dari pada tulisan nama Allah Swt dalam bayangan kita saat dalam berdzikir terus masukkan tulisan Allah tersebut pada maqam yang telah tersebut di atas, tapi ingat ini ada unsur syiriknya jika tiada hati-hati dalam menerapkannya dan ini tergolong kepada selemah-lemahnya seorang hamba dalam berdzikir kepada Allah, tetapi jika hanya mampu demikian maka memadailah secara tahap awal tetapi harus berusaha dengan keras agar jangan dengan cara ini, tetapi pakailah cara yang 2 (dua) di atas.
- Setiap selesai berdzikir harus selalu menyampaikan rasa syukur yang sebesar-besarnya kepada Allah atas karunia-Nya yang telah memberikan kekuatan dan kesempatan dalam ingat kepada-Nya.
Demikianlah keterangan
awal daripada ajaran maqam dasar kajian tasawwuf Thariqat An-Naqsyabandi,
selanjutnya akan kami uraikan maqam pembersihan sifat buruk bathin tingkat
kedua (maqam kedua) kepada saudara-saudara semua sepanjang yang telah sampai kepada
kami dan di izinkan menyebarkan ilmu ajaran ini sepanjang tidak menyimpang dari
ketentuan.
MAQAMAT (2) LATHIFATHUL RUH
Maqam ini adalah maqam
kedua dalam kajian Thariqat An-Naqsyabandi jika seseorang mendalami pelajaran
dzikir dalam ajaran tasawwuf atau sufi, maka jika seseorang telah berdzikir
pada maqam sebelumnya, maka pada tempat inilah dzikir kepada Allah yang kedua
di sandarkan dengan makna adalah pembersihan rohani secara bertahap-tahap dan
berbagai tingkatan pembersihan penyakit bathin.Pembersihan rohani di sini
maksudnya ialah mengobati seluruh penyakit bathin yang buruk pada diri manusia
secara bertahap, jika seseorang hamba ingin menuju kepada khalikNya, sudah
tentu penyakit bathin harus di obati terlebih dahulu, sebab jika seseorang hamba
yang menuju kepada tuhannya tetapi masih ada penyakit bathinnya maka tiada akan
dapat sampai (ma’rifat) kepada tuhannya, sebab Allah adalah dzat yang Maha
Suci. Bathin pada manusia umumnya penuh dengan penyakit yang berupa
kotoran-kotoran sifat madzmumah, artinya selalu di penuhi dengan penyakit
bathin yang buruk, seperti ; iri hati, dengki, penghasut, loba, tamak, serakah,
penipu alias munafik dan lain sebagainya yang sifatnya buruk, nah sifat buruk
pada manusia ini harus di obati dulu sebelum dapat menuju kepada tuhannya,
tiada akan semudah itu seseorang manusia akan dapat mengenal khalik-Nya tanpa
bathinnya bersih dari sifat buruk tersebut. Sifat buruk pada bathin manusia ini
di wilayah ini adalah tamak, rakus dan bakhil yang menungganginya yaitu iblis dan
syetan, pada diri bathin manusia para iblis dan syetan pada bidang penyakit ini
rumah atau istana pada rabu jasmani manusia, untuk selalu membisikkan berbagai
tipu daya dan hasut agar manusia selalu dalam kemaksiatan di bidang tamak,
rakus dan bakhil, untuk menumpas keberadaan syetan ini maka lazimkanlah
dzikrullah pada wilayah ini dengan senjata kalimah Allah…Allah…Allah…,
dengan harapan para iblis dan syaithan dapat tunggang langgang lari
terbirit-birit dari rumah atau istananya tersebut dalam diri manusia, jika
sudah demikian maka tentu sifat tersebut sudah jauh berkurang bahkan hilang
sama sekali dari dalam diri bathinnya tersebut, yang tinggal hanyalah kalimah
Allah saja yang menempatinya, hal demikianlah merupakan pintu dasar kedua
menuju dan mendekatkan diri kepada Allah serta dapat mengenalnya.
Maqam kedua dari cara berdzikirnya seorang
hamba untuk mengobati penyakit bathin ini adalah di sebut dengan LATIFATUL RUH
dengan pengertian yang di jabarkan dan di ajarkan ialah : Maqam
ini berhubungan dengan rabu pada jasmani dengan posisi maqamnya adalah dua jari
di bawah susu sebelah kanan tubuh jasmani atau zahir, pada maqam ini menurut
ketentuan jumlah dzikirnya sekurang-kurangnya 1000 kali dalam sehari semalam,
maqam ini secara bathiniahnya pada manusia adalah wilayahnya dzikir Nabi
Ibrahim As dan bercahaya merah secara ghaib, dan maqam ini berasal dari api.
Maqam ini adalah tempatnya sifat madzmumah (Buruk) pada bathin
manusia adalah :
1.
Tamak;
2.
Rakus;
3.
Bakhil.
Jadi jika seorang hamba ingin dekat kepada Allah, maka haruslah
menghilangkan sifat buruk ini, jika secara terus menerus dan ikhlas dzikirnya
pada maqam ini, maka masuklah dan berganti dengan sifat madzmudah (baik), yaitu
: Khana’ah dalam arti kata memadai ianya
akan apa ada adanya yang telah di tentukan oleh Allah akan dirinya di dunia
ini. Sifat buruk ini seperti, loba, tamak, rakus dan bakhil adalah salah satu
sifat yang tidak di sukai oleh Allah dan Rasul-Nya, sifat bathiniah yang buruk
seperti ini tidak ubahnya seperti binatang yang suka menurut akan hawa
nafsunya, jadi dengan rajinnya mengobati sifat ini dengan dzikir pada maqam
tersebut di atas adalah dapat berganti sifat yang di sukai Allah dan Rasul-Nya,
seperti merasa selalu bersyukur dan menerima apa adanya yang telah di tetapkan
oleh Allah, usaha untuk merubah sifat ini adalah dengan cara yang wajar melalui
dzikir kepada Allah dengan seperti cara yang di ajarkan oleh ajaran Thariqat
An-Naqsyabandi.
Hasil puncaknya pada dzikir
ini adalah merasakan maqam fanafil ‘asma dan mati ma’nawi, artinya semua sifat
keinsanan manusia telah lebur dan lenyap dan di ganti oleh sifat ketuhanan yang
biasa di sandarkan kepada manusia, artinya fana dan menyadari akan sifat-sifat
kebaikan Allah, seperti sifat sayang, kasih, pemaaf dan lain sebagainya yang
baik, hal ini ada pada manusia yang beriman dan di namakan dengan sifat
fanafii’asma (fana akan nama Allah).
Pendengaran dan penglihatan lahir menjadi hilang lenyap, yang tinggal
hanyalah pendengaran bathin dan penglihatan bathin yang memancarkan nur illahi,
yang terbit dari dalam hati yang dapat memancarkan ilham dari Allah, merasakan
akan mati ma’nawi, ini artinya pintu fana yang kedua dan di terima oleh
seseorang berdzikir, ini merupakan hasil mujahadahnya dan merupakan rahmat dan
karunia dari Allah jika ikhlas dzikirnya. Jika seseorang hamba tiada mau
berdzikir pada wilayah ini, maka menurut kajian tasawwuf sangatlah susah untuk
membuat seseorang hamba dapat sampai dan mengenal akan tuhannya, sebab dengan
sifat loba, tamak, rakus dan bakhil ini selalu mengikut akan petunjuk atau
bisikan dan sifat yang di benci Allah serta hanya ada pada iblis dan syaithan
juga pada orang yang tidak beriman.
Untuk hal yang demikianlah
maka oleh para guru tasawwuf sangat menekankan pengobatan penyakit bathin ini,
jika ingin menjadi manusia yang beraqidah akhlak yang baik serta mendapat
keridhaan dari-Nya, jika seseorang hamba betul-betul ikhlas dan rajin berdzikir
pada wilayah ini dan beristiqamah, maka insya Allah terbukalah rahasia gaib
akan kebenaran dengan izin dan kehendak-Nya, dia mendapatkan ilham dan karunia
daripada-Nya, dan itu ini di katakan sunnah dan thariqatnya Nabi Ibrahim As,
sebab dengan akal dan pikiran bathin yang bersihlah yang dapat menerima
karunia, taufik, hidayah dan ilham dari Allah, hal demikianlah yang merupakan
nur illahi terbit dari hati orang yang berdzikir, sehingga hatinya muhadharoh
(hadir) bersama Allah. Mati ma’nawi juga merupakan lompatan dari pintu fana
yang kedua, oleh sebab di terimanya dzikir seorang hamba oleh Allah, dan ini
merupakan hasil dari mujahadahnya (perjuangan) dan merupakan rahmat dan karunia
dari Allah, juga merupakan fanafillah di mana gerak dan diam tidak ada kecuali
dari Allah, tata cara dzikir ini dalam Thariqat An-Naqsyabandi ini telah di
atur secara turun menurun secara silsilah dan sampai kepada kami adalah sebagai
berikut :
Pelaksanaan dzikir ini menurut yang kami pelajari untuk di terapkan sewaktu
melaksanakannya dan yang bisa di jabarkan oleh tuan guru atau mursyid adalah :
- Wuquf Qalbiy, artinya kuatkan konsentrasi pikiran hanya kepada Allah yang tiada berwujud dan berbentuk dari segala sesuatu apapun di dunia ini, tetapi ianya hanyalah tunggal dan esa, dalam pelaksanaan ini ini sekurang-kurangnya buatlah pikiran itu memikirkan akan keberadaan kekuatan dan kesempatan kita saat berdzikir ini hanyalah merupakan kekuatan (hidayah) dari Allah, hal ini termasuk dalam kategori ingat kepada Allah secara af’al (perbuatan);
- Setelah dapat membuat pikiran yang sedemikian di atas, maka usahakanlah agar selalu ucapan dzikir tersebut masuk pada wilayah maqam yang telah di sebut di atas secara terus menerus laksana tembakan mitraliur yang tiada putusnya seraya memusatkan pikiran bahwa Allah senantiasa mengawasi kita dalam keadaan apapun juga;
- Jika masih terasa susah juga, maka cobalah buat ingatan rajah dari pada tulisan nama Allah dalam bayangan kita saat dalam berdzikir terus masukkan tulisan Allah tersebut pada maqam yang telah tersebut di atas, tapi ingat ini ada unsur syiriknya jika tiada hati-hati dalam menerapkannya dan ini tergolong kepada selemah-lemahnya seorang hamba dalam berdzikir kepada Allah, tetapi jika hanya mampu demikian maka memadailah secara tahap awal tetapi harus berusaha dengan keras agar jangan dengan cara ini, tetapi pakailah cara yang 2 (dua) di atas.
- Setiap selesai berdzikir harus selalu menyampaikan rasa syukur yang sebesar-besarnya kepada Allah atas karunia-Nya yang telah memberikan kekuatan dan kesempatan dalam ingat kepada-Nya.
MAQAMAT (3) LATHIFATUL SIRRI
Maqam ini adalah maqam ketiga dalam kajian Thariqat An-Naqsyabandi jika
seseorang mendalami pelajaran dzikir dalam ajaran tasawwuf atau sufi, maka jika
seseorang telah berdzikir pada maqam sebelumnya, maka pada tempat inilah dzikir
kepada Allah yang ketiga di sandarkan, dengan makna dan maksudnya adalah untuk
pengobatan pembersihan rohani secara bertahap dan berbagai tingkatan
pembersihan penyakit bathin. Pembersihan penyakit bathin di sini ialah
mengobati seluruh penyakit bathin yang buruk pada diri manusia secara bertahap,
jika seseorang hamba ingin menuju kepada khalik-Nya, sudah tentu penyakit
bathin harus di obati terlebih dahulu, sebab jika seseorang hamba yang menuju
kepada tuhannya tetapi masih ada penyakit bathinnya maka tiada akan dapat
sampai (ma’rifat) kepada tuhannya, sebab Allah adalah dzat yang Maha
Suci. Bathin pada manusia umumnya penuh dengan penyakit yang berupa
sifat madzmumah (sifat yang buruk), artinya bathin di penuhi dengan penyakit
sifat yang buruk, nah sifat buruk pada manusia ini harus di obati dulu sebelum
dapat menuju kepada tuhannya, seseorang hamba tiada akan semudah itu akan dapat
mengenal khalikNya tanpa bathinnya bersih dari sifat buruk tersebut.
Sifat buruk pada bathin manusia di wilayah ini adalah pemarah, pembengis,
mudah emosi tinggi, penaik darah dan pendendam, yang mendalanginya yaitu iblis
dan syaithan, pada bathin manusia, para iblis dan syaithan di bidang penyakit
ini, rumah atau istananya adalah pada hati jasmani manusia, yang senantiasa
selalu membisikkan berbagai tipu daya dan hasut agar manusia selalu dalam kemaksiatan
di bidang pemarah, pembengis, mudah emosi tinggi, penaik darah dan pendendam,
untuk menumpas keberadaan syaithan ini maka lazimkanlah dzikrullah pada wilayah
ini dengan senjata kalimah Allah…Allah…Allah…, dengan harapan
para iblis dan syaithan dapat keluar dari rumah atau istananya tersebut dari
dalam diri manusia, jika sudah demikian maka tentu sifat tersebut sudah jauh
berkurang bahkan hilang sama sekali dari dalam diri bathinnya tersebut, yang
tinggal hanyalah kalimah Allah saja yang menempatinya, hal demikianlah
merupakan pintu dasar ketiga menuju dan mendekatkan diri kepada Allah serta
dapat mengenalnya. Maqam ketiga dari cara berdzikirnya seorang hamba untuk
mengobati penyakit bathin ini adalah di sebut dengan LATIFATUL SIRRI dengan
pengertian yang di jabarkan dan di ajarkan dzikirnya sebagai berikut : Maqam
ini berhubungan dengan hati pada jasmani manusia, kira-kira dua jari di atas
susu kiri, jumlah dzikirnya dalam sehari semalam sekurang-kurangnya 1000 kali
di lakukan secara rutin dan istiqamah, ini adalah wilayahnya Nabi Musa Klh,
bercahaya putih dan asalnya dari angin, maqam ini tempatnya sifat madzmumah
pada manusia di jurusan :
- Pemarah;
- Pembengis;
- Mudah emosi tinggi;
- Penaik darah, dan
- Pendendam.
Jadi sudah seharusnya kita berdzikir di tempat ini untuk menghilangkan
sifat buruk tersebut dari bathin kita, nah, jika ikhlas dzikirnya pada tempat
ini maka akan bergantilah sifat buruk tadi menjadi sifat yang terpuji, seperti
:
- Pengasih;
- Penyayang, dan
- Baik budi pekerti (akhlak yang mulia).
Sifat buruk ini di katakan sama seperti sifat binatang buas yang suka
berbuat onar, kekejaman, penganiayaan, penindasan, permusuhan dan pendzaliman
sesama, dan penebar fitnah, sebagai madzmudahnya (baik) adalah manakala lenyap
sifat buruk di atas akan berganti dengan sifat keinsanan yang mendekati kepada
kesempurnaan akhlak, terutama sifat rahman dan rahim, ini di katakan adalah
sunnah dan thariqatnya Nabi Musa Klh.
Puncak hasil daripada maqam ini adalah fana fi sifattisubutiah (fana akan
sifat yang baik) dan mati sirri, mati sirri artinya segala sifat keinsanan
menjadi lenyap dan berganti dengan fana, demikian juga dengan
alam yang wujud ini menjadi lenyap dan di telan oleh alam ghaib, alam malakut
yang penuh dengan nur illahi, mendapatkan karunia dari Allah akan perasaan mati
sirri ini adalah dengan bergelimangnya akan baqa finurillah, yaitu nur af’al
Allah, nur asma Allah, nur zat Allah dan nurran ‘ala nurrin, cahaya di atas
cahaya Allah, di mana Allah memberikan karunia itu kepada siapa saja yang dia
kehendaki. Pendengaran dan penglihatan lahir menjadi hilang lenyap, yang
tinggal hanyalah pendengaran bathin dan penglihatan bathin yang memancarkan nur
illahi, yang terbit dari dalam hati yang dapat memancarkan ilham dari Allah,
ini merupakan hasil mujahadahnya dan merupakan rahmat dan karunia dari Allah
jika ikhlas dzikirnya. Jika seseorang hamba tiada mau berdzikir pada wilayah
ini, maka menurut kajian tasawwuf sangatlah susah untuk membuat seseorang hamba
dapat sampai dan mengenal akan tuhannya, sebab dengan sifat buruk di atas, maka
seseorang manusia akan selalu mengikuti akan petunjuk atau bisikan iblis dan
syaithan, sifat ini merupakan sifat yang di benci Allah serta hanya ada pada
iblis dan syaithan juga pada orang yang tidak beriman. Untuk hal yang demikianlah
maka oleh para guru tasawwuf sangat menekankan pengobatan penyakit bathin ini,
jika ingin menjadi manusia yang beraqidah akhlak yang baik serta mendapat
keridhaan dari-Nya, jika seseorang hamba betul-betul ikhlas dan rajin berdzikir
pada wilayah ini dan beristiqamah, maka insya Allah terbukalah rahasia gaib
akan kebenaran dengan izin dan kehendak-Nya, dia mendapatkan ilham dan karunia
daripadaNya dan ini di katakan sunnah dan cara dzikirnya Nabi Musa Klh, sebab
hanya dengan akal dan pikiran bathin yang bersihlah yang dapat menerima
karunia, taufik, hidayah dan ilham dari Allah, hal demikianlah yang merupakan
nur illahi terbit dari hati orang yang berdzikir, sehingga hatinya muhadharah
(hadir) bersama Allah. Oleh sebab di terimanya dzikir seorang hamba oleh Allah
dan ini merupakan hasil dari mujahadahnya (perjuangan) dan merupakan rahmat dan
karunia dari Allah, juga merupakan fanafillah di mana gerak dan diam tidak ada
kecuali dari Allah, tata cara dzikir ini dalam Thariqat An-Naqsyabandi ini
telah di atur secara turun menurun secara silsilah dan sampai kepada kami
adalah sebagai berikut :
- Menghimpunkan pengenalan kepada hati sanubari, maksudnya menetapkan konsentrasi secara penuh hanya kepada Allah secara keseluruhan;
- Mengingat dzat Allah dengan hati sanubari, ini lebih menekankan kepada ingat terhadap Allah pada maqam yang di tuju untuk berdzikir;
- Mengucapkan Istighfar dengan bilangan yang ganjil, artinya secara syari’ah kita selalu mohon ampun kepada Allah, sama saja artinya dengan lebih mendekatkan diri kepadaNya melalui istighfar dan ucapan istighfar ini bilangannya secara ganjil, contohnya 3x, 5x, 7x dan seterusnya berapapun mau asal ikhlas;
- Membaca Surah Al-Fatiha 1 kali dan Surah Al-Ikhlas 3 kali, dengan membaca ayat Al-Qur’an tentu hati akan lebih mudah menerima hidayah dari-Nya dan lebih mendekatkan diri kepada-Nya;
- Menghadirkan Masaikh Thariqat di hadapan kita, ini artinya bertawassul kepada Allah melalui keutamaan ulama-ulama ajaran ini yang lebih dahulu telah mendapatkan hidayah dariNya melalui cara dzikir ini, pelaksanaanya perlu kehati-hatian penuh, jika tidak akan terjatuh kepada kesyirikan;
- Menghadiahkan pahala Surah Al-Fatiha 1 kali dan Surah Al-Ikhlas 3 kali kepada para masaikh, maksudnya bacaan yang di baca di atas tadi hadiahkan faedahnya kepada para ulama silsilah yang telah memakai ajaran dzikir ini yang lebih dahulu dari pada kita, ini merupakan penguatan terhadap tawassul atau rabithah tadi;
- Mematikan diri sebelum mati, maksudnya belajarlah mati sebelum di matikan dengan arti kata senantiasalah selalu ingat (dzikir) kepada-Nya;
- Memandang rabithah atau rupa guru, ini penerapannya sangatlah rumit dan penuh hati-hati, jika tidak maka akan tergelincir kepada syirik khafi (tersembunyi), pelaksanaannya adalah tekankan dalam hati akan bersyukur kepada Allah yang telah mengaruniakan hidayah-Nya bahwa ajaran ini di sampaikan Allah kepada kita melalui guru atau mursyid kita, di luar cara ini dalam menerapkannya maka syiriklah yang akan terjadi, bukannya mendapat keridhaan malah kemurkaan Allah-lah yang di dapat;
- Munajat kepada Allah, artinya sebelum kita mengucapkan dzikir Allah…Allah…Allah…terlebih dahulu kita membaca atau berdo’a sebagai berikut : “ILLAHI ANTA MAKSUDI WA RIDHAKA MATHLUBI”, artinya : “Ya Allah, hanya engkaulah yang kumaksud dan keridhaan engkaulah tujuanku.”
- Membaca zikir kepada Allah, setelah keseluruhan cara di atas di laksanakan maka di mulailah dengan berdzikir atau membaca Allah…Allah…Allah…sebanyak-banyaknya sesuai dengan kemampuan dan kesempatan, jika sudah cukup dan selesai dari berdzikir maka panjatkanlah puja dan puji syukur kepada Allah yang telah memberi kesempatan dan kekuatan dalam beribadah dzikir ini.
Pelaksanaan dzikir ini menurut yang kami pelajari untuk di terapkan sewaktu
melaksanakannya dan yang bisa di jabarkan oleh tuan guru atau mursyid adalah :
- Wuquf Qalbiy, artinya kuatkan konsentrasi pikiran hanya kepada Allah yang tiada berwujud dan berbentuk dari segala sesuatu apapun di dunia ini, tetapi ianya hanyalah tunggal dan esa, dalam pelaksanaan ini ini sekurang-kurangnya buatlah pikiran itu memikirkan akan keberadaan kekuatan dan kesempatan kita saat berdzikir ini hanyalah merupakan kekuatan (hidayah) dari Allah, hal ini termasuk dalam kategori ingat kepada Allah secara af’al (perbuatan);
- Setelah dapat membuat pikiran yang sedemikian di atas, maka usahakanlah agar selalu ucapan dzikir tersebut masuk pada wilayah maqam yang telah di sebut di atas secara terus menerus laksana tembakan mitraliur yang tiada putusnya seraya memusatkan pikiran bahwa Allah senantiasa mengawasi kita dalam keadaan apapun juga;
- Jika masih terasa susah juga, maka cobalah buat ingatan rajah dari pada tulisan nama Allah dalam bayangan kita saat dalam berdzikir terus masukkan tulisan Allah tersebut pada maqam yang telah tersebut di atas, tapi ingat ini ada unsur syiriknya jika tiada hati-hati dalam menerapkannya dan ini tergolong kepada selemah-lemahnya seorang hamba dalam berdzikir kepada Allah, tetapi jika hanya mampu demikian maka memadailah secara tahap awal tetapi harus berusaha dengan keras agar jangan dengan cara ini, tetapi pakailah cara yang 2 (dua) di atas.
- Setiap selesai berdzikir harus selalu menyampaikan rasa syukur yang sebesar-besarnya kepada Allah atas karunia-Nya yang telah memberikan kekuatan dan kesempatan dalam ingat kepada-Nya.
MAQAMAT (4) LATHIFATUL KHAFI
Maqam ini adalah maqam keempat dalam kajian Thariqat An-Naqsyabandi untuk
melaksanakan pembersihan penyakit bathin, maka jika seseorang telah berdzikir
pada maqam sebelumnya, maka pada tempat inilah pula dzikir kepada Allah yang
keempat di lakukan, maksudnya adalah untuk pengobatan penyakit rohani secara
bertahap dan berbagai tingkatan pembersihan penyakit bathin atau rohani.
Pembersihan penyakit bathin di sini ialah mengobati seluruh penyakit bathin
yang buruk pada diri manusia secara bertahap, jika seseorang hamba ingin menuju
kepada khalik-Nya, sudah tentu penyakit bathin harus di obati terlebih dahulu,
sebab jika seseorang hamba yang menuju kepada tuhannya tetapi masih ada
penyakit bathinnya maka tiada akan dapat sampai (ma’rifat) kepada tuhannya,
sebab Allah adalah dzat yang Maha Suci. Bathin pada manusia
umumnya penuh dengan penyakit yang berupa sifat madzmumah (sifat yang buruk),
artinya bathin di penuhi dengan penyakit sifat yang buruk, nah sifat buruk pada
manusia ini harus di obati dulu sebelum dapat menuju kepada tuhannya, seseorang
hamba tiada akan semudah itu akan dapat mengenal khalik-Nya tanpa bathinnya
bersih dari sifat buruk tersebut.
Sifat buruk pada bathin manusia di wilayah ini adalah busuk hati dan
munafik yang mana termasuk di dalamnya adalah pendusta, mungkir janji,
penghianat dan tidak dapat di percaya, yang di dalangi oleh iblis dan syaithan,
rumah atau istananya adalah pada limpa jasmani manusia, yang senantiasa selalu
membisikkan berbagai tipu daya dan hasut agar manusia selalu dalam kemaksiatan
di bidang sifat buruk tersebut, untuk menumpas keberadaan syaithan ini maka
lazimkanlah dzikrullah pada wilayah ini dengan senjata kalimah Allah…Allah…Allah…,
dengan harapan para iblis dan syaithan dapat keluar dari rumah atau istananya
tersebut dari dalam diri manusia, jika sudah demikian maka tentu sifat tersebut
sudah jauh berkurang bahkan hilang sama sekali dari dalam diri bathinnya
tersebut, yang tinggal hanyalah kalimah Allah saja yang menempatinya, hal demikianlah
merupakan pintu dasar keempat menuju akan kedekatan kepada Allah serta dapat
mengenalnya.
Maqam keempat dari cara berdzikirnya
seorang hamba untuk mengobati penyakit bathin ini adalah di sebut dengan LATIFATUL
KHAFI dengan pengertian yang di jabarkan dan di ajarkan dzikirnya sebagai
berikut : Maqam ini berhubungan dengan limpa jasmani manusia dengan daerah
kira-kira dua jari di atas susu kanan, berdzikir pada maqam ini dalam sehari
semalam sekurang-kurangnya 1000 kali, ini adalah wilayahnya Nabi Isa As dengan
bercahayakan hitam dan berasal dari air.
Ini adalah tempatnya sifat madzmumah pada manusia, seperti :
1.
Busuk hati;
2.
Munafik, dengan
kandungan sifat nya yaitu ; pendusta, mungkir janji, penghianat dan tidak dapat
di percaya.
Nah, jika ikhlas dzikir pada tempat ini maka hilanglah sifat yang
demikian dan berganti dengan sifat yang terpuji, yaitu :
1.
Ridha;
2.
Syukur;
3.
Sabar, dan
4.
Tawakkal.
Madzmumahnya lathifatul khafi ini di katakan dengan sifat syaithan
yang menimbulkan was-was, cemburu, dusta dan sebagainya dan yang sejenis,
mahmudahnya adalah sifat syukur dan ridha serta sabar dan tawakkal, ini di
katakan dengan sunahnya Nabi Isa As.
Puncaknya adalah fana fissifatissalbiyah dan mati hissi, mati
hissi artinya segala sifat keinsanan yang baharu menjadi lenyap atau
fana dan yang tinggal hanyalah sifat ketuhanan yang qadim azali, pada tingkat
ini tanjakan bathin seseorang yang berdzikir telah mencapai tingkat yang
tinggi, yaitu mulai mengenal akan ma’rifat, pada tingkat ini orang yang
berdzikir telah mengalami keadaan yang tidak pernah di lihat oleh mata dzahir,
tidak pernah di dengar telinga dzahir dan tidak pernah terlintas dalam hati
sanubari manusia dan tidak mungkin pula bisa di sifati oleh sifat manusia,
kecuali yang telah di karuniakan oleh Allah dengan seperti pada jalan tersebut
di atas. Jika seseorang hamba tiada mau berdzikir pada wilayah ini, maka menurut
kajian tasawwuf sangatlah susah untuk membuat seseorang hamba dapat sampai dan
mengenal akan tuhannya, sebab dengan sifat buruk di atas, maka seseorang
manusia akan selalu mengikuti akan petunjuk atau bisikan iblis dan syaithan,
sifat ini merupakan sifat yang di benci Allah serta hanya ada pada iblis dan
syaithan juga pada orang yang tidak beriman. Untuk hal yang demikianlah maka
oleh para guru tasawwuf sangat menekankan pengobatan penyakit bathin ini, jika
ingin menjadi manusia yang beraqidah akhlak yang baik serta mendapat keridhaan
dari-Nya, jika seseorang hamba betul-betul ikhlas dan rajin berdzikir pada
wilayah ini dan beristiqamah, maka insya Allah terbukalah rahasia gaib akan
kebenaran dengan idzin dan kehendak-Nya, dia mendapatkan ilham dan karunia
daripada-Nya, dan ini di katakan sunnah dan cara dzikirnya Nabi Isa As, sebab
hanya dengan akal dan pikiran bathin yang bersihlah yang dapat menerima
karunia, taufik, hidayah dan ilham dari Allah, hal demikianlah yang merupakan
nur illahi terbit dari hati orang yang berdzikir, sehingga hatinya muhadharah
(hadir) bersama Allah. Oleh sebab di terimanya dzikir seorang hamba oleh Allah
dan ini merupakan hasil dari mujahadahnya (perjuangan) dan merupakan rahmat dan
karunia dari Allah, juga merupakan fanafillah di mana gerak dan diam tidak ada
kecuali dari Allah, tata cara dzikir ini dalam Thariqat An-Naqsyabandi ini
telah di atur secara turun menurun secara silsilah dan sampai kepada kami
adalah sebagai berikut :
- Menghimpunkan pengenalan kepada hati sanubari, maksudnya menetapkan konsentrasi secara penuh hanya kepada Allah secara keseluruhan;
- Mengingat dzat Allah dengan hati sanubari, ini lebih menekankan kepada ingat terhadap Allah pada maqam yang di tuju untuk berdzikir;
- Mengucapkan Istighfar dengan bilangan yang ganjil, artinya secara syari’ah kita selalu mohon ampun kepada Allah, sama saja artinya dengan lebih mendekatkan diri kepada-Nya melalui istighfar, dan ucapan istighfar ini bilangannya secara ganjil, contohnya 3x, 5x, 7x dan seterusnya berapapun mau asal ikhlas;
- Membaca Surah Al-Fatiha 1 kali dan Surah Al-Ikhlas 3 kali, dengan membaca ayat Al-Qur’an tentu hati akan lebih mudah menerima hidayah dariNya dan lebih mendekatkan diri kepada-Nya;
- Menghadirkan Masaikh Thariqat di hadapan kita, ini artinya bertawassul kepada Allah melalui keutamaan ulama-ulama ajaran ini yang lebih dahulu telah mendapatkan hidayah dari-Nya melalui cara dzikir ini, pelaksanaannya perlu kehati-hatian penuh, jika tidak akan terjatuh kepada kesyirikan;
- Menghadiahkan pahala Surah Al-Fatiha 1 kali dan Surah Al-Ikhlas 3 kali kepada para masaikh, maksudnya bacaan yang di baca di atas tadi hadiahkan faedahnya kepada para ulama silsilah yang telah memakai ajaran dzikir ini yang lebih dahulu dari pada kita, ini merupakan penguatan terhadap tawassul atau rabithah tadi;
- Mematikan diri sebelum mati, maksudnya belajarlah mati sebelum di matikan dengan arti kata senantiasalah selalu ingat (dzikir) kepada-Nya;
- Memandang rabithah atau rupa guru, ini penerapannya sangatlah rumit dan penuh hati-hati, jika tidak maka akan tergelincir kepada syirik khafi (tersembunyi), pelaksanaannya adalah tekankan dalam hati akan bersyukur kepada Allah yang telah mengaruniakan hidayah-Nya bahwa ajaran ini di sampaikan Allah kepada kita melalui guru atau mursyid kita, di luar cara ini dalam menerapkannya maka syiriklah yang akan terjadi, bukannya mendapat keridhaan malah kemurkaan Allah-lah yang di dapat;
- Munajat kepada Allah, artinya sebelum kita mengucapkan dzikir Allah…Allah…Allah…terlebih dahulu kita membaca atau berdo’a sebagai berikut : “ILLAHI ANTA MAKSUDI WA RIDHAKA MATHLUBI”, artinya : “Ya Allah, hanya engkaulah yang kumaksud dan keridhaan engkaulah tujuanku.”
- Membaca dzikir kepada Allah, setelah keseluruhan cara di atas di laksanakan maka di mulailah dengan berdzikir atau membaca Allah…Allah…Allah…sebanyak-banyaknya sesuai dengan kemampuan dan kesempatan, jika sudah cukup dan selesai dari berdzikir maka panjatkanlah puja dan puji syukur kepada Allah yang telah memberi kesempatan dan kekuatan dalam beribadah dzikir ini.
Pelaksanaan dzikir ini menurut yang kami pelajari untuk di terapkan sewaktu
melaksanakannya dan yang bisa di jabarkan oleh tuan guru atau mursyid adalah :
- Wuquf Qalbiy, artinya kuatkan konsentrasi pikiran hanya kepada Allah yang tiada berwujud dan berbentuk dari segala sesuatu apapun di dunia ini, tetapi ianya hanyalah tunggal dan esa, dalam pelaksanaan ini ini sekurang-kurangnya buatlah pikiran itu memikirkan akan keberadaan kekuatan dan kesempatan kita saat berdzikir ini hanyalah merupakan kekuatan (hidayah) dari Allah, hal ini termasuk dalam kategori ingat kepada Allah secara af’al (perbuatan);
- Setelah dapat membuat pikiran yang sedemikian di atas, maka usahakanlah agar selalu ucapan dzikir tersebut masuk pada wilayah maqam yang telah di sebut di atas secara terus menerus laksana tembakan mitraliur yang tiada putusnya seraya memusatkan pikiran bahwa Allah senantiasa mengawasi kita dalam keadaan apapun juga;
- Jika masih terasa susah juga, maka cobalah buat ingatan rajah dari pada tulisan nama Allah dalam bayangan kita saat dalam berdzikir terus masukkan tulisan Allah tersebut pada maqam yang telah tersebut di atas, tapi ingat ini ada unsur syiriknya jika tiada hati-hati dalam menerapkannya dan ini tergolong kepada selemah-lemahnya seorang hamba dalam berdzikir kepada Allah, tetapi jika hanya mampu demikian maka memadailah secara tahap awal tetapi harus berusaha dengan keras agar jangan dengan cara ini, tetapi pakailah cara yang 2 (dua) di atas.
- Setiap selesai berdzikir harus selalu menyampaikan rasa syukur yang sebesar-besarnya kepada Allah atas karunia-Nya yang telah memberikan kekuatan dan kesempatan dalam ingat kepada-Nya.
MAQAMAT (5) LATHIFATUL AKHFA
Maqam ini adalah maqam kelima dalam kajian Thariqat An-Naqsyabandi jika
seseorang mendalami pelajaran dzikir dalam ajaran tasawwuf atau sufi, maka jika
seseorang telah berdzikir pada maqam sebelumnya, maka pada tempat inilah dzikir
kepada Allah yang kelima di laksanakan, dengan makna dan maksudnya adalah untuk
pengobatan pembersihan penyakit rohani secara bertahap dan berbagai tingkatan
pembersihan penyakit bathin. Pembersihan penyakit bathin di sini ialah
mengobati seluruh penyakit bathin yang buruk pada diri manusia secara bertahap,
jika seseorang hamba ingin menuju kepada khalik-Nya, sudah tentu penyakit
bathin harus di obati terlebih dahulu, sebab jika seseorang hamba yang menuju
kepada tuhannya tetapi masih ada penyakit bathinnya maka tiada akan dapat
sampai (ma’rifat) kepada tuhannya, sebab Allah adalah dzat yang Maha
Suci.
Bathin pada manusia umumnya penuh dengan penyakit yang berupa sifat
madzmumah (sifat yang buruk), artinya bathin di penuhi dengan penyakit sifat
yang buruk, nah sifat buruk pada manusia ini harus di obati dulu sebelum dapat
menuju kepada tuhannya, seseorang hamba tiada akan semudah itu akan dapat
mengenal khalik-Nya tanpa bathinnya bersih dari sifat buruk tersebut.
Sifat buruk pada bathin manusia di wilayah ini adalah takbur, ria, ujub dan
suma’ah, yang mendalanginya yaitu iblis dan syetan, dalam bathin manusia, para
iblis dan syaithan di bidang penyakit ini, rumah atau istananya adalah pada
empedu jasmani manusia, yang kerjanya senantiasa membisikkan berbagai tipu daya
dan hasut agar manusia selalu dalam kemaksiatan di bidang takbur, ria, ujub dan
suma’ah, untuk menumpas keberadaan syetan ini maka lazimkanlah dzikrullah pada
wilayah ini dengan senjata kalimah Allah…Allah…Allah…, dengan harapan
para iblis dan syaithan dapat keluar dari rumah atau istananya tersebut dari
dalam diri manusia, jika sudah demikian maka tentu sifat tersebut sudah jauh
berkurang bahkan hilang sama sekali dari dalam diri bathinnya tersebut, yang
tinggal hanyalah kalimah Allah saja yang menempatinya, hal demikianlah
merupakan pintu dasar ketiga menuju dan mendekatkan diri kepada Allah serta
dapat mengenalnya.
Maqam kelima dari cara berdzikirnya seorang
hamba untuk mengobati penyakit bathin ini adalah di sebut dengan LATHIFATUL
AKHFA dengan pengertian yang di jabarkan dan di ajarkan dzikirnya sebagai
berikut : Berhubungan
dengan empedu
jasmani dengan letak kira-kira di tengah dada, dzikirnya sekurang-kurangnya
dalam sehari semalam adalah 1000 kali, ini merupakan wilayahnya Nabi Muhammad
Saw dan bercahaya hijau serta berasal dari tanah, tempat sifat :
1.
Takbur;
2.
Ria;
3.
Ujub,
danSuma’ah.
Sifat buruk ini harus kita hilangkan dengan berdzikir pada maqam
ini agar dapat berganti dengan sifat :
1.
Tawadduk;
2.
Ikhlas;
3.
Sabar, dan Tawakkal.
Sifat segala ke”aku”an seperti sombong, takbur, ria, loba, ujub dan
tamak serta bersikap akulah yang terpandai, akulah yang terkaya, akulah yang
tergagah, tercantik dan lain sebagainya, maqam ini juga di katakan dengan sifat
rububiyah atau rabbaniyah dan hanya pantas bagi Allah, sebab dialah yang pada
hakikatnya yang memiliki, mengatur alam semesta ini, sifat baik pada maqam ini
di dapatkan jika berdzikir dengan ikhlas adalah khusyu’, tawadduk, tawakkal dan
ikhlas sebenar ikhlas, selalu tafakkur akan keagungan Allah dan ini di katakan
dengan sunnahnya dan thariqat dzikirnya Nabi Muhammad Saw, hasil puncaknya
adalah fana fidzzat, almuhallakah.
Puncak hasil daripada maqam ini adalah fanafisifattisubutiah (fana
akan sifat yang baik) dan mati sirri, mati sirri artinya segala sifat keinsanan
menjadi lenyap dan berganti dengan fana, demikian juga
dengan alam yang wujud ini menjadi lenyap dan di telan oleh alam ghaib, alam
malakut yang penuh dengan nur illahi, mendapatkan karunia dari Allah akan
perasaan mati sirri ini adalah dengan bergelimangnya akan baqa finurillah,
yaitu nur af’al Allah, nur asma Allah, nur zat Allah dan nurran ‘ala nurrin,
cahaya di atas cahaya Allah, di mana Allah memberikan karunia itu kepada siapa
saja yang dia kehendaki. Pendengaran dan penglihatan lahir menjadi hilang
lenyap, yang tinggal hanyalah pendengaran bathin dan penglihatan bathin yang
memancarkan nur illahi, yang terbit dari dalam hati yang dapat memancarkan
ilham dari Allah, ini merupakan hasil mujahadahnya dan merupakan rahmat dan
karunia dari Allah jika ikhlas dzikirnya.
Jika seseorang hamba tiada mau berdzikir pada wilayah ini, maka menurut
kajian tasawwuf sangatlah susah untuk membuat seseorang hamba dapat sampai dan
mengenal akan tuhannya, sebab dengan sifat buruk di atas, maka seseorang manusia
akan selalu mengikuti akan petunjuk atau bisikan iblis dan syaithan, sifat ini
merupakan sifat yang di benci Allah serta hanya ada pada iblis dan syaithan
juga pada orang yang tidak beriman. Untuk hal yang demikianlah maka oleh para
guru tasawwuf sangat menekankan pengobatan penyakit bathin ini, jika ingin
menjadi manusia yang beraqidah akhlak yang baik serta mendapat keridhaan
dari-Nya, jika seseorang hamba betul-betul ikhlas dan rajin berdzikir pada
wilayah ini dan beristiqamah, maka insya Allah terbukalah rahasia gaib akan
kebenaran dengan izin dan kehendak-Nya, dia mendapatkan ilham dan karunia
daripadaNya, dan ini di katakan sunnah dan cara dzikirnya Nabi Musa Klh, sebab
hanya dengan akal dan pikiran bathin yang bersihlah yang dapat menerima karunia,
taufik, hidayah dan ilham dari Allah, hal demikianlah yang merupakan nur illahi
terbit dari hati orang yang berdzikir, sehingga hatinya muhadharah (hadir)
bersama Allah.
Oleh sebab di terimanya dzikir seorang hamba oleh Allah dan ini merupakan
hasil dari mujahadahnya (perjuangan) dan merupakan rahmat dan karunia dari
Allah, juga merupakan fanafillah di mana gerak dan diam tidak ada kecuali dari
Allah, tata cara dzikir ini dalam Thariqat An-Naqsyabandi ini telah di atur
secara turun menurun secara silsilah dan sampai kepada kami adalah sebagai
berikut :
- Menghimpunkan pengenalan kepada hati sanubari, maksudnya menetapkan konsentrasi secara penuh hanya kepada Allah secara keseluruhan;
- Mengingat dzat Allah dengan hati sanubari, ini lebih menekankan kepada ingat terhadap Allah pada maqam yang di tuju untuk berdzikir;
- Mengucapkan Istighfar dengan bilangan yang ganjil, artinya secara syari’ah kita selalu mohon ampun kepada Allah, sama saja artinya dengan lebih mendekatkan diri kepada-Nya melalui istighfar, dan ucapan istighfar ini bilangannya secara ganjil, contohnya 3x, 5x, 7x dan seterusnya berapapun mau asal ikhlas;
- Membaca Surah Al-Fatiha 1 kali dan Surah Al-Ikhlas 3 kali, dengan membaca ayat Al-Qur’an tentu hati akan lebih mudah menerima hidayah dari-Nya dan lebih mendekatkan diri kepada-Nya;
- Menghadirkan Masaikh Thariqat di hadapan kita, ini artinya bertawassul kepada Allah melalui keutamaan ulama-ulama ajaran ini yang lebih dahulu telah mendapatkan hidayah dariNya melalui cara dzikir ini, pelaksanaanya perlu kehati-hatian penuh, jika tidak akan terjatuh kepada kesyirikan;
- Menghadiahkan pahala Surah Al-Fatiha 1 kali dan Surah Al-Ikhlas 3 kali kepada para masaikh, maksudnya bacaan yang di baca di atas tadi hadiahkan faedahnya kepada para ulama silsilah yang telah memakai ajaran dzikir ini yang lebih dahulu dari pada kita, ini merupakan penguatan terhadap tawassul atau rabithah tadi;
- Mematikan diri sebelum mati, maksudnya belajarlah mati sebelum di matikan dengan arti kata senantiasalah selalu ingat (dzikir) kepada-Nya;
- Memandang rabithah atau rupa guru, ini penerapannya sangatlah rumit dan penuh hati-hati, jika tidak maka akan tergelincir kepada syirik khafi (tersembunyi), pelaksanaannya adalah tekankan dalam hati akan bersyukur kepada Allah yang telah mengaruniakan hidayah-Nya bahwa ajaran ini di sampaikan Allah kepada kita melalui guru atau mursyid kita, di luar cara ini dalam menerapkannya maka syiriklah yang akan terjadi, bukannya mendapat keridhaan malah kemurkaan Allah-lah yang di dapat;
- Munajat kepada Allah, artinya sebelum kita mengucapkan dzikir Allah…Allah…Allah…terlebih dahulu kita membaca atau berdo’a sebagai berikut : “ILLAHI ANTA MAKSUDI WA RIDHAKA MATHLUBI”, artinya : “Ya Allah, hanya engkaulah yang kumaksud dan keridhaan engkaulah tujuanku.”
- Membaca dzikir kepada Allah, setelah keseluruhan cara di atas di laksanakan maka di mulailah dengan berdzikir atau membaca Allah…Allah…Allah…sebanyak-banyaknya sesuai dengan kemampuan dan kesempatan, jika sudah cukup dan selesai dari berdzikir maka panjatkanlah puja dan puji syukur kepada Allah yang telah memberi kesempatan dan kekuatan dalam beribadah dzikir ini.
Pelaksanaan dzikir ini menurut yang kami pelajari untuk di terapkan sewaktu
melaksanakannya dan yang bisa di jabarkan oleh tuan guru atau mursyid adalah :
- Wuquf Qalbiy, artinya kuatkan konsentrasi pikiran hanya kepada Allah yang tiada berwujud dan berbentuk dari segala sesuatu apapun di dunia ini, tetapi ianya hanyalah tunggal dan Esa, dalam pelaksanaan ini ini sekurang-kurangnya buatlah pikiran itu memikirkan akan keberadaan kekuatan dan kesempatan kita saat berdzikir ini hanyalah merupakan kekuatan (hidayah) dari Allah, hal ini termasuk dalam kategori ingat kepada Allah secara af’al (perbuatan);
- Setelah dapat membuat pikiran yang sedemikian di atas, maka usahakanlah agar selalu ucapan dzikir tersebut masuk pada wilayah maqam yang telah di sebut di atas secara terus menerus laksana tembakan mitraliur yang tiada putusnya seraya memusatkan pikiran bahwa Allah senantiasa mengawasi kita dalam keadaan apapun juga;
- Jika masih terasa susah juga, maka cobalah buat ingatan rajah dari pada tulisan nama Allah dalam bayangan kita saat dalam berdzikir terus masukkan tulisan Allah tersebut pada maqam yang telah tersebut di atas, tapi ingat ini ada unsur syiriknya jika tiada hati-hati dalam menerapkannya dan ini tergolong kepada selemah-lemahnya seorang hamba dalam berdzikir kepada Allah, tetapi jika hanya mampu demikian maka memadailah secara tahap awal tetapi harus berusaha dengan keras agar jangan dengan cara ini, tetapi pakailah cara yang 2 (dua) di atas.
- Setiap selesai berdzikir harus selalu menyampaikan rasa syukur yang sebesar-besarnya kepada Allah atas karunia-Nya yang telah memberikan kekuatan dan kesempatan dalam ingat kepada-Nya.
MAQAMAT (6) LATHIFATUL NAFSIN NATIQAH
Maqam ini adalah maqam keenam dalam kajian Thariqat An-Naqsyabandi, jika
seseorang mendalami pelajaran dzikir dalam ajaran tasawwuf atau sufi, maka jika
seseorang telah berdzikir pada maqam sebelumnya, maka pada tempat inilah dzikir
kepada Allah yang keenam, maksudnya adalah untuk pengobatan pembersihan
penyakit rohani secara bertahap dan berbagai tingkatan pembersihan penyakit
bathin.
Pembersihan penyakit bathin di sini ialah mengobati seluruh penyakit bathin
yang buruk pada diri manusia secara bertahap, jika seseorang hamba ingin menuju
kepada khalik-Nya, sudah tentu penyakit bathin harus di obati terlebih dahulu,
sebab jika seseorang hamba yang menuju kepada tuhannya tetapi masih ada
penyakit bathinnya maka tiada akan dapat sampai (ma’rifat) kepada Tuhannya,
sebab Allah adalah dzat yang Maha Suci. Bathin pada manusia
umumnya penuh dengan penyakit yang berupa sifat madzmumah (sifat yang buruk),
artinya bathin di penuhi dengan penyakit sifat yang buruk, nah sifat buruk pada
manusia ini harus di obati dulu sebelum dapat menuju kepada tuhannya, seseorang
hamba tiada akan semudah itu akan dapat mengenal khalik-Nya tanpa bathinnya
bersih dari sifat buruk tersebut. Sifat buruk pada bathin manusia di wilayah
ini adalah suka mengkhayal dan panjang angan-angan, yang di bisiki iblis dan
syaithan yang kerjanya senantiasa membisikkan berbagai angan-angan agar manusia
selalu dalam kemaksiatan, seperti untuk menipu, korupsi, kolusi, nepotisme dan
lain sebagainya, guna menumpas keberadaan syaithan khayal dan angan-angan ini,
maka lazimkanlah dzikrullah pada wilayah ini dengan senjata kalimah Allah…Allah…Allah…,
dengan harapan para iblis dan syaithan dapat keluar dari rumah atau istananya
tersebut dari dalam diri manusia, jika sudah demikian maka tentu sifat tersebut
sudah jauh berkurang bahkan hilang sama sekali dari dalam diri bathinnya
tersebut, yang tinggal hanyalah kalimah Allah saja yang menempatinya, hal
demikianlah merupakan pintu dasar keenam menuju dan mendekatkan diri kepada
Allah serta dapat mengenalnya.
Maqam keenam ini, dari cara berdzikirnya adalah seseorang hamba
untuk mengobati penyakit bathin ini di sebut dengan LATHIFATUL NAFSIN NATIQAH
dengan pengertian yang di jabarkan dan di ajarkan dzikirnya sebagai berikut :
Maqam ini berhubungan dengan otak jasmani pada manusia dengan wilayah terletak
di tengah-tengah dahi, berdzikir pada maqam ini dalam sehari semalam adalah
sekurang-kurangnya sebanyak 1000 kali, ini adalah wilayahnya Nabi Nuh As dan
bercahaya biru atau ungu serta tempat sifat buruk pada manusia yaitu khayal dan
angan-angan, oleh karena itu, kikislah sifat tersebut dengan berdzikir secara
ikhlas pada tempat ini, agar berganti dengan sifat muthma’innah, yaitu
sifat dan nafsu yang tenang. Buruknya pada tempat ini adalah selalu panjang
angan-angan, banyak khayal dan selalu merencanakan selalu yang jahat untuk
memuaskan hawa dan nafsu, sifat baiknya adalah nafsu muthma’innah yaitu sifat
yang sakinah, mawaddah, warrahmah, aman, tenteram dan damai, serta berpikiran
yang tenang, ini di katakan dengan sunnah thariqatnya Nabi Nuh As, puncaknya
adalah mati hissi.
Jika seseorang hamba tiada mau berdzikir pada wilayah ini, maka menurut
kajian tasawwuf sangatlah susah untuk membuat seseorang hamba dapat sampai dan
mengenal akan tuhannya, sebab dengan sifat buruk di atas, maka seseorang
manusia akan selalu mengikuti akan petunjuk atau bisikan iblis dan syaithan
yang lebih menjurus kepada keduniaan, sifat ini merupakan sifat yang di benci
Allah serta hanya ada pada iblis dan syaithan juga pada orang yang tidak beriman.
Untuk hal yang demikianlah maka oleh para guru tasawwuf sangat menekankan
pengobatan penyakit bathin ini, jika ingin menjadi manusia yang beraqidah
akhlak yang baik serta mendapat keridhaan dari-Nya, jika seseorang hamba
betul-betul ikhlas dan rajin berdzikir pada wilayah ini dan beristiqamah, maka
insya Allah terbukalah rahasia gaib akan kebenaran dengan izin dan
kehendak-Nya, dia mendapatkan ilham dan karunia daripada-Nya dan ini di katakan
sunnah dan cara dzikirnya Nabi Musa Klh, sebab hanya dengan akal dan pikiran
bathin yang bersihlah yang dapat menerima karunia, taufik, hidayah dan ilham
dari Allah, hal demikianlah yang merupakan nur illahi terbit dari hati orang
yang berdzikir, sehingga hatinya muhadharah (hadir) bersama Allah. Oleh sebab di
terimanya dzikir seorang hamba oleh Allah dan ini merupakan hasil dari
mujahadahnya (perjuangan) dan merupakan rahmat dan karunia dari Allah, juga
merupakan fanafillah di mana gerak dan diam tidak ada kecuali dari Allah, tata
cara dzikir ini dalam Thariqat An-Naqsyabandi ini telah di atur secara turun
menurun secara silsilah dan sampai kepada kami adalah sebagai berikut :
- Menghimpunkan pengenalan kepada hati sanubari, maksudnya menetapkan konsentrasi secara penuh hanya kepada Allah secara keseluruhan;
- Mengingat dzat Allah dengan hati sanubari, ini lebih menekankan kepada ingat terhadap Allah pada maqam yang di tuju untuk berdzikir;
- Mengucapkan Istighfar dengan bilangan yang ganjil, artinya secara syari’ah kita selalu mohon ampun kepada Allah, sama saja artinya dengan lebih mendekatkan diri kepada-Nya melalui istighfar, dan ucapan istighfar ini bilangannya secara ganjil, contohnya 3x, 5x, 7x dan seterusnya berapapun mau asal ikhlas;
- Membaca Surah Al-Fatiha 1 kali dan Surah Al-Ikhlas 3 kali, dengan membaca ayat Al-Qur’an tentu hati akan lebih mudah menerima hidayah dari-Nya dan lebih mendekatkan diri kepada-Nya;
- Menghadirkan Masaikh Thariqat di hadapan kita, ini artinya bertawassul kepada Allah melalui keutamaan ulama-ulama ajaran ini yang lebih dahulu telah mendapatkan hidayah dariNya melalui cara dzikir ini, pelaksanaanya perlu kehati-hatian penuh, jika tidak akan terjatuh kepada kesyirikan;
- Menghadiahkan pahala Surah Al-Fatiha 1 kali dan Surah Al-Ikhlas 3 kali kepada para masaikh, maksudnya bacaan yang di baca di atas tadi hadiahkan faedahnya kepada para ulama silsilah yang telah memakai ajaran dzikir ini yang lebih dahulu dari pada kita, ini merupakan penguatan terhadap tawassul atau rabithah tadi;
- Mematikan diri sebelum mati, maksudnya belajarlah mati sebelum di matikan dengan arti kata senantiasalah selalu ingat (dzikir) kepada-Nya;
- Memandang rabithah atau rupa guru, ini penerapannya sangatlah rumit dan penuh hati-hati, jika tidak maka akan tergelincir kepada syirik khafi (tersembunyi), pelaksanaannya adalah tekankan dalam hati akan bersyukur kepada Allah yang telah mengaruniakan hidayah-Nya bahwa ajaran ini di sampaikan Allah kepada kita melalui guru atau mursyid kita, di luar cara ini dalam menerapkannya maka syiriklah yang akan terjadi, bukannya mendapat keridhaan malah kemurkaan Allah-lah yang di dapat;
- Munajat kepada Allah, artinya sebelum kita mengucapkan dzikir Allah…Allah…Allah…terlebih dahulu kita membaca atau berdo’a sebagai berikut : “ILLAHI ANTA MAKSUDI WA RIDHAKA MATHLUBI”, artinya : “Ya Allah, hanya engkaulah yang kumaksud dan keridhaan engkaulah tujuanku.”
- Membaca zikir kepada Allah, setelah keseluruhan cara di atas di laksanakan, maka di mulailah dengan berdzikir atau membaca Allah…Allah…Allah…sebanyak-banyaknya sesuai dengan kemampuan dan kesempatan, jika sudah cukup dan selesai dari berdzikir maka panjatkanlah puja dan puji syukur kepada Allah yang telah memberi kesempatan dan kekuatan dalam beribadah dzikir ini.
MAQAMAT (7) LATHIFATUL KULLU JASAD
Maqam ini adalah maqam ketujuh dalam kajian Thariqat An-Naqsyabandi dan
lebih di kenal pada wilayah kami dengan nama Dzikir Sebelas Ribu, jika
seseorang mendalami pelajaran dzikir dalam ajaran tasawwuf atau sufi, maka jika
seseorang telah berdzikir pada maqam sebelumnya, maka pada tempat inilah dzikir
kepada Allah yang ketujuh, ini sangat berguna untuk pengobatan pembersihan
penyakit rohani secara bertahap dan menyeluruh di berbagai tingkatan
pembersihan penyakit bathin.
Pembersihan penyakit bathin di sini ialah mengobati seluruh penyakit bathin
yang buruk pada diri manusia secara bertahap, jika seseorang hamba ingin menuju
kepada khalik-Nya, sudah tentu penyakit bathin harus di obati terlebih dahulu,
sebab jika seseorang hamba yang menuju kepada tuhannya tetapi masih ada
penyakit bathinnya maka tiada akan dapat sampai (ma’rifat) kepada tuhannya,
sebab Allah adalah dzat yang Maha Suci. Bathin pada manusia
umumnya penuh dengan penyakit yang berupa sifat madzmumah (sifat yang buruk),
artinya bathin di penuhi dengan penyakit sifat yang buruk, nah sifat buruk pada
manusia ini harus di obati dulu sebelum dapat menuju kepada tuhannya, seseorang
hamba tiada akan semudah itu akan dapat mengenal khalik-Nya tanpa bathinnya
bersih dari sifat buruk tersebut.
Sifat buruk pada bathin manusia di wilayah ini adalah suka lalai dalam
beribadah dan selalu jahil dan lalai, sifat ini paling dominan di bisiki oleh
iblis dan syaithan bagi manusia yang sudah cukup mengerti akan agama, akibatnya
manusia sering melalaikan ibadah, seperti melalaikan shalat wajib, yang
seharusnya bisa di awal waktu malah di tunda pelaksanaannya karena waktu shalat
masih panjang, nah ini contoh daripada suka melalaikan ibadah yang dapat
menyebabkan nantinya akan meninggalkan shalat tersebut jika hal ini di biarkan
berlarut – larut dalam bathin manusia, guna menumpas keberadaan syaithan yang
suka membisikkan kelalaian, ini maka lazimkanlah dzikrullah pada wilayah ini
dengan senjata kalimah Allah…Allah…Allah…, dengan harapan
para iblis dan syaithan dapat keluar dari rumah atau istananya tersebut dari
dalam diri manusia, jika sudah demikian maka tentu sifat tersebut sudah jauh
berkurang bahkan hilang sama sekali dari dalam diri bathinnya tersebut, yang
tinggal hanyalah kalimah Allah saja yang menempatinya, hal demikianlah
merupakan pintu dasar keenam menuju dan mendekatkan diri kepada Allah serta
dapat mengenalnya.
Maqam ketujuh dari cara berdzikirnya seorang hamba untuk mengobati penyakit
bathin ini adalah di sebut dengan LATHIFATUL
KULLU JASAD dengan pengertian yang di jabarkan dan di
ajarkan dzikirnya sebagai berikut : Maqam
ini berhubungan dengan seluruh badan atau jasad dzahir, berdzikir pada maqam
ini dalam sehari semalam sekurang-kurangnya 11.000 kali, ini adalah tempatnya
sifat buruk manusia, yaitu :
1.
Jahil;
2.
Lalai.
Seseorang yang dzikirnya ikhlas pada tempat ini dapat menimbulkan ilmu dan
amal yang di ridhai oleh Allah.
Dzikir ini di sebut juga dengan dzikir sultan aulia Allah, artinya
raja sekalian dzikir dan di jalankan melalui seluruh badan, tulang belulang,
kulit, urat dan daging di luar maupun di dalam, di tempat ini dzikir
Allah…Allah…Allah pada penjuru anggota badan beserta ruas dari ujung rambut
sampai ujung kaki hingga tembus keluar yakni bulu roma pada sekujur tubuh atau
badan, agar dapat menghilangkan sifat malas dan lalai dalam beribadah kepada
Allah.
Untuk menghantam seluruh sifat malas dan lalai tersebut haruslah di
laksanakan dengan sepenuh hati yang ikhlas, menurut kajian pengamal ajaran cara
ibadah tasawwuf bahwa iblis dan syaithan bisa masuk melalui dan menetap pada
seluruh bagian tubuh, karena itu perlu di getar dengan dzikirullah, sehingga
dzikirullah menetap di tempat itu dengan sendirinya dan tentu saja tidak ada
lagi jalan iblis atau syetan untuk dapat memasuki tubuh dzahir dan merasuk
kedalam bathin manusia untuk membisikkan segala perbuatan jahat yang tercela di
hadapan Allah.
Sifat yang masuk pada maqam ini setelah dzikir tersebut adalah ilmu dan
amal yang di ridhai oleh Allah, dia berilmu sesuai dengan Al-Qur’an dan
Al-Hadist Rasululllah Saw, hakikat cahaya pada maqam ini adalah nuurus samawi
dan di katakan dengan sunnah dan thariqatnya orang alim dan ma’rifat kepada
Allah, puncak pada dzikir ini adalah mati hissi yang perupakan pokok dan
mendasari dzikir-dzikir yang lain di atasnya, karena itu para pengamal ajaran
ini harus mengkhatamkannya sekurang-kurangnya 11.000 sehari semalam.
Dzikir lathaif inilah merupakan senjata paling ampuh untuk mengusir dan
membasmi sifat madzmumah yang ada pada 7 (tujuh) lathaif yang di bawahnya,
segala sifat madzmumah atau sifat buruk ini di tunggangi oleh iblis dan
syaithan. Jika seseorang hamba tiada mau berdzikir pada wilayah ini, maka
menurut kajian tasawwuf sangatlah susah untuk membuat seseorang hamba dapat
sampai dan mengenal akan tuhannya, sebab dengan sifat buruk di atas, maka
seseorang manusia akan selalu mengikuti akan petunjuk atau bisikan iblis dan
syaithan yang lebih menjurus kepada keduniaan dan kelalaian, sifat ini
merupakan sifat yang di benci Allah.
Untuk hal yang demikianlah maka oleh para guru tasawwuf sangat menekankan
pengobatan penyakit bathin ini, jika ingin menjadi manusia yang beraqidah
akhlak yang baik serta mendapat keridhaan dari-Nya, jika seseorang hamba
betul-betul ikhlas dan rajin berdzikir pada wilayah ini, dan beristiqamah, maka
insya Allah terbukalah rahasia gaib akan kebenaran dengan izin dan
kehendak-Nya, dia akan mendapatkan ilham dan karunia daripada-Nya, dan ini di
katakan sunnah dan cara dzikirnya Nabi Musa Klh, sebab hanya dengan akal dan
pikiran bathin yang bersihlah yang dapat menerima karunia, taufik, hidayah dan
ilham dari Allah, hal demikianlah yang merupakan nur illahi terbit dari hati
orang yang berdzikir, sehingga hatinya muhadharah (hadir) bersama Allah. Oleh
sebab di terimanya dzikir seorang hamba oleh Allah swt , merupakan hasil dari
mujahadahnya (perjuangan) dan rahmat dan karunia dari Allah, juga merupakan fanafillah di mana gerak dan diam tidak ada
kecuali dari Allah,
Tata cara dzikir ini dalam Thariqat An-Naqsyabandi ini telah di atur secara
turun menurun secara silsilah dan sampai kepada kami adalah sebagai berikut :
- Menghimpunkan pengenalan kepada hati sanubari, maksudnya menetapkan konsentrasi secara penuh hanya kepada Allah secara keseluruhan;
- Mengingat dzat Allah dengan hati sanubari, ini lebih menekankan kepada ingat terhadap Allah pada maqam yang di tuju untuk berdzikir;
- Mengucapkan Istighfar dengan bilangan yang ganjil, artinya secara syari’ah kita selalu mohon ampun kepada Allah, sama saja artinya dengan lebih mendekatkan diri kepada-Nya melalui istighfar, dan ucapan istighfar ini bilangannya secara ganjil, contohnya 3x, 5x, 7x dan seterusnya berapapun mau asal ikhlas;
- Membaca Surah Al-Fatiha 1 kali dan Surah Al-Ikhlas 3 kali, dengan membaca ayat Al-Qur’an tentu hati akan lebih mudah menerima hidayah dariNya dan lebih mendekatkan diri kepada-Nya;
- Menghadirkan Masaikh Thariqat di hadapan kita, ini artinya bertawassul kepada Allah melalui keutamaan ulama-ulama ajaran ini yang lebih dahulu telah mendapatkan hidayah dariNya melalui cara dzikir ini, pelaksanaanya perlu kehati-hatian penuh, jika tidak akan terjatuh kepada kesyirikan;
- Menghadiahkan pahala Surah Al-Fatiha 1 kali dan Surah Al-Ikhlas 3 kali kepada para masaikh, maksudnya bacaan yang di baca di atas tadi hadiahkan faedahnya kepada para ulama silsilah yang telah memakai ajaran dzikir ini yang lebih dahulu dari pada kita, ini merupakan penguatan terhadap tawassul atau rabithah tadi;
- Mematikan diri sebelum mati, maksudnya belajarlah mati sebelum di matikan dengan arti kata senantiasalah selalu ingat (dzikir) kepada-Nya;
- Memandang rabithah atau rupa guru, ini penerapannya sangatlah rumit dan penuh hati-hati, jika tidak maka akan tergelincir kepada syirik khafi (tersembunyi), pelaksanaannya adalah tekankan dalam hati akan bersyukur kepada Allah yang telah mengaruniakan hidayah-Nya bahwa ajaran ini di sampaikan Allah kepada kita melalui guru atau mursyid kita, di luar cara ini dalam menerapkannya maka syiriklah yang akan terjadi, bukannya mendapat keridhaan malah kemurkaan Allah-lah yang di dapat;
- Munajat kepada Allah, artinya sebelum kita mengucapkan dzikir Allah…Allah…Allah…terlebih dahulu kita membaca atau berdo’a sebagai berikut : “ILLAHI ANTA MAKSUDI WA RIDHAKA MATHLUBI”, artinya : “Ya Allah, hanya engkaulah yang kumaksud dan keridhaan engkaulah tujuanku.”
- Membaca dzikir kepada Allah, setelah keseluruhan cara di atas di laksanakan maka di mulailah dengan berdzikir atau membaca Allah…Allah…Allah…sebanyak-banyaknya sesuai dengan kemampuan dan kesempatan, jika sudah cukup dan selesai dari berdzikir maka panjatkanlah puja dan puji syukur kepada Allah yang telah memberi kesempatan dan kekuatan dalam beribadah dzikir ini.
Pelaksanaan dzikir ini menurut yang kami pelajari untuk di terapkan sewaktu
melaksanakannya dan yang bisa di jabarkan oleh tuan guru atau mursyid adalah :
- Wuquf Qalbiy, artinya kuatkan konsentrasi pikiran hanya kepada Allah yang tiada berwujud dan berbentuk dari segala sesuatu apapun di dunia ini, tetapi ianya hanyalah tunggal dan esa, dalam pelaksanaan ini ini sekurang-kurangnya buatlah pikiran itu memikirkan akan keberadaan kekuatan dan kesempatan kita saat berdzikir ini hanyalah merupakan kekuatan (hidayah) dari Allah, hal ini termasuk dalam kategori ingat kepada Allah secara af’al (perbuatan);
- Setelah dapat membuat pikiran yang sedemikian di atas, maka usahakanlah agar selalu ucapan dzikir tersebut masuk pada wilayah maqam yang telah di sebut di atas secara terus menerus laksana tembakan mitraliur yang tiada putusnya seraya memusatkan pikiran bahwa Allah senantiasa mengawasi kita dalam keadaan apapun juga;
3. Jika masih terasa susah juga, maka cobalah buat ingatan rajah dari pada
tulisan nama Allah dalam bayangan kita saat dalam berdzikir terus masukkan
tulisan Allah tersebut pada maqam yang telah tersebut di atas, tapi ingat ini
ada unsur syiriknya jika tiada hati-hati dalam menerapkannya dan ini tergolong
kepada selemah-lemahnya seorang hamba dalam berdzikir kepada Allah, tetapi jika
hanya mampu demikian maka memadailah secara tahap awal tetapi harus berusaha
dengan keras agar jangan dengan cara ini, tetapi pakailah cara yang 2 (dua) di
atas. Setiap selesai berdzikir harus selalu menyampaikan rasa syukur yang
sebesar-besarnya kepada Allah atas karunia-Nya yang telah memberikan kekuatan
dan kesempatan dalam ingat kepada-Nya.
Latifah kullu jasad /qolam/ qolab duduknya adanya di tengah embun-embunan
condong kedalam (seluruh badan). Dalam pengisian zikir …..arahnya kedalam
ditengah-tengah dada. Dari Latifatul Napsi ke Latifatul kullu jasad/ Qolam/qolab,
ada perjalanan zikir sebanyak 1000 kali. Bilamana dalam pengisian Latifatul Qolby,
Ruh, Sir, Khofi, Akfa sama, maka di Latifatul Napsi juga harus sama 5000 kali.
Setelah mengerjakan perjalanan zikir dari Latifatul Napsi ke Latifatul kullu
jasad/ qolab/qolam maka Latifatul Qolam harus diisi sebanyak 5000 kali.
Kemudian dinaikan ke Hadiyat >Kulhu Allah hu ahad…... Ma’iyat> Wahuwa
ma’akum aena ma kuntum…..,,Aqrobiyah >Wahuwa Aqrobu minha, minha fi warid.
Setelah mengisi zikir di Latifatul kullu Jasad/ Qolab/Qolam maka kembali ke
Latifatul Qolby dengan perjalanan zikir sebanyak 1000 kali, maka tetaplah zikir
untuk seterusnya di Latifatul Qolby yang berarti langsung tenggelam/fana,
isilah zikir sebanyak-banyaknya sebagai tanggung jawab diri sendiri.
Tempatnya nafsu Kamilah, bersifat> Tajjali, Laduni, Irsad, Ikmal, Baqobillah.
Warnanya : merah, kuning, hijau, biru ( pelangi ) Zikir latifatul jasad / Qolam
caranya kedua sebagai berikut, masukan
zikir Hu Allah lewat napas, tarik ke lubang hidung sebelah kiri dimasukan ke
pangkal jantung diisi zikir Allah 5000 kali. Dari jantung disebarkan lewat urat
ashabat ke semua denyut nadi, artinya jantung dan nadi menjadi satu disebarkan
ke seluruh tubuh/Latifatul jasad dan mengisi rongga-rongga tubuh dengan zikir
sehingga seluruh tubuh berzikir.
Untuk menyebarkan zikir keluar masuknya napas di jantung, harus belajar
cara memberhentikan dan melancarkan jantung, caranya adalah sebagai berikut :
1) Untuk memberhentikan jantung adalah buang
napasnya yang panjang tarik napasnya yang sedikit.
2) Untuk melancarkan jantung adalah buang
napasnya yang sedikit tarik napasnya yang panjang. Sebagai catatan > Jantung
ada dua bagian :
a) Pangkal Jantung ada 101 urat ashabat adalah
rupa kerajaan ilahy.
b) Ujung Jantung, kerajaan iblis/darah kotor
yang harus dibersihkan/dihancurkan.
DZIKIR NAFI ISTBAT
Alhamdulillah, akhirnya
kami memutuskan untuk menyampaikan kelanjutan tahapan dzikir setelah Maqamat
Lathifatul Kullu Jasad di lakukan, berikut uraian singkat tentang dzikir nafas
napi istbat. Dzikir napi istbat adalah dzikir tauhid, dzikir ini adalah dzikir
yang paling penting dalam ajaran thariqat naqsyabandi, karena melalui hasil
dzikir inilah seseorang hamba dapat mengerti sejauh mana pemahamannya secara
hakikat akan ke-ESA-an Allah Swt yang maha meliputi dan merajai seluruh alam
semesta ini secara keseluruhan. Dzikir ini di laksanakan setelah proses
pembersihan bathin dari sifat – sifat madzmumah (buruk) dalam jiwa manusia yang
selalu di hembuskan oleh iblis dan syaithan kepada manusia dari dalam secara
ghaib dan bathin, mereka senantiasa menjerumuskan manusia kepada kesesatan dan
dosa serta pendurhakaan terhadap khaliknya.
Dengan hasil dzikir ini
juga seseorang hamba dapat mengerti secara hakikat akan makna sesungguhnya
ikhlas dan tawadduk serta syukur kepada Allah Swt secara hakiki, sebelum
seseorang hamba sampai lahir ruh tauhidnya melalui dzikir ini secara nyata di
rasakannya, maka mereka yang mengakui akan kebesaran dan kebenaran serta
ke-ESA-an Allah Swt masih hanya sebatas lahiriah saja, sementara secara
pengakuan bathin belum di buktikannya secara nyata akan ke-ESA-an tersebut,
setelah dapat di buktikannya melalui hasil dzikir ini barulah seseorang hamba
dapat memahami sejauh mana dia ikhlas dan mengerti akan arti ikhlas tersebut
dalam beribadah kepada Allah Swt, setelah betul – betul melaksanakan dzikir
pada 7 (tujuh) lathaif dan ada merasakan hasil yang nyata akan limpahan karunia
dan hidayah dari Allah Swt, maka mesti pula ada hasil yang nyata dari maqam
wukuf qalbiy, karena pada tahap dzikir maqamat pada 7 (tujuh) lathaif seseorang
hamba belumlah secara nyata dapat mengenal akan arti ke-ESA-an Allah Swt.
Tingkat ketauhidan
seseorang hamba akan di pertanyakan pada tahap ini, dengan arti kata seseorang
hamba tersebut sudah dapat di perkirakan sedang dalam keadaan kebingungan
(tahayyur), entah iya atau tidak akan kebenaran dari pada hasil dzikir lathaif
yang di laksanakannya dengan melalui perjuangannya yang sangat berat tersebut,
sebab hasil dzikir lathaif sebelumnya sangat sarat dan banyak terpengaruh pada
penglihatan, pendengaran dan perasaan yang selalu di susupkan oleh jin dan
syaithan pada pandangan bathin seseorang hamba dan banyak juga dari hasil
khayalan dan angan – angannya sendiri dan belum tentu kebenarannya dan dia
sendiri tidak akan bisa menjawabnya, nah, pada tahap inilah maka seseorang
hamba harus dengan secara mantap dan meyakinkan akan ke-ESA-an Allah Swt
melalui cara dzikir napi istbat, sebab menurut ajaran naqsyabandi, sebelum
seseorang merasakan hasil dzikir ini secara nyata maka hamba tersebut belum
mengetahui akan ke-ESA-an (tauhid) Allah Swt yang maha satu dan tiada duanya
dengan lain.
Pengakuan seseorang hamba
akan ke-ESA-an Allah Swt hanya terkesan di bibir saja dan hanya secara syari’at
zahir dan lahiriah saja, sementara secara hakikat hamba tersebut belum
mengetahui akan bukti ke-ESA-an Allah Swt (tauhid) tersebut, dalam arti kata
menurut ajaran naqsyabandi jika seseorang hamba belum merasakan hasil yang
nyata dari pada dzikir napi istbat ini, maka hamba tersebut belum mengetahui
akan ke-ESA-an Allah Swt secara hakikat dan yang sebenarnya, melainkan hanya
pengakuan di luar saja dan penuh dengan kemunafikan dan malah akan cenderung
jatuh kepada ibadah dengan kesyirikan atas tipu daya iblis, jin dan syaithan.
Dalam menanamkan paham
tauhid kepada Allah Swt, maka ajaran naqsyabandi membuat suatu tata cara atau
kaifiyat berupa teknik dzikir untuk menyelami ilmu tauhid ini dengan
cara dzikir napi istbat, yang artinya adalah meniadakan yang selainNya dan
menetapkan akan diaNya yang maha satu atau tunggal, tiada lagi tuhan yang lain
selain Allah Swt, ini adalah pelajaran untuk mengajarkan seseorang hamba agar
mengerti untuk meng-ESA-kan Allah Swt dan supaya jangan terjun kepada syirik
syiir atau khafi (tersembunyi) yang sangat membahayakan dan membuat seseorang
hamba terlempar ke neraka jahannam.
Secara umum, ummat islam
memang sudah tidak lagi menyembah berhala, karena ini adalah kesesatan syirik
yang menduakan Allah Swt secara jelas dan nyata, akan tetapi di dalam ajaran
islam di kenal pula syirik syiir atau khafi (tersembunyi) yang sama saja
bahayanya dan ancamannya adalah neraka jahannam yang bertemankan dengan iblis
dan syaithan, untuk melebur sifat kesyirikan secara samar ini maka laksanakan
dzikir napi istbat untuk sebagai obatnya, agar tidak tergolong kepada umat yang
syirik secara halus tanpa di sadarinya, contohnya yang mudah dan banyak di
temui dalam kehidupan sehari – hari adalah “Kapan anda bisa selesaikan
pekerjaan ini?” maka jawaban yang di dengar atau di temui adalah umpamanya
“Pagi pekerjaan tersebut sudah saya selesaikan”, nah jawaban yang demikian
adalah termasuk syirik syiir atau khafi yang sangat samar dan halus sekali,
sebab dia sendiri yang menentukan langkah atau takdir, karena dia merasa yakin
bahwa dia bisa hidup sampai besok pagi dan menyelesaikan pekerjaannya walaupun
memang benar di temui bahwa umurnya memang sampai keesokan harinya, jadi dalam
arti kata sama saja dia dengan tuhan yang maha menentukan, seharusnya dia
jangan melupakan kata – kata Insya Allah, maka inilah bagian dari
syirik syiir atau khafi yang harus di upayakan terkikis habis dari hati
seseorang hamba, jika ingin selamat dari dunia sampai akhirat.
Seseorang hamba yang
secara bathin sudah melekat dalam hati sanubarinya akan ketauhidan terhadap
Allah Swt, dia senantiasa menjaga lidahnya dari hal – hal yang dapat merusakkan
iman dan kedekatannya kepada Allah Swt, dia tidak akan ceroboh dalam
mengeluarkan perkataan dan tidak akan ceroboh pula dalam melaksanakan syari’at
menegakkan agama yang di sandarkan kepada ketaatan beribadah kepada Allah Swt,
masya allah, jika saya saya perturutkan kata – kata saya melalui tulisan ini
maka akan menjadi sangat panjang dalam menguraikan arti, makna dan faedah dari
pada dzikir napi istbat ini, maka inilah pelajaran ilmu tauhid secara bathiniah
yang di laksanakan dengan ibadah dzikir napi istbat menurut ajaran thariqat
naqsyabandi.
Kaifiyat Dzikir Napi
Istbat ada 7 (tujuh) perkara, yaitu :
- Menguatkan wuquf qalbiy, maksudnya semua hasil dari dzikir lathaif atau pengisian maqam sebelumnya, maka himpunkan menjadi satu dan hadapkan kepada Allah Swt dengan penekanan ingat yang tiada putus dan mengakui akan keberadaan Aallah Swt yang tiada serupa dan seumpama dengan apapun juga, apapun juga perasaan yang di timbulkan oleh dzikir maqam sebelumnya harus nyata dan bukan dari khayal atau angan – angan, jika tidak demikian maka jangan lakukan dzikir napi istbat ini dulu, tetapi tetap fokus pada dzikir maqam yang tujuh banyaknya.
- Menahan nafas di bawah pusat, maksudnya nafas jasmani di tahan penekanannya pada daerah kira – kira di bawah pusar untuk kegunaan menarik huruf awal La ilahaa illallah. Sedangkan pada rongga badan atau dada sebelah atas biarkan kosong seakan – akan hampa udara, sementara udara sudah berkumpul pada penekanan dan tahan nafas di bawah pusar tadi.
- Membaca La ilahaa illallah dalam hati sambil menjalankannya di atas lathaif / maqamat, ini setelah pada point 2 di atas, maka mulailah membaca dzikir La ilahaa illallah menurut maqamat atau tata letaknya pada tubuh jasmani, selama menjalankan ucapan dzikir ini di larang keras bernafas, jika sudah tak sanggup maka hentikan.
- Ingat akan maknanya, yaitu tiada tuhan selain Allah Swt, maksudnya sambil membaca dzikir La ilahaa illallah pada maqamatnya maka ingatlah arti atau makna La ilahaa illallah ini, jangan sampai terlepas ingatan tersebut.
- Memukulkannya pada hati sanubari dengan pukulan yang sangat keras, inilah yang di maksud point 1 di atas, jika tidak ada hasil atau perasaan apapun dari dzikir maqamat dan wukuf qalbiy yang sudah di bulatkan, maka timbul pertanyaan apa yang akan di pukulkan dengan sangat keras pada maqam terakhir dzikir napi istbat ini? Jadi sebelum ada hasil nyata dari dzikir maqam dan wukuf qalbiy, maka jangan kerjakan dzikir ini, jika memang ada hasil atau perasaan dzikir maqamat dan wukuf qalbiy tadi, maka jatuhkanlah ia dan pukulkanlah dengan sekeras mungkin pada maqamat dzikir napi istbat yang terakhir.
- Berhenti di tempat yang ganjil, artinya jika mau berhenti dari dzikir ini, maka berhentilah pada hitungan yang ganjil, seperti ; 5, 7, 9, 11 dan seterusnya asalkan bilangan ganjil.
- Di sudahi dengan kalimah Laa ilahaa illallah muhammadur rasulullah, kemudian lepaskan nafas secara perlahan – lahan, maksudnya jika betul – betul mau mengakhiri dzikir napi istbat ini dan tidak akan di lanjutkan lagi maka ucapan akhirnya seperti yang di atas dan baru lepaskan nafas secara perlahan - lahan, tetapi jika hanya ingin istirahat sebentar karena nafas sudah sesak misalnya, maka jangan ucapkan kalimat di atas, sebab jika di ucapkan kalimat di atas maka ulangi lagi kaifiyatnya dari awal, karena modal dzikir ini sudah habis sama sekali dan menurut aturan sudah di anggap selesai dzikirnya, jika ingin hanya istirahat maka diam saja dan pertahankan ingatan hanya kepada Allah Swt.
Demikianlah uraian
singkat mengenai dzikir tauhid atau napi istbat ini, harapan saya jika
memang belum mengerti maka jangan di coba dengan sendiri saja sebelum di pahami
betul caranya, di sarankan carilah guru atau mursyid yang mengerti akan ajaran
ini, jika tidak maka kesesatanlah yang timbul karenanya.
DZIKIR WUKUF QALBIY
Wukuf ini menurut ajaran Islam pada Thariqat An-Naqsyabandi, adalah
menghadirkannya hati tanpa menyertakan dzikir ismu zat atau bacaan - bacaan,
tapi hanya berupa ingat dan pikir akan kebesaran Allah Swt yang telah
menciptakan alam semesta ini baik nyata maupun ghaib. wukuf intinya bersifat
jenis dzikir dan pikir, dzikir dengan diam dan khusyu’ serta konsentrasi penuh
semata– mata mengingat hanya kepada Allah Swt. pertama–tama di dasari pada 3
(tiga) tahap atau tingkat, yaitu ;
1. Wukuf Zamani;
Artinya : Kontrol atau
instropeksi yang senantiasa di lakukan oleh seseorang hamba terhadap ingat atau
tidaknya dia kepada Allah sekurang-kurangnya dua atau tiga jam, jika merasakan
dalam keadaan ingat kepada Allah dalam pada waktu - waktu tersebut, semestinya
banyak-banyak bersyukur kepada Allah karena telah di berikan hidayah berupa
ketetapan ingat kepada-Nya, jika ternyata di rasakan lupa kepada Allah, maka
banyak-banyaklah melakukan taubat kepada Allah dan usahakan dengan sekeras
mungkin supaya kembali ingat kepada Allah.
2. Wukuf ‘Adadi;
Artinya : Senantiasa
memelihara bilangan ganjil dan menyelesaikan dzikir napi istbat pada setiap
dzikir tersebut di akhiri atau di sudahi, jangan di akhiri dengan bilangan yang
genap, tetapi mestilah bilangan yang ganjil, seperti ; 3, 5 atau 7 dan
seterusnya.
3. Wukuf Qalby;
Artinya : Keadaan hati
seseorang yang selalu ingat dan hadir kepada Allah, pikiran yang lain-lain
terlebih dahulu di hilangkan dengan semampunya, kemudian sekalian panca indera
yang lima tawajjuh dengan mata hati yang hakiki untuk menyelami ma’rifat kepada
Allah, usahakan tidak ada terluang sedikitpun di dalam hati selain Allah.
PENERAPAN DZIKIRNYA :
1) Dzikir wukuf ini pelaksanaannya adalah dengan menghadirkan seluruh lathaif
dan seluruh anggota badan jasmani secara keseluruhan seperti halnya pada dzikir
lathifatul kullu jasad yang senantiasa di hadapkan kepada dzat yang tanpa rupa
dan bentuk (Allah Swt), menghadirkannya tanpa menyertakan dzikir ismu zat atau
bacaan - bacaan, tapi hanya berupa ingat dan pikir akan kebesaran Allah Swt
yang telah menciptakan alam semesta ini baik nyata maupun ghaib.
2) Dzikir wukuf adalah intinya bersifat jenis dzikir dan pikir, dzikir dengan
diam dan khusyu’ serta konsentrasi penuh
semata – mata mengingat hanya kepada Allah Swt, yaitu mengingat dzat Allah Swt
yang bersifat dengan segala sifat sempurna dan suci atau jauh dari segala sifat
kekurangan, segala sifat kesempurnaan hanya di miliki oleh Allah Swt, sedangkan
sifat kekurangan adalah milik kita dan untuk meningkatkan sifat yang kurang
sempurna itu menjadi lebih mendekati kepada sempurna adalah dengan jalan dzikir
inilah di lakukan oleh seseorang hamba, dzikir ini juga mengakui akan sifat
segala kekurangannya seseorang hamba, senantiasa tunduk dan lemah di hadapan
Allah Swt dan menyerahkan segala pengaturan hanyalah milik Allah Swt, maka
dengan jalan inilah yang kita dapat mengharapkan rahmat, karunia, hidayah dan
ridha Allah Swt.
3) Dzikir wukuf ini secara umum pelaksanaannya di rangkaikan setelah
selesai melaksanakan dzikir ismu zat atau dzikir lathaif secara keseluruhan
atau setelah dzikir napi istbat, dzikir wukuf ini di laksanakan dalam
rangka menutup dzikir yang lain sebelumnya apapun itu jenis dzikirnya, yang ada
hanya merasakan ketenangan bathin setelah melaksanakan dzikir sebelumnya.
DZIKIR MAQAM TAHLIL
Melaksanakan dzikir tahlil adalah membaca kalimah laa ilahaa illallah
dengan cara membacanya secara jihar, dengan lidah atau lisan sekedar terdengar
telinga sendiri yang di baca sekurang-kurangnya 210.000 (dua ratus sepuluh
ribu), yaitu 70.000 (tujuh puluh ribu) untuk diri sendiri, 70.000 (tujuh puluh
ribu) untuk ibu bapak dan 70.000 (tujuh puluh ribu) untuk kaum muslimin dan
muslimat dan para guru thariqat naqsyabandi.
Kaifiyat atau cara melaksanakan dzikir ini adalah sebagai berikut :
- Wuquf Qalbiy;
- Mengucapkan istighfar dengan bilangan ganjil minimal 3 kali;
- Membaca Surah Al-Fatiha 1 (satu) kali dan Surah Al-Ikhlas 3 (tiga) kali;
- Menghadiahkan pahala pembacaan surah di atas kepada para masyaikh thariqat naqsyabandi;
- Menghadirkan wasilah atau rabithah;
- Menguatkan wuquf qalbiy kembali, setelah bulat ingatan, maka baca dzikir laa ilahaa illallah sambil menjalankannya di atas setiap maqamat atau lathaif seperti yang sudah di tentukan, kalimat "Laa" di mulai dari maqamat lathifatul qalbiy di tarik secara melingkar ke maqamat atas kiri menuju maqamat atas kanan terus ke maqamat bawah kanan dan kalimat "illallah" berhenti pada maqamat lathifatul qalbiy kembali, terus menerus secara berulang sesuai kemampuan, dalam melaksanakan tarikan dzikir tersebut harus sambil mengingat akan maknanya, yaitu “Tiada yang maujud selain Allah”, jika datang muraqabah (sesuatu perasaan, penglihatan, pendengaran), maka tahlil di hentikan dulu, tenangkan dan tetap pemusatan ingatan hanya kepada Allah semata, berusaha keras untuk mempertahankan ingat tersebut;
- Jika hendak berhenti atau selesai melaksanakan dzikir tahlil tersebut, maka pengucapannya adalah “Laa ilaaha illallah muhammadarrasulullah” tahan nafas dan kuatkan kembali wuquf qalbiy atau muraqabah, berdo'a kepada Allah agar di berikan karunia dan hidayah-Nya...selesai.
DZIKIR MURAQABAH AHADIYATUL AF’AL
Dalam ajaran sufi di kenal muraqabah (mengintai atau mengawasi), tujuannya
merupakan merenungkan akan kerendahan seseorang hamba terhadap khalik-Nya guna
mengerti akan kebesaran dan ke-ESA-an Allah dalam penciptaan alam semesta
berikut isinya secara keseluruhan untuk memahami sifat syukur dan ridha akan
kehendakNya atas semua makhluk. Hal ini tercantum dalam firman Allah dalam
Al-Qur’an Surah Yunus Ayat : 61 yang berbunyi demikian : “Kamu tidak berada dalam suatu
keadaan dan tidak membaca suatu ayat dari Al-Qur’an dan kamu tidak mengerjakan
suatu pekerjaan, melainkan Kami menjadi saksi atasmu di waktu kamu
melakukannya. Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah
(atom) di bumi ataupun di langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula)
yang lebih besar dari itu, melainkan (semua tercatat) dalam kitab yang nyata
(Lauh Mahfuzh).”
Muraqabah juga merupakan menjaga hati dari segala hal bermacam-macam rasa
atau lintasan hati yang terlintas, seperti was-was dan khawatir walaupun hal
baik atau buruknya suatu hal keadaan seseorang hamba saat bertafakkur kepada
tuhannya, pengamalan muraqabah ini seseorang hamba tidaklah perlu mengerjakan
dzikir, tetapi tertibnya hanya perlu mengheningkan akan keberadaan hati dan
pikirannya serta berniat hanya tertuju kepada Allah saja, caranya duduk
tafakkur dalam waktu yang tidak terbatas sambil mengintai bahwa i’tikad pada
diri kita secara lahir dan bathin yakin bahwa di lihat oleh Allah dan segala
yang kita tuju selalu di ketahui dan di ridhai-Nya.
Bila seseorang hamba berhasil dalam pelaksanaan ini maka akan merasakan
dengan haqqul yakin bahwa Allah selalu memperhatikan dan bersama dengan kita di
mana saja berada, jika sudah sedemikian maka akan terasalah ketenangan bathin
yang tenang dan tentram, bahkan di sinilah timbul tetesan air mata pengakuan
yang tulus akan kerendahan seseorang hamba di hadapan khalik-Nya dan menumbuhkan
rasa takut kepada Allah. Jika seseorang hamba merasakan dalam bathinnya bahwa
Allah senantiasa selalu memperhatikan dan melihat kita, maka sudah pasti
hidayah akan selalu mengerjakan suruhan dan menjauhi larangan-Nya akan
terlaksana dengan baik dan meningkatkan serta mempertebal tingkat ketaqwaan
seseorang hamba.
Allah berfirman dalam Al-Qur’an Surah Ali Imran Ayat : 191 yang berbunyi : "(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah
sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan
tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata) : "Ya Tuhan kami,
tiadalah engkau menciptakan ini dengan sia-sia, maha suci engkau, maka
peliharalah kami dari siksa neraka.”
Rasulullah Saw juga bersabda : “Bertafakkur sesaat itu lebih baik daripada
ibadah selama 60 tahun.”(H.R. Abu Dzar Al-Ghifari).
Do’anya seseorang hamba dalam bermuraqabah ini adalah : “Antaridzu
wurudal faidli minallahi subhanahu wata’ala alfaidhli ‘alaa lathiifatil qalbiy syayyidina jibril
alaihissalam wa’alaa lathifatiil syayyidina adam alaihissalam wa’alaa
lathiifati qalbiy syayyidina muhammadin wa’alaa lathiifati qalbiy biwaa
ashithati masya’ikhunal kiraami ridhwanullahi ta’ala ‘alahi ‘ajma’iin.” Artinya
: Hamba
mengharapkan turunnya limpahan dari Allah yang mengalir ke hati Jibril AS dan
ke hati Adam As dan ke hati junjungan kami Muhammad Saw ke dalam hatiku, dengan
perantaraan para orang shaleh terdahulu, semoga Allah ridha kepada
beliau-beliau sekaliannya.”
Tertibnya adalah duduk tafakkur
dalam keadaan hening dan konsentrasi penuh kepada mengingat Allah sambil
mengintai bahwa sesungguhnya Allah adalah dzat yang maha kuasa atas segala
sesuatu dan yang menggerakkan atau mendiamkan setiap segala sesuatu yang
terkecil (dzarrah) pada seluruh alam ini.
Jika telah terasa dalam gerak diam tersebut pada jiwa, maka akan terasa
bahwa ini semua adalah perbuatan Allah semata (Af’al Allah), dengan demikian
maka seseorang hamba tersebut akan dapat hidayah sifat yang baik berupa jika
seorang lawan maka di pandang sebagai kawan dan musuh sebagai sahabat, apapun
yang di lakukan orang lain terhadapnya maka di terima dengan hati yang lapang
walaupun buruk itu adanya dan merupakan bahwa itu datangnya hanyalah daripada
Allah semata, sedangkan manusia tadi hanya sebagai majadzinya (bayangan) saja
dan bukanlah sebagai wujud hakikat yang sebenarnya. Nah, barangsiapa yang
mencapai derajad maqam ini akan tentu ia bersikap segala sesuatu di pandangnya
baik, karena pada dasarnya adalah perbuatan Allah semata yang di sandarkan
kepada makhluk-Nya, segala gerak gerik pada alam ini adalah merupakan madzhar
akan perbuatan (af’al) Allah.
Seseorang yang telah mengerjakan dan merasakan akan
hasil Muraqabah Mutlak dan Muraqabah Ahdiyatul Af’al ini biasanya telah
mencapai tingkatan Chalifah Mursyid dan Chalifah Pembantu Mursyidin, akan
tetapi harus memenuhi persyaratan yang mutlak dalam Thariqat An-Naqsyabandi,
yaitu harus menyelesaikan atau menamatkan Tahlil Lisan (jihar) sebanyak 7
(tujuh) khatam yang masing-masing sekhatamnya adalah 70.000 dzikir tahlil, jadi
bila di jumlahkan adalah sebanyak 490.000 dzikir tahlil lisan atau jihar
berikut dengan syarat-syarat pelaksanaan tahlil tersebut. Ini merupakan inti
gabungan dzikir tahlil lisan pada muraqabah yang lain dan merupakan saling
terhubung dengan 7 (tujuh) macam muraqabah pada tingkatan ajaran
An-Naqsyabandi.
DZIKIR MURAQABAH MA'IYAH
Pelaksanaan dzikir ini
pada dasarnya menurut Thariqat An-Naqsyabandi adalah dengan membaca kalimah laa
ilahaa illallah dengan tertib dan aturan pelaksanaannya secara dzahir
dan bathin, adapun tata caranya adalah sebagai berikut :
1.
Niat, maksudnya hendaklah kita niatkan terlebih dahulu semoga pahala dari
tahlil ini yang 70.000 dapat menjadi tebusan diri kita dari siksa neraka dan
atas segala dosa yang kita perbuat di dunia ini, dengan do’a ini : “Ya
Allah, jadikanlah kalimat laa ilahaa illallah sekhatam (70.000) ini sebagai
tebusan diriku dari siksa neraka-Mu, Amiin.
2.
Mengingat akan Allah (konsentrasi) secara hati sanubari yang bersih dan
ikhlas;
3.
Menggunakan maqamat (lathaif) dengan memandang gurisan kalimah Laa
ilahaa illallah pada titik tempat di tubuh jasmani, yaitu : “Kalimah Laa ilahaa illallah di tarik dari
bawah pusar terus langsung ke otak lalu di tarik ke bahu kanan terus menuju
tengah dada dan terakhir ke hati sanubari (Maqam Qalbiy);
4.
Ucapkanlah kalimah Laa ilahaa illallah ini dengan tartil dan benar dan
secara jihar;
5.
Hadirkan maknanya (Laa ilahaa illallah) dalam hati;
6.
Telinga mendengarkan ucapan kalimah laa ilahaa illallah ini melalui lidah
untuk sebagai saksi;
7.
Semua titik maqam yang di lewati kalimah laa ilahaa illallah tadi mengingat
akan Allah;
8.
Menyadari bahwa Allah beserta kita di mana saja kita berada (inilah kajian
ibadah dzikir menurut Thariqat An-Naqsyabandi namanya Muraqabah Ma’iyah) dengan
dasar dalilnya dari firman Allah : “Dialah yang menciptakan langit dan bumi
dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ´arsy. Dia mengetahui apa yang
masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari
langit dan apa yang naik kepada-Nya dan Dia bersama kamu di mana saja kamu
berada dan Allah maha melihat apa yang kamu kerjakan.”(Q.S. Surah
Al-Hadid Ayat : 4).
9.
Pada ucapan kalimah tadi yang terakhir (Allah) hempaskan pada hati sanubari
(Maqam Idzmu dzat/Lathifatul Qalbiy).
Inti pelaksanaan pada
dzikir ini adalah dengan duduk tafakkur dan senantiasa mengintai dan menyadari
akan sesungguhnya Allah selalu bersama kita di manapun kita berada sesuai
dengan makna firman Allah di atas. Dengan
demikian, maka dzikir tahlil dengan ber-Muraqabah Ma’iyah ini adalah untuk
menenteramkan hati dan menghilangkan keluh kesah gundah gulana dalam hati kita
dan menerima dengan ikhlas akan ketetapan Allah terhadap diri kita, dalam
muraqabah ini kita berdo’a atau munajat sebagai berikut : “Antadziru wuruudalfaidhi
minadzzaatilladzii ma’ii wama’a kulli dzarratim min dzarratil ‘alami ‘alaa
lathifathil qalbi biwasyithati masyaa ‘ikhinal kirami ta’alaa ‘alaihim
ajma’iin.” Artinya : “Aku menanti turunnya limpahan dari dzat yang beserta aku dan beserta
setiap dzarrah alam, dengan lathifatul qalbiy saya, dengan perantaraan para
orang-orang shalih yang mulia-mulia, semoga Allah
ridha kepada beliau-beliau sekalian.”
Wallahu'alam...
DZIKIR MURAQABAH AQRABIYAH
Pelaksanaan dzikir ini pada dasarnya menurut Thariqat An-Naqsyabandi adalah
dengan membaca kalimah laa ilahaa illallah dengan tertib dan aturan
pelaksanaannya secara dzahir dan bathin, adapun tata caranya adalah sebagai
berikut :
1.
Niat, maksudnya hendaklah kita niatkan terlebih dahulu semoga pahala dari
tahlil ini yang 70.000 dapat menjadi tebusan diri kita dari siksa neraka dan
atas segala dosa yang kita perbuat di dunia ini, dengan do’a ini : “Ya
Allah, jadikanlah kalimat laa ilahaa illallaah sekhatam (70.000) ini sebagai
hadiah bagi Rasulullah Saw, Amiin.
2.
Mengingat akan Allah (konsentrasi) secara hati sanubari yang bersih dan
ikhlas;
3. Menggunakan maqamat
(lathaif) dengan memandang gurisan kalimah Laa ilahaa illallah pada titik
tempat di tubuh jasmani, yaitu : “Kalimah Laa ilahaa illallah di tarik
kira-kira dua jari di bawah susu kiri menuju kira-kira dua jari keatas susu
kiri, lalu terus kira-kira dua jari di atas susu kanan selanjutnya terus menuju
kira-kira dua jari di bawah susu kanan terus pukulan akhirnya kembali ke bawah
susu kiri lagi;
4.
Ucapkanlah kalimah Laa ilahaa illallah ini dengan tartil dan benar dan
secara jihar;
5.
Hadirkan maknanya (Laa ilahaa illallah) dalam hati;
6.
Telinga mendengarkan ucapan kalimah laa ilahaa illallah ini melalui lidah
untuk sebagai saksi;
7. Semua titik maqam yang
di lewati kalimah laa ilahaa illallah tadi mengingat akan Allah;
8.
Menyadari dan mengintai bahwa Allah selalu bersama hamba-Nya.
9. Pada ucapan kalimah
tadi yang terakhir (Allah) hempaskan pada hati sanubari (Maqam Idzmu
dzat/Lathifatul Qalbiy).
Inti pelaksanaan pada dzikir ini adalah dengan duduk tafakkur dan
senantiasa mengintai dan menyadari akan sesungguhnya Allah selalu hambaNya
(kita). Sebelum melaksanakan dzikir tahlil ini, maka sampaikanlah pahalanya
secara khusus kepada seluruh para Nabi dan Rasul yang ada pada Al-Qur’an, jika
telah menyelesaikan jumlahnya sekhatam (70.000) maka berdo’alah dengan do’a
berikut : Yaa Allah, sampaikanlah sekhatam
tahlil ini kepada arwah Nabi Muhammad Saw
dan anak cucunya serta para sahabat-sahabat beliau beserta para
keluarganya dan kepada para Nabi dan Rasul terdahulunya, amiin.
RAHASIA MERASAKAN DZIKIR TAHLIL
Tahlil adalah dzikir yang utama dan mulia di sisi Allah Swt seperti yang
banyak di temui dalilnya dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist yang di sampaikan
Rasulullah Saw kepada umatnya yang ingin lebih beriman dan bertaqwa kepada
Allah Swt dan merasakan betapa manisnya iman kepada Allah Swt. Dzikir tahlil
ini paling sering di lakukan oleh umat muslimin pada setiap kesempatan, baik
itu setelah shalat fardhu, sunat atau pada saat hajatan dan lain sebagainya,
tetapi kaum muslimin sering juga melakukan dzikir ini sebagai wirid yang tetap
baginya dan terjadwal pula waktunya, tetapi timbul pertanyaan bagaimana
melaksanakan dzikir ini secara benar dan sesuai dengan tujuan serta maknanya?.
Melaksanakan dzikir ini
adalah harus di pahami tujuan dan maknanya dan jangan asal ucap saja, sebab
dzikir ini sangat besar manfaatnya dan besar pula nilainya di sisi Allah Swt,
kalimah Laa ilahaa illallah ini adalah kalimah tauhid dan pengakuan
seseorang hamba akan ke-ESA-an Allah Swt, jika tiada tepat mengucapkannya maka
akan menimbulkan kesyirikan dan malah menduakannya, sebab secara umum kaum
muslimin bila berdzikir dengan kalimah ini biasanya suka asal saja dan tanpa
tartil yang benar dalam pengucapannya, nah, jika salah mengucapkannya tentu
mempunyai makna yang lain dari makna atau arti yang sebenarnya, sedangkan arti
kalimah ini adalah tiada tuhan melainkan Allah Swt, jadi jika salah mengucapkannya
maka besar kemungkinan artinya jadi lain dan malah bisa menyatakan tiada tuhan
atau tuhan yang banyak lebih dari satu, na’udzubillahi mindzalik, kita
berlindung kepada Allah Swt dari hal demikian yang dapat menyesatkan dan
mendapat hadiah neraka jahannam karena telah menyekutukan Allah Swt, yang
seharusnya Allah Swt maha satu dan tunggal tiada yang menyamai dan
menyerupainya dengan sesuatu makhluk apapun juga yang hanya dia sendiri yang
menciptakannya.
Tahlil ini berfaedah
atau berpahala seberat bumi dan langit, ini dapat di ketahui dari hadist
Rasulullah Saw mengenai fadhilah dzikir tahlil, tetapi hal yang demikian baru
dapat di rasakan bila pelaksanaannya penuh khidmat dan takzim serta pengucapan
yang tepat dan tidak tergesa – gesa, sifat tergesa – gesa adalah hanyalah milik
iblis dan syaithan yang selalu di tularkannya kepada kaum muslimin atau para
manusia, agar dapat membelokkan keimanan mereka dan menjadikan manusia temannya
kelak di neraka jahannam yang merupakan ganjaran bagi manusia yang sesat.
Ucapkan dzikir ini
secara santai dan tepat pada sasarannya, terutama ikhlas tanpa ada unsur apapun
juga di dalamnya, jika sedemikian maka dapatlah di rasakan perasaan rendah diri
dan tawadduk kepada Allah Swt, perasaan secara bathin hanya di dapatkan dengan
melalui ibadah dzikir secara zahir dan bathin, dalam ajaran ibadah kepada Allah
Swt menurut Thariqat Naqsyabandi mengenai dzikir tahlil ini telah di atur
sedemikian rupa tata letak maqamat atau lathaifnya pada tubuh zahir atau
jasmani manusia, dengan jalan dzikir ini maka seseorang hamba akan dapat
merasakan kebesaran dan bukti akan Allah Swt yang maha esa, seseorang hamba
yang selalu mewiridkan dzikir ini secara ikhlas akan mendapatkan keselamatan di
dunia dan di akhirat serta merasakan limpahan karunia dan hidayah Allah Swt
serta di bukakan baginya rahasia – rahasia alam malakut atau ghaib yang dapat
lebih memantapkan tingkat keyakinan dan kedekatan seorang hamba kepadaNya,
biasanya seseorang yang berdzikir tahlil dengan cara naqsyabandi secara umum
pelajarannya adalah terdiri 5 (lima) maqamat atau lathaif yang mana tatkala
berdzikir dengan ucapan La ilahaa illallah sambil
menjalankannya di atas maqamat atau lathaif tersebut secara tertib dan
berurutan, dengan ketepatannya berdzikir tersebut maka terbukalah alam kasyaf
baginya akan kebesaran Allah Swt, tetapi hal itu adalah sebagian kecil dan umum
saja, tetapi ajaran naqsyabandi sungguh luas pemahamannya dalam bidang dzikir
kepada Allah Swt ini.
Dalam ajaran
naqsyabandi dzikir tahlil ini luas pemecahan maqamatnya, bukan hanya terfokus
pada 5 (lima) lathaif atau maqamat yang biasa di tunjukkan oleh guru mursyidnya
saja, tetapi rahasia lathaif lainnya sungguh luas dan di sesuaikan dengan
tingkatan perkembangan hasil dzikir dari seseorang yang melakukannya, salah
satu pengembangan yang akan kami berikan jalan dzikirnya agar dapat lebih cepat
timbulnya kehadiran hati terhadap Allah Swt, caranya adalah sebagai berikut :
- Silang antara maqam muhammad dengan maqam ibrahim, ini maksudnya adalah ketika seseorang berdzikir tahlil seperti biasa dan mendapatkan sesuatu rasa yang jika masih mempunyai sifat baharu atau muhaddas (manusia) yang buruk, maka dengan segera harus merubah maqam tahlilnya hanya kepada dua maqam di atas, ini di lakukan supaya penekanan akan sifat syukur dan ikhlas bisa timbul pada perasaan bathinnya, sebab jika seseorang hamba tidak dapat merasakan sifat tersebut, maka tidak akan di peroleh kelezatan dan kemanisannya beribadah kepada Allah Swt saat itu dan tidak akan dapat merasakan keikhlasan akan tunduk dan taat pada Allah Swt, nah, jika sifat syukur dan ikhlas muncul maka akan terbukalah pandang yang satu atas yang banyak (syuhud fill wahdah), ini menghasilkan perasaan muraqabah terhadap Allah Swt.
- Silang antara maqam musa dan maqam nuh (syuhud wahdah), laksanakan pertukaran maqam ini dari maqam lima yang di jalankan sesuai aturan dzikir tahlil, jika di rasakan pada saat berdzikir itu segala yang timbul adalah khayal atau angan – angan saja, sebab pada saat itu hal ini sering di bukakan pandangannya oleh iblis, jin dan syaithan, jadi jangan sampai di kira apa yang di rasakan saat dzikir tersebut adalah karunia Allah Swt, sebab belum tentu kebenarannya, ingatlah bahwa iblis, jin dan syaithan sangat ahli mengelabui manusia melalui pandangan khayal dan angan – angannya sendiri, jadi dia tanpa di sadari telah terkecoh dan terjerumus kepada kesyirikan, dengan merubahnya kepada dzikir pada maqam musa dan nuh maka akan dapat menimbulkan pandangan (kasyaf) yang di ridhai Allah Swt dan di percaya kebenarannya, ini menghasilkan perasaan muraqabah terhadap Allah Swt.
- Silang antara maqam muhammad dan maqam adam, ini di lakukan jika selama berdzikir tahlil belum mendapatkan perasaan apapun juga, dengan berpindah kepada methode ini maka di harapkan kepada Allah Swt agar memberikan limpahan rahman dan rahimNya akan terbukanya tirai keghaiban yang dapat meningkatkan keimanan dan keyakinan seseorang hamba, dengan arti kata bahwa terbukalah tirai daripada sifat kasyaf terhadap kebesaran Allah Swt yang meliputi alam semesta ini, ini menghasilkan perasaan muraqabah terhadap Allah Swt.
- Silang antara maqam musa dan maqam isa, seseorang hamba senantiasa hatinya selalu berkata – kata yang tiada tentu arah dan manfaatnya selama ia berdzikir, ini tidak lain adalah kerjanya iblis, jin dan syaithan untuk dapat menyesatkan ingatan seseorang hamba dalam berdzikir agar lari ingatnya kepada yang selain Allah Swt, dengan larinya ingatan seorang hamba maka akan dapat menggugurkan faedah dzikirnya tersebut dan tidak menghasilkan apa – apa, walapun dalam hal ini hamba tersebut tidak boleh berharap yang lain selain dari mengharapkan keridhaan dan limpahan karunia dariNya, jika selama berdzikir ini dapat mempertahankan ingatan hanya kepada Allah Swt dan selalu ingat akan makna dzikirnya tersebut maka dengan atas kehendak Allah Swt maka terbukalah alam musyahadah akan penyaksian alam kebesaran ilahiyyah.
- Silang antara maqam isa dan maqam nuh, hasil daripada dzikir dengan maqamat ini akan menimbulkan pandang yang banyak atas yang satu, artinya yang secara mudah adalah apapun pandangan bathin yang banyak atas segala sesuatu di alam ini apapun itu halnya, adalah pada hakikatnya satu juga yang menciptakannya, yaitu Allah Swt, dengan ini maka hancurlah sifat keinsanan (kemanusiaan) dan mengakui secara ikhlas dan tunduk sepenuhnya bahwa segala pengaturan alam ini hanya Allah Swt yang sanggup dan mampu mengaturnya karena dia adalah maha pencipta dan maha pengatur segala kejadian, jadi apapun yang terlihat pada pandangan bathin atau zahir yang banyak tersebut pada hakikatnya adalah satu juga yang menciptakannya, yaitu Allah Azza Wajalla yang maha agung dan maha suci, pengakuan yang ikhlas dan sejujurnya dari seseorang hamba dapat mengangkat nilai yang tinggi di sisi Allah Swt dan mendapatkan keridhaanNya dan ini menghasilkan perasaan muraqabah terhadap Allah Swt.
RAHASIA MERASAKAN WUKUF QALBIY
Sudah semestinya seseorang hamba jika benar – benar dan ingin lebih
mendekatkan diri kepada penciptanya harus senantiasa beribadah yang yang tetap
dan tidak naik turun kadarnya, biarpun beramal ibadah hanya sedikit tetapi
secara terus menerus dan kontinyu, ini lebih berharga tinggi nilainya di sisi
tuhan.
Ingat akan Allah Swt
sepanjang waktu dan berusaha dengan mengekalkan ingatan tersebut adalah
merupakan suruhan dari Allah Swt dan sangat sering di anjurkan Rasulullah Saw
kepada umat manusia, seseorang hamba yang beriman dan taat kepada khaliknya
senantiasa menjaga ingatannya secara bulat dan penuh hanya kepada Allah Swt di
manapun dan kapanpun.
Dalam ajaran beribadah
cara naqsyabandi wukuf dan markobah selalu menjadi prioritas yang selalu di
perhatikan dan di instropeksikan secara rutin, sejauh mana ketetapan hatinya
ingat akan Allah Swt dan sejauh mana pula hatinya lupa kepada Allah Swt di
sebabkan oleh keduniaan yang selalu di bisikkan oleh musuh utama manusia, yaitu
iblis dan syaithan.
Jika di rasakan hatinya
memang ingat kepada Allah Swt melalui dzikir dan pikirnya, maka sudah
seharusnya ia bersyukur dan bertambah kemantapan keyakinan hatinya akan
kebenaran bahwa Allah Swt telah mengaruniakan kepadanya berupa taufik dan
hidayah seperti memberikan ingat yang tetap kepadaNya, jadi seseorang hamba
harus bersyukur akan karuniaNya ini yang telah di berikan kepadanya.
Namun sebaliknya jika
ingatannya sering lupa dan lalai kepada Allah Swt, hamba tersebut harus
sesegera mungkin minta ampun kepada Allah Swt dan banyak – banyak bertaubat
kepadaNya, karena hal ini menandakan bahwa ia tidak dalam lindungan dan rahmat
Allah Swt yang di sebabkan oleh kesalahannya sendiri yang mengikuti bisikan
iblis dan syaithan agar hatinya lupa kepada Allah Swt yang di sebabkan terlalu
berlebihan memperturutkan hawa dan nafsunya serta keduniaan yang berlebihan di
luar kewajaran kebutuhannya alias tamak dan serakah, hal ini selalu di tiupkan
oleh iblis dan syaithan kedalam hati sanubari manusia supaya mereka lalai untuk
ingat kepada Allah Swt dan bahkan juga malah malas mendirikan shalat wajib yang
lima waktu, apalagi ibadah sunat nawafil yang lain.
Thariqat Naqsyabandi
mengajarkan beberapa cara dalam kehidupan sehari – hari agar umat manusia
senantiasa dapat mengontrol ingatnya kepada Allah Swt dengan melalui beberapa
cara atau latihan, cara tersebut mesti di pahami dahulunya dengan tingkatan –
tingkatan yang di bawahnya, jika tingkatan cara dzikir sebelumnya tidak selalu
di laksanakan, maka cara ini tidak akan efektif untuk mencari dan mengusahakan
ketetapan ingat kepada Allah Swt.
Adapun cara – cara yang di
ajarkan oleh para guru mursyid naqsyabandi sehubungan dengan hal – hal yang di
maksud adalah sebagai berikut :
- Pasang hasil wukuf dan markobah, syarat utama hal ini adalah maqamat dalam tubuh secara bathin mesti selalu berisi, jika maqamat tersebut berisi maka akan menimbulkan perasaan markobah, nah apa – apa yang di rasakan atau di timbulkan oleh akibat maqamat yang berisi tersebut maka itulah sarana yang di maksud untuk di pasang dan di kunci, artinya buatlah hal tersebut sebagai rabithah untuk mengunci ingatan hati kepada Allah Swt dan dapat merasakan kebesaran akan atau atas kekuasaan Allah Swt yang meliputi sekalian alam beserta isinya, jika hal ini betul – betul dapat di rasakan maka dengan kehendak izin dan karuniaNya dapatlah hamba tersebut mengerti akan betapa kebesaran kekuasaan Allah Swt terhadap segenap ciptaanNya.
- Hadirkan rabithah hasil dzikir sebelumnya, maknanya menyambung dari pengertian di atas adalah segenap apa yang di rasa, apa yang terlihat, dan apa yang di dengar, maka buatlah itu sebagai rabithah sarana untuk menetapkan ingatan kepada Allah Swt, sebab hal yang demikian adalah karena hidayah dan karunia dariNya jua.
- Munajat sekurang – kurangnya 7 (tujuh) kali, artinya pada tahap ini hendaklah seseorang mengucapkan do’a atau bermunajat kepada Allah Swt dengan maksud kira – kira hanya mengharapkan limpahan akan kasih, rahman dan rahim dariNya serta hanya mengharapkan keridhaan dari Allah Swt semata, jangan bermunajat minta apapun juga tetapi hanyalah memohon ridha Allah Swt untuk keselamatan dunia dan akhirat.
- Istighfar sekurang – kurangnya 100 (seratus) kali, ini berguna untuk sarana kebersihan hati sanubari dan mengakui akan kesalahan dan kelalaian yang di perbuat, dengan beristighfar maka akan semakin terasa keagungan Allah Swt yang maha pemberi ampunan dan pemberi taubat kepada hambaNya yang mau bertaubat, sekalipun dosa sebanyak buih di lautan, Rasulullah Saw saja setiap harinya beristighfar sekurang – kurangnya 70 (tujuh puluh) kali, apalagi kita hanya hamba biasa yang senantiasa paling banyak dosanya adalah lalai kepada Allah Swt yang telah memberikan apapun kebutuhan, maka sadarilah itu dan tinggikan rasa syukur kepadaNya.
- Hadirkan rabithah kembali, jika dalam bermunajat dan beristighfar terasa ingatan kepada Allah Swt berkurang maka upayakan kembali menghadirkan rabithah sebagaimana pengertiannya yang di atas, jangan menyimpang dari itu, sebab di khawatirkan akan terjun kepada jurang kesyirikan, jika terasa kurang jelas maka hendaklah bertanya caranya kepada pembimbing yang mengerti akan pelaksanaan hal tersebut.
- Munajat kembali, ini adalah untuk penekanan dan pemantapan tujuan kita akan cara ini adalah hanya untuk membulatkan ingatan kepadaNya dan mendapatkan ridha dariNya.
- Istighfar kembali, ini di maksudkan adalah untuk menguatkan perasaan bathin jika memang masih terasa juga bahwa keadaan hati susah dan payah untuk mendapatkan ketetapan ingatan kepada Allah Swt, ini di sebabkan oleh sifat iri dan dengkinya iblis dan syaithan yang pantang dan benci sekali ketika melihat seseorang hamba beribadah kepada Allah Swt, dan merekapun dengan gigihnya menghasut dan membisikkan kelalaian dan sifat syirik kedalam bathin hamba yang sedang beribadah tersebut.
- Hadirkan rabithah, pada tahap ini biasanya seseoprang hamba telah kuat kunci ingatannya kepada Allah Swt dengan hasil dzikir wukuf yang di hadapkan kepada Allah Swt yang Laitsa kamistlihi syai’un wahuwassami’ulbasyir (tiada seumpama atau serupa apapun juga dan dia maha mendengar lagi maha melihat), jadi hadapkan hasil riyadhah dzikir tersebut kehadapan Allah Swt kemana saja mata hati bathin berhadap, tetapi tetap berpegang teguh kepada ajaran Al-Qur’an, yaitu Fa’ainama tuwallu fassama wajhullah (kemana saja muka kamu berhadap maka di situlah wajah Allah Swt) dan hadapkan kepadaNya hati sanubari yang telah bulat ingatannya.
- Munajat kembali, apa – apa yang telah di rasakan dan di saksikan atau di dengar dan di lihat sehubungan hasil dari pada yang di atas, maka pertahankan serta kuatkan tekad dan bulatkan ingatan hanya mengharapkan ridha dan rahmat Allah Swt, maka dengan demikian mudah – mudahan kamu mendapat petunjuk akan bukti kebesaran dan keagungan Allah Swt yang rahmat dan rahimNya meliputi sekalian alam ini.
- Dzikir dan pikir akan kebesaran Allah Swt, dengan karunia yang di berikan Allah Swt pada ketentuan dan hasil yang di dapat sebagaimana yang di gambarkan di atas, maka lakukanlah tafakkur dan tinggikan perasaan syukur kepada Allah Swt, tetapi pada tahap ini ingatan tiada boleh lepas, sementara yang di lakukan hanyalah membulatkan ingatan kepada Allah Swt, biasanya pada tahap ini seseorang hamba mencapai tahap fanafillah, fana akan kebesaran Allah Swt atas alam semesta ini, dan sangat terasa betapa lemah dan hinanya makhluk di hadapan Allah Swt yang maha suci dan maha mulia dan maha segala – galanya, tiada kata yang bisa terucapkan pada saat – saat begini, kecuali hanya pengakuan kehambaan yang tulus akan kemuliaan Allah Swt yang maha agung, inilah salah satu karunia syurga yang di dapat dan di rasakan oleh seseorang hamba di dunia
Jika hal yang 10 (sepuluh) point di atas biasa dan sering di lakukan, maka
sifat kelalaian seseorang hamba untuk ingat kepada Allah Swt akan jauh
berkurang, sebab iblis dan syaithan tidak sanggup melawan kegigihan seseorang
yang berusaha dengan keras untuk belajar ingat kepada Allah Swt, karena Allah
Swt senantiasa memberi perlindungan kepada hambaNya yang rajin dan ulet untuk menuju
kepadaNya…semoga Allah Swt merahmati kita umat Rasulullah Saw sekaliannya,
amiin…
MAQAM CHALIFAH
Ketahuilah, dalam kehidupan kita sehari-hari, marilah kita sama-sama
menerapkan akan hal di bawah ini untuk menjaga daripada cahaya hati kita agar
mendapatkan ketetapan (istiqamah) dalam Rahman dan Rahim dari-NYA.
Penjagaan hati ini terdiri dari 8 (delapan) perkara yaitu :
1. Hush dar dam artinya
: Menjaga napas secara sadar.Hush artinya "pikir". Dar artinya
"dalam". Dam artinya "napas". pengertian dalam
pelaksanaannya berikut ini : Dalam setiap tarikan nafas yang naik turun kita
senantiasa berpikir akan kebesaran Allah. Hamba yang cerdas/bijak harus selalu
mengontrol napasnya terhadap kelalaian, dalam keadaan menarik dan melepaskan
nafas tersebut, dengan itulah selalu menjaga hatinya senantiasa hanya tertuju
kepada Allah. Kita harus selalu menjaga napas dengan ingat berkekalan kepada
Allah, sebab tiap tarikan dan hembusan napas yang demikian itu adalah akan
hidup dan menyambung dengan Allah, tiap tarikan dan hembusan napas dengan
kelalaian adalah akan mati dan terputus hubungan dengan Allah, ajaran ini di
bangun atas teori dasar napas, jadi suatu keharusan bagi semuanya untuk menjaga
napasnya pada waktu menarik dan menghembuskan, selalu menjaga napasnya dalam
lingkungan ingat kepada-NYA di antara menarik dan menghembuskan napas sepanjang
hidupnya. Nama Allah terdiri dari empat huruf : Alif, Lam, Lam dan Ha, dalam pengertian
ini di nyatakan bahwa Dzat Allah yang
sempurna di katakan pada huruf terakhir yakni "Ha", huruf ini
mewakili dialah yang maha ghaib dan sempurna. Lam adalah untuk (tacrif)
menyatakan pencarian identitas, sedangkan Lam yang kedua adalah untuk mubalagha
(penekanan). Seharusnya hal di ketahui oleh kita semua bahwa menjaga napas dari
kelalaian ingat adalah suatu pekerjaan yang susah bagi seseorang, sehingga kita
harus melakukan hal itu dengan cara mencari ampunan (istighfar) karena mencari
ampunan akan membersihkan dan mensucikan diri kita dan akan menimbulkan
keyakinan bahwa sesungguhnya Allah yang memang nyata berada di mana-mana.
2. Nazar bar qadam artinya : Mengintip langkah Itu artinya bahwa kita
sewaktu berjalan hendaknya pandangan mata hanya tertuju kepada obyek (fokus).
Kemanapun arah kakinya hendak dia tempatkan atau langkahkan, maka pandangan
mata kita hendaknya tertuju kesitu pula. Jangan melemparkan pandangan kesana
kemari, seperti melihat kekiri atau kekanan atau kedepan, agar pandangan yang
satu tidak menutupi hatinya, karena timbulnay hijab/dinding kebanyakan di
sebabkan pada hati yang liar (tidak tetap) selama melangkah dalam perjalanan
tersebut, karena berbagai macam keinginan yang tercetak di dalam pikiran kita,
berbagai gambaran itu, maka itu akan menjadi tabir yang akan menutup hati. Hati
yang telah di bersihkan melalui zikir terus menerus akan menjadi cermin untuk
penglihatan mata hati, maka dengan itulah kita di perintahkan untuk merendahkan
pandangannya agar supaya tidak diserbu oleh anak panah syaithan. Merendahkan
dan menafikan pandangan juga merupakan tanda kerendahan hati, orang yang bangga
dan sombong tidak akan pernah melihat akan tujuan mereka, tetapi bila selalu
melihat ke arah perjalanannya dengan fokus dan mantap, maka gerak menuju arah
tujuannya akan tercapai. Jika ini sudah
tercapai, maka kita tidak melihat kemana-mana kecuali hanya kepada Tuhan,
laksana seseorang yang ingin sampai ke tujuannya dengan cepat, demikian juga
seseorang yang menuju Allah bergerak dengan cepat, tidak melihat ke kanan atau
ke kirinya, tidak berbilang-bilang, tidak mudah terkagum akan apa yang di
jumpainya, tidak melihat kepada keinginan duniawi, tetapi hanya melihat kepada
Allah. Pandangan mendahului langkah dan langkah mengikuti pandangan....Ingatlah!!!!!!!!!!
Untuk perjalanan yang meningkat/keatas (mi’raj) atau ke maqam yang lebih tinggi
di mulai dengan pandangan yang satu, di ikuti dengan langkah, apabila langkah
mencapai level tinggi dari pandangan, maka pandangan akan naik lagi ke tingkat
berikutnya, atas itulah langkah juga mengikuti secara bergilir. Pandangan akan
di angkat ke tempat yang lebih tinggi lagi dan langkah akan mengikutinya secara
bergilir, dan begitu seterusnya sampai pandangan mencapai tingkat kesempurnaan,
ke arah itulah langkah akan di tarik. Pahamilah..."Bila langkah mengikuti
pandangan, maka kita telah mencapai tingkat kesiapan dalam mendekati langkah
yang lurus dan benar, maka langkah yang lurus dan benar itu di sebut juga
sebagai awal atau pertama dari semua langkah lainnya".
3. Syafar dar watan, artinya : Perjalanan kembali/p ulang.Maknanya adalah
kita berjalan dari dunia menuju kepada dunia ibadah.
Rasulullah Saw mengatakan : "Saya akan mengunjungi Tuhanku dari
satu maqam ke maqam yang lebih baik (tinggi) dan dari satu daerah ke daerah
yang lebih tinggi". Artinya kita harus berjalan untuk kembali dari
keinginan hal terlarang kepada keinginan untuk Allah. Di definisikan lagi :
a. Perjalanan Luar, artinya : Berjalan dari
satu tempat ketempat yang lain guna menambah suatu ilmu dan amal, untuk lebih
meningkatkan dan mendekatkan kita kepada Allah.
b. Perjalanan Dalam, artinya : Untuk
kemantapan perjalanan luar, dalam perjalanan luar terdapat banyak sekali
kesukaran yang berkemungkinan takkan sanggup di tanggung oleh kita, di khawatirkan
malah akan jatuh kepada tindakan terlarang, ini di sebabkan karena masih dalam
ibadahnya. Jika dua hal di atas
dapat kita laksanakan dan meninggalkan akhlaq buruk mereka dan meningkatkan
akhlaq yang lebih tinggi, menguasai akan semua keinginan dunia dari hatinya,
maka kita akan di angkat oleh Allah dari keadaan yang tidak bersih kepada
keadaan bersih dan suci. Apabila telah di sucikan hatinya, maka
membuatnya jernih seperti air, transparan bak kaca, mengkilap seperti cermin,
di perlihatkan kebenaran dari semua hal dalam kehidupannya sehari-hari, dalam
hatinya akan muncul semua hal yang di perlukan untuk kehidupannya dan untuk
mereka yang berada di sekelilingnya.
4. Khalwat dar anjuman artinya : Sendiri dalam ramai.Khalwat artinya
menyendiri secara sendirian atau berjama'ah, artinya tampak dari luar
bersama-sama dengan manusia di sekelilingnya, sementara secara batin atau dalam
hatinya senantiasa selalu ingat/bersama Allah, terdapat juga dua kategori
“khalwat”, pertama adalah penyendirian eksternal dan kedua adalah penyendirian
internal.
Khalwat ini ada dua macam :
a)
Khalwat dengan
sendirinya pada suatu tempat yang tidak ada orang lain selain dari orang -
orang yang khalwat, berkonsentrasi dan bermeditasi pada dzikir kepada Allah,
dengan tujuan untuk mencapai kebenaran Allah menjadi nyata kebesaran-NYA
(Tajalli).
b)
Khalwat yang menyendiri
di antara keramaian (dalam lingkungan masyarakat), di sini kita hendaknya
selalu hadir dengan Allah sambil secara zahirnya berada di tengah-tengah
keramaian tersebut, selalu mengkaitkan dzikir sir (tersembunyi) dalam hati
sanubari meskipun kita masuk dalam kancah keramaian manusia, usahakan secara
selalu mengekalkan ingat kepada Allah, dalam keadaan ini adalah posisi yang
tertinggi pada apa yang di namakan khalwat atau suluk, hal ini adalah benar dan
lurus, sesuai dengan yang tersebut dalah qur'an "Orang-orang yang tak dapat
di alihkan perhatiannya dari mengingat Allah oleh bisnis maupun
keuntungan". Khalwat utama seorang Syeikh Thariqat adalah
kesendirian dalam keramaian, mereka bersama Allah dan sekaligus bersama
manusi,. seperti kata Rasulullah Saw : "Saya memiliki dua sisi, satu muka
menghadap Al-Khaliq muka lainnya menghadap ciptaan (makhluq)".
Syeikh Thariqat selalu menekankan kebaikan akan berjama’ah, bermajelis (berkumpul),
Thariqat kita adalah persahabatan (kebersamaan), dan kebaikan berada dalam
kebersamaan. Kesempurnaan bukan pada peragaan kekuatan karomah, tapi
kesempurnaan adalah duduk bersama orang ramai (banyak), menjual dan membeli,
menikah dan mempunyai anak, namun tak pernah meninggalkan kehadiran Allah dalam
sekejap pun.
5. Yad kard, artinya : Dzikir yang
utama.Kita hendaknya melakukan dzikir dengan penolakan dan penerimaan, pada
lidahnya senantiasa dzikir kepada Allah sampai mencapai keadaan muraqabah.
Keadaan itu akan di capai pada tiap hari dengan ucapan : LA ILAHA ILLALLAH pada
lidah, antara 5,000 dan 10,000 kali, membuang dari hatinya segala unsur yang
akan mengotori dan membuat hatinya berkarat. Dzikir ini akan memoles hati dan
membawa kita ke dalam kenyataan, kita harus melakukan dzikir harian itu
sepanjang usia, baik dengan hati (syiir) atau dengan lidah jasmani secara luar
dalam, membaca ALLAH-ALLAH dalam hati sanubari, yang akan mewakili (meliputi)
semua asma dan sifat-NYA, atau dengan aturan napi istbat melalui penyebutan LA
ILAHA ILLALLAH, dzikir ini akan membawa kita kepada pengakuan akan ke-esa-an
Allah. Kita senantiasa hendaknya mengulang dzikir ini dengan setiap napas,
menghirup dan meniup, selalu membuatnya mencapai hati, arti dari zikir ini
adalah membawa sasaran kita hanya
satu-satunya kepada ALLAH dan tidak ada sasaran lain lagi bagi kita.
6. Baz ghast, artinya :
Pulang/kembali Keadaan ini di mana yang melakukan dzikir dengan sampai kepada
pengertian ungkapan Rasulullah Saw, "Illahi anta maqsudi wa ridhaka
matlubi" artinya : “Ya Allah, hanya engkaulah yang kumaksud dan
keridhoan engkaulah yang kutuju". Munajat ini akan menambah
kesadaran kita tentang Ke-Esa-an Allah,
sampai kita mencapai keadaan di mana keberadaan semua ciptaan (makhluq) lenyap
dari pandangan mata, semua yang kita lihat, kemanapun kita memandang, adalah
Allah. Kita membaca dzikir macam ini agar supaya menerangkan hati akan rahasia
yang Maha Satu (Al-Ahad), dan untuk membuka diri kepada kenyataan Allah. Bagi
pemula tidak boleh meninggalkan dzikir
ini bila dia tidak mendapatkan hasil/kekuatan itu muncul dalam hatinya, harus
tetap membaca dzikir ini, karena Rasulullah Saw telah mengatakan : "Barang
siapa meniru suatu golongan orang, dan akan menjadi bagian dari golongan
itu". Makna Baz Ghast adalah kembali kepada Allah, dengan
menunjukkan kepasrahan diri yang sempurna dan tunduk kepada kehendak-NYA, dan
kerendahan diri ini akan sempurna dengan menyampaikan semua pujian kepada-NYA,
Itulah alasan Rasulullah Saw menyebutkan dalam do’anya : "Ma dzakarnaka aqqa dzikrika ya madzkar"
artinya : "Kami tidak mengingat engkau
sebagaimana seharusnya engkau di ingat, Ya Allah". Kita tidak akan
dapat datang kepada hadhirat Allah dalam dzikir, dan tidak dapat mengungkapkan
Rahasia dan Sifat Allah dalam dzikir, bila tidak melaksanakan dzikir itu dengan
dukungan Allah dan tanpa Allah mengingat mengingat balik akan diri kita.
Singkatnya, kita tidak dapat melakukan zikir oleh atau dengan sendirinya, tanpa
mengetahui bahwa Allah adalah justru yang sedang melakukan dzikir melalui diri
hamba-NYA.
7. Nighah dast, artinya : Memperhatikan/perhatian. Senantiasa membuat suatu
pandangan, artinya kita hendaknya mengendalikan hati dan melindunginya dengan
cara mencegah masuknya pikiran buruk. Kecenderungan akan hal-hal yang buruk
akan menghalangi hati dari Allah, bagi seseorang yang dapat melindungi hatinya
dari kecenderungan buruk selama lima menit saja adalah merupakan sebuah hasil
yang besar. Untuk ini saja dia sudah akan di akui sebagai seorang yang sampai,
ajaran sufi/tasawwuf adalah sebuah kekuatan untuk melindungi hati dari
pemikiran buruk dan menjaganya dari kecenderungan rendah. Barang siapa berhasil
dengan di atas, dia akan mengerti hatinya, dan barang siapa mengerti akanj
hatinya, tentu akan mengenali Tuhannya. Rasulullah Saw mengatakan : "Barang siapa mengenal dirinya sendiri,
niscaya akan mengenal Tuhannya".
8.
Yada dast, artinya :
Ingatan. Membaca zikir akan melindungi hatinya dengan dalam tiap hembusan napas
tanpa meninggalkan ingat Allah, hendaknya kita mempertahankan hati supaya
selalu berada dan dekat dengan Allah. Ini akan membuat kita menyadari dan
merasakan Cahaya (nur) dari Allah, kita harus membuang tiga dari empat bentuk
pikiran yang terasa, yakni teorinya : Pikiran egois, Pikiran jahat, dan Pikiran
malaikat, sambil mempertahankan dan membenarkan, kita hanya membentuk pikiran
keempat, yaitu : Pikiran kebenaran, keyakinan, hal ini akan membimbing kita
menuju ketingkat tinggi dari kesempurnaan dengan membuang semua khayalan dan
hanya mengambil kebenaran yang benar adalah ESA-nya Allah.
RANGKUMAN AMALAN DZIKIR AN-NAQSYABANDI
Amalan ini di dasari dengan jalan
memelihara keluar masuknya nafas, supaya hati tidak lupa kepada Allah, agar
senantiasa tetap akan hadirnya Allah pada masuk dan keluarnya nafas, dalam
menarik dan menghembuskan nafasnya, hendaklah selalu ingat serta hadir bersama
Allah di dalam hati sanubari, ingat kepada Allah saat keluar masuknya nafas
guna memudahkan jalan dekat kepada Allah dan di ridhai-Nya. Kajian ini sangat
berguna untuk jalan atau membuat seorang anak manusia (hamba) supaya dapat
mengontrol dirinya agar jangan sampai lupa kepada Allah, di samping dengan
ibadah fardhu (wajib) yang di lakukan sebagai sifat penghambaan dan pengabdian
terhadap Allah, amalan ini jika di lakukan dengan rutin (istiqamah) dapat
menjaga seorang hamba dari sifat lalai atau lupa kepada Allah yang di sebabkan
oleh bisikan syaithan pada jalan-jalan atau pintu masuk yang halus daripada
manusia, jadi inilah upaya untuk jalan menuju kepada Allah yang Maha Agung dan
Maha Suci.
Penerapan dalam kesehariannya salah satunya menjaga jika ia (salik) berjalan, mestilah selalu menundukkan kepalanya, kalau tidak dapat di khawatirkan membuat hati bimbang dan ragu, maka dari itu kita harus memelihara hati dan terjadinya perpindahan sifat-sifat kemanusiaan yang kotor dan rendah, kepada sifat-sifat kemalaikatan yang bersih dan suci lagi penuh dengan ketaqwaan, karena itu wajiblah kita mengontrol hati, agar dalam hati kita tidak ada rasa cinta kepada makhluk selain dari Allah, setiap salik harus selalu menghadirkan hati kepada Allah dalam segala hal keadaan, baik di suasana sunyi maupun di tengah keramaian dunia. Suluk dalam hal ini terbagi dari 2 (dua) bagian, yakni ; Khalwat Lahir, yaitu orang yang sunyi di tengah keramaian, dan Khalwat Bathin, yaitu orang yang suluk senantiasa musyahadah kepada Allah dan menyaksikan rahasia-rahasia Allah, walaupun berada di tengah keramaian, dalam arti kata berkekalan dzikir (ingat) kepada Allah, baik dzikir izmu zat dengan membaca Allah…Allah…Allah maupun dengan dzikir napi istbat menyebut La ilahaa illallah, sampai yang di sebut itu terlihat di dalam dzikir yang hadir dan datang. Di luar suluk yang resmi, seorang salik harus memelihara hatinya dari kemasukan sesuatu yang dapat menggoda dan mengganggunya sedapat mungkin di dalam kesadarannya yang jernih, jika terjadi yang demikian walaupun hanya sebentar dapat menjadi masaalah besar, hal ini tidak boleh terjadi dalam ajaran ibadah cara thariqat.
Khattam Tawajjuh atau pemusatan perhatian sepenuhnya pada musyahadah yang menyaksikan keindahan kebesaran dan kemuliaan Allah terhadap Nur Dzat Ahdiyah, cahaya yang maha esa dengan tiada seumpama dengan apapun juga dan tanpa di sertai dengan kata-kata, hal ini dapat di capai oleh seorang hamba dalam menjalani ibadah cara suluk setelah dia mengalami fanafillah dan baqabillah yang baik.
Pelajaran dalam ajaran ini ada mempunyai beberapa tingkatan yang di sesuaikan dengan tahap kebersihan jiwa dan hasil daripada pengamalan dzikirnya terhadap Allah, dengan di bimbing oleh seorang guru mursyid tentunya pada pembelajaran ini, semakin dekat seorang hamba dengan khalik-Nya, maka semakin naik pulalah tahapan tingkatan kajiannya dalam memperdalam ajaran dzikir ini, tingkatan dari ajaran dzikir ini terdiri sebagai berikut :
Penerapan dalam kesehariannya salah satunya menjaga jika ia (salik) berjalan, mestilah selalu menundukkan kepalanya, kalau tidak dapat di khawatirkan membuat hati bimbang dan ragu, maka dari itu kita harus memelihara hati dan terjadinya perpindahan sifat-sifat kemanusiaan yang kotor dan rendah, kepada sifat-sifat kemalaikatan yang bersih dan suci lagi penuh dengan ketaqwaan, karena itu wajiblah kita mengontrol hati, agar dalam hati kita tidak ada rasa cinta kepada makhluk selain dari Allah, setiap salik harus selalu menghadirkan hati kepada Allah dalam segala hal keadaan, baik di suasana sunyi maupun di tengah keramaian dunia. Suluk dalam hal ini terbagi dari 2 (dua) bagian, yakni ; Khalwat Lahir, yaitu orang yang sunyi di tengah keramaian, dan Khalwat Bathin, yaitu orang yang suluk senantiasa musyahadah kepada Allah dan menyaksikan rahasia-rahasia Allah, walaupun berada di tengah keramaian, dalam arti kata berkekalan dzikir (ingat) kepada Allah, baik dzikir izmu zat dengan membaca Allah…Allah…Allah maupun dengan dzikir napi istbat menyebut La ilahaa illallah, sampai yang di sebut itu terlihat di dalam dzikir yang hadir dan datang. Di luar suluk yang resmi, seorang salik harus memelihara hatinya dari kemasukan sesuatu yang dapat menggoda dan mengganggunya sedapat mungkin di dalam kesadarannya yang jernih, jika terjadi yang demikian walaupun hanya sebentar dapat menjadi masaalah besar, hal ini tidak boleh terjadi dalam ajaran ibadah cara thariqat.
Khattam Tawajjuh atau pemusatan perhatian sepenuhnya pada musyahadah yang menyaksikan keindahan kebesaran dan kemuliaan Allah terhadap Nur Dzat Ahdiyah, cahaya yang maha esa dengan tiada seumpama dengan apapun juga dan tanpa di sertai dengan kata-kata, hal ini dapat di capai oleh seorang hamba dalam menjalani ibadah cara suluk setelah dia mengalami fanafillah dan baqabillah yang baik.
Pelajaran dalam ajaran ini ada mempunyai beberapa tingkatan yang di sesuaikan dengan tahap kebersihan jiwa dan hasil daripada pengamalan dzikirnya terhadap Allah, dengan di bimbing oleh seorang guru mursyid tentunya pada pembelajaran ini, semakin dekat seorang hamba dengan khalik-Nya, maka semakin naik pulalah tahapan tingkatan kajiannya dalam memperdalam ajaran dzikir ini, tingkatan dari ajaran dzikir ini terdiri sebagai berikut :
LATIFATUL QALBIY
Berhubungan dengan jantung jasmani,
kira-kira dua jari di bawah susu kiri, dzikirnya sekurang-kurangnya 5000 dalam
sehari semalam, ini wilayahnya Nabi Adam As, cahayanya kuning dan berasal dari
tanah, angin dan api. Wilayah ini tempatnya sifat buruk pada manusia, yakni ;
hawa nafsu, syaithan dan dunia, jika seorang hamba lkhlas dzikirnya pada
wilayah ini, maka hilanglah itu daripadanya dan paling tidak berkurang, jadi
sifat yang buruk pada wilayah ini jika di dzikirkan terus menerus, maka
dapatlah menjelma atau masuklah sifat yang baik dan berakhlak, yaitu ; Iman,
Islam, Tauhid dan Ma’rifat.
Uraian latifah ini adalah merupakan sentral
daripada ruhaniah manusia, wilayah ini merupakan induk dari latifah-latifah
lainnya, yaitu hati sanubari manusia itu sendiri. Madzmumahnya adalah hawa
nafsu yang buruk itu mengikut kepada kehendak iblis dan syaithan, cinta dunia,
kafir dan syirik bertempatkan pada wilayah ini.
Madzmudahnya ialah Iman, Islam, Tauhid dan
Ma’rifat serta sifat-sifat malaikat, melalui dzikir pada latifatul qalbiy
menjelmalah sifat madzmudah tadi kedalamnya, justru inilah di tuntut seorang
hamba supaya rajin-rajin membersihkan wilayah ini dengan dzikrullah.
Jika seorang hamba betul-betul ikhlas dan
rajin berdzikir pada wilayah ini dan beristiqamah, maka insya Allah terbukalah
rahasia gaib alam jabarud dan alam malakut dengan izin dan kehendak-Nya, dia
mendapatkan ilham dan karunia daripada-Nya dan itu ini di katakan sunnah dan
thariqat Nabi Adam As.
Puncaknya adalah fana pada Af’al Allah,
munculnya mati tabi’i, mati yang di maksudkan di sini adalah matinya hawa nafsu
dan hiduplah hati sanubari. Mati Tabi’i artinya perasaan lahiriah orang yang
berdzikir menjadi hilang, fana pendengaran dan penglihatan lahiriahnya,
sehingga tidak berfungsi lagi, yang berfungsi adalah pendengaran dan
penglihatan bathinnya yang memancar dari lubuk hatinya, sehingga terdengar dan
terlihat adalah lapzul jalalah, dalam keadaan demikian akal dan pikiran tidak
berjalan lagi, tetapi hanyalah ilham dari Allah yang merupakan nur illahi
itulah yang terbit dari orang yang berdzikir, sehingga hatinya muhadharoh hadir
bersama Allah. Mati Tabi’i juga merupakan lompatan dari pintu fana yang
pertama, oleh sebab di terimanya dzikir seorang hamba oleh Allah dan ini
merupakan hasil dari mujahadahnya dan merupakan rahmat dan karunia dari Allah,
juga merupakan fanafillah di mana gerak dan diam tidak ada kecuali dari Allah.
LATIFATUL RUH
Berhubungan dengan rabu jasmani dua jari di
bawah susu kanan, dzikirnya sekurang-kurangnya 1000 kali dalam sehari semalam,
ini adalah wilayahnya Nabi Ibrahim As dan bercahaya merah, maqam ini berasal
dari api. Maqam ini adalah tempatnya sifat madzmumah yaitu tamak, rakus dan
bakhil, jika ikhlas dzikirnya maka masuklah dan berganti dengan sifat
madzmudah, yaitu Khana’ah dalam arti memadai ianya akan apa ada adanya. Sifat
buruk ini seperti, loba, tamak, rakus dan bakhil adalah salah satu sifat yang
tidak di sukai oleh Allah dan Rasul-Nya, sifat bathiniah yang buruk seperti ini
tidak ubahnya seperti binatang yang suka menurut akan hawa nafsunya, jadi
dengan rajinnya mengobati sifat ini dengan dzikir pada maqam tersebut di atas
adalah dapat berganti sifas yang di sukai Allah dan Rasul-Nya, seperti merasa
selalu bersyukur dan menerima apa adanya yang telah di tetapkan oleh Allah,
usaha untuk merubah sifat ini adalah dengan cara yang wajar melalui dzikir
kepada Allah dengan seperti cara yang di ajarkan oleh Thariqat An- Naqsyabandi.
Puncaknya pada dzikir adalah maqam fanafil asma dan mati ma’nawi, artinya semua
sifat keinsanan manusia telah lebur dan lenyap di liputi oleh sifat ketuhanan
yang di namakan dengan fanafisifattillah, sifat yang baharu dan sifat yang
kekurangan pada diri seseorang yang berdzikir jadi lenyap atau fana, yang
tinggal hanyalah sifat tuhan yang maha sempurna dan azali. Pendengaran dan
penglihatan lahir menjadi hilang lenyap, yang tinggal hanyalah pendengaran
bathin dan penglihatan bathin yang memancarkan nur illahi, yang terbit dari
dalam hati yang dapat memancarkan ilham dari Allah, mati ma’nawi ini merupakan
pintu fana yang kedua dan di terima oleh seseorang berdzikir, ini merupakan
hasil mujahadahnya dan merupakan rahmat dan karunia dari Allah jika ikhlas dzikirnya.
LATHIFATUL SIRRI
Berhubungan dengan hati jasmani kira-kira
dua jari di atas susu kiri, dzikirnya dalam sehari semalam sekurang-kurangnya
1000 kali, ini wilayahnya Nabi Musa As dan bercahaya putih asalnya dari angin,
maqam ini tempatnya sifat madzmumah pada manusia, yaitu pemarah, pembengis,
emosi tinggi dan penaik darah dan pendendam, jadi kita harus berdzikir di
tempat ini jika ingin menghilangkan sifat buruk tersebut dari bathin kita, jika
ikhlas dzikirnya pada tempat ini maka akan bergantilah sifat buruk tadi menjadi
sifat yang terpuji, seperti pengasih, penyayang, baik budi bahasa dan
pekertinya. Sifat ini di katakan seperti sifat binatang buas yang suka berbuat
onar, kekejaman, penganiayaan, penindasan, permusuhan dan pendzaliman sesama,
dan sebagai madzmudahnya adalah manakala lenyap sifat buruk di atas dan
berganti dengan sifat kesempurnaan, terutama rahman dan rahim, ini di katakan
adalah sunah dan thariqatnya Nabi Musa As. Puncaknya pada maqam ini adalah
fanafisifattisubutiah dan mati sirri, mati sirri artinya segala sifat keinsanan
menjadi lenyap dan berganti fana, demikian juga dengan alam yang wujud ini
menjadi lenyap dan di telan oleh alam ghaib, alam malakul yang penuh dengan nur
illahi, mendapat karunia mati sirri ini adalah bergelimang baqa finurillah,
yaitu nur af’al Allah, nur asma Allah, nur zat Allah dan nurran ‘ala nurrin,
cahaya di atas cahaya Allah, di mana Allah memberikan karunia itu kepada siapa
saja yang dia kehendaki.
LATHIFATUL
KHAFI
Berhubungan dengan limpa jasmani kira-kira dua jari di atas susu kanan, berdzikir pada maqam ini dalam sehari semalam sekurang-kurangnya 1000 kali, ini adalah wilayahnya Nabi Isa As dengan bercahayakan hitam dan berasal dari air. Ini adalah tempatnya sifat madzmumah pada manusia, seperti busuk hati, munafik, pendusta, mungkir janji, penghianat dan tidak dapat di percaya, nah jika ikhlas dzikir pada tempat ini maka hilanglah sifat yang demikian dan berganti dengan sifat yang terpuji, seperti ridha dan syukur, madzmumahnya lathifatul khafi ini di katakan dengan sifat syaithan yang menimbulkan was-was, cemburu, dusta dan sebagainya yang sejenis, dan mahmudahnya adalah sifat syukur dan ridha serta sabar dan tawakkal, ini di katakan dengan sunahnya Nabi Isa As. Puncaknya adalah fana fissifatis salbiyah dan mati hissi, mati hissi artinya segala sifat keinsanan yang baharu menjadi lenyap atau fana dan yang tinggal hanyalah sifat tuhan yang qadim azali, ada tingkat ini tanjakan bathin seorang yang berdzikir telah mencapai tingkat tertinggi, yaitu tingkat ma’rifat, pada tingkat ini orang yang berdzikir telah mengalami keadaan yang tidak pernah di lihat oleh mata dzahir, tidak opernah di dengar telinga zahir dan tidak pernah terlintas dalam hati sanubari manusia dan tidak mungkin pula bisa di sifati oleh sifat manusia kecuali yang telah di karuniakan oleh Allah dengan seperti pada jalan tersebut di atas.
Berhubungan dengan limpa jasmani kira-kira dua jari di atas susu kanan, berdzikir pada maqam ini dalam sehari semalam sekurang-kurangnya 1000 kali, ini adalah wilayahnya Nabi Isa As dengan bercahayakan hitam dan berasal dari air. Ini adalah tempatnya sifat madzmumah pada manusia, seperti busuk hati, munafik, pendusta, mungkir janji, penghianat dan tidak dapat di percaya, nah jika ikhlas dzikir pada tempat ini maka hilanglah sifat yang demikian dan berganti dengan sifat yang terpuji, seperti ridha dan syukur, madzmumahnya lathifatul khafi ini di katakan dengan sifat syaithan yang menimbulkan was-was, cemburu, dusta dan sebagainya yang sejenis, dan mahmudahnya adalah sifat syukur dan ridha serta sabar dan tawakkal, ini di katakan dengan sunahnya Nabi Isa As. Puncaknya adalah fana fissifatis salbiyah dan mati hissi, mati hissi artinya segala sifat keinsanan yang baharu menjadi lenyap atau fana dan yang tinggal hanyalah sifat tuhan yang qadim azali, ada tingkat ini tanjakan bathin seorang yang berdzikir telah mencapai tingkat tertinggi, yaitu tingkat ma’rifat, pada tingkat ini orang yang berdzikir telah mengalami keadaan yang tidak pernah di lihat oleh mata dzahir, tidak opernah di dengar telinga zahir dan tidak pernah terlintas dalam hati sanubari manusia dan tidak mungkin pula bisa di sifati oleh sifat manusia kecuali yang telah di karuniakan oleh Allah dengan seperti pada jalan tersebut di atas.
LATHIFATUL AKHFA
Berhubungan dengan empedu jasmani kira-kira
di tengah dada, dzikirnya sekurang-kurangnya dalam sehari semalam adalah 1000
kali, ini merupakan wilayahnya Nabi Muhammad Saw dan bercahaya hijau serta
berasal dari tanah, tempat sifat takbur, ria, ujub dan suma’ah, ini harus kita
hilangkan dengan berdzikir pada maqam ini agar dapat berganti dengan sifat
tawadduk, ikhlas, sabar dan tawakkal kepada Allah. Sifat segala keakuan seperti
sombong, takbur, ria, loba, ujub dan tamak serta bersikap akulah yang
terpandai, akulah yang terkaya, akulah yang tergagah, tercantik dan lain
sebagainya, maqam ini juga di katakan dengan sifat rububiyah atau rabbaniyah
dan hanya pantas bagi Allah, sebab dialah yang pada hakikatnya yang memiliki,
mengatur alam semesta ini, sifat baik pada maqam di dapatkan jika berdzikir
dengan ikhlas adalah khusyu’, tawadduk, tawakkal dan ikhlas sebenar ikhlas,
selalu tafakkur akan keagungan Allah dan ini di katakan dengan sunahnya dan
thariqatnya Nabi Muhammad Saw, puncaknya adalah fana fidzzat, almuhallakah.
LATHIFATUL NAFSUN NATIKAH
Berhubungan dengan otak jasmani terletak di
tengah-tengah dahi, berdzikir pada maqam ini dalam sehari semalam adalah
sebanyak 1000 kali sekurang-kurangnya, ini adalah wilayahnya Nabi Nuh As dan
bercahaya biru serta tempat sifat buruk pada manusia yaitu khayal dan
angan-angan, oleh karena itu kikislah sifat tersebut dengan berdzikir secara
ikhlas pada tempat ini, agar berganti dengan sifat muthma’innah, yaitu sifat
dan nafsu yang tenang. Buruknya pada tempat ini adalah selalu panjang
angan-angan, banyak khayal dan selalu merencanakan selalu yang jahat untuk
memuaskan hawa nafsu, sifat baiknya adalah nafsu muthma’innah yaitu sifat yang
sakinah, aman, tenteram serta berpikiran yang tenang, ini di katakan dengan
sunnah thariqatnya Nabi Nuh As, puncaknya adalah mati hissi.
LATHIFATUL KULLU JASAD
Berhubungan dengan selurh badan atau jasad
zahir, berdzikir pada maqam ini dalam sehari semalam sekurang-kurangnya 11.000
kali, ini adalah tempatnya sifat buruk manusia, yaitu jahil dan lalai,
seseorang yang dzikirnya ikhlas pada tempat ini dapat menimbulkan ilmu dan amal
yang di ridhai oleh Allah. Dzikir ini di sebut juga dengan dzikir sultan aulia
Allah, artinya raja sekalian dzikir dan di jalankan melalui seluruh badan,
tulang belulang, kulit, urat dan daging di luar maupun di dalam, di tempat ini
dzikir Allah…Allah…Allah pada penjuru anggota badan beserta ruas dari ujung
rambut sampai ujung kaki hingga tembus keluar yakni bulu roma pada sekujur
tubuh atau badan, agar dapat menghilangkan sifat malas dan lalai beribadah
kepada Allah. Untuk menghantam seluruh sifat malas dan lalai tersebut haruslah
di laksanakan dengan sepenuh hati yang ikhlas, menurut kajian pengamal ajaran
cara ibadah tasawwuf bahwa iblis dan syaithan bisa masuk melalui dan menetap
pada seluruh bagian tubuh, karena itu perlu di getar dengan dzikirullah
sehingga dzikirullah menetap di tempat itu dengan sendirinya dan tentu saja
tidak ada lagi jalan iblis atau syetan untuk dapat memasuki tubuh dzahir dan
merasuk kedalam bathin manusia untuk membisikkan segala perbuatan jahat yang
tercela di hadapan Allah. Sifat yang masuk pada maqam ini setelah dzikir
tersebut adalah ilmu dan amal yang di ridhai oleh Allah, dia berilmu sesuai
dengan Al-Qur’an dan Syari’at serta sunnah Rasul Saw, hakikat cahaya pada maqam
ini adalah nuurus samawi dan di katakan dengan sunah dan thariqatnya orang alim
dan ma’rifat kepada Allah, puncak pada dzikir ini adalah mati hissi yang
perupakan pokok dan mendasari dzikir-dzikir yang lain di atasnya, karena itu
para pengamal ajaran ini harus mengkhatamkannya sekurang-kurangnya 11.000
sehari semalam. Dzikir lathaif inilah merupakan senjata paling ampuh untuk
mengusir dan membasmi sifat madzmumah yang ada pada 7 (tujuh) lathaif tadi,
segala sifat madzmumah atau sifat buruk ini di tunggangi oleh iblis dan
syaithan
WUKUF
Wukuf ini menurut ajaran Syeikh Muhammad
Bukhari Baha’uddin Naqsyabandi, pertama-tama di dasari dengan 3 (tiga) tahapan,
yaitu ;
Wukuf Samani;
Artinya : Kontrol yang di lakukan oleh
seorang salik terhadap ingat atau tidaknya dia kepada Allah sekurang-kurangnya
dua atau tiga jam, jika dia ternyata dalam keadaan ingat kepada Allah dalam
pada waktu tersebut, ia harus bersyukur kepada Allah, jika ternyata dia tidak
ingat kepada Allah, ia harus banyak-banyak melakukan taubat kepada Allah dan
usahakan dengan sekeras mungkin supaya kembali ingat kepada Allah.
Wukuf ‘Adadi;
Artinya : senantiasa memelihara bilangan
ganjil dan menyelesaikan dzikir napi istbat pada setiap dzikir tersebut di
akhiri, jangan di akhiri dengan bilangan yang genap, tetapi mestilah bilangan
yang ganjil, seperti ; 3, 5 atau 7 dan seterusnya.
Wukuf Qalby;
Artinya : Keadaan hati seorang yang suluk,
selalu hadir kepada Allah, pikiran yang ada terlebih dahulu di hilangkan dari
perasaan, kemudian sekalian panca indera yang lima tawajjuh dengan mata hati
yang hakiki untuk menyelami ma’rifat kepada Allah, tidak ada luang sedikitpun
di dalam hati selain kasih Allah.
Dzikir wukuf menghadirkan seluruh lathaif
dan seluruh anggota badan serta ruas-ruasnya di hadirkan kepada zat yang tanpa
rupa dan bentuk, penghadiran tanpa menyertakan dzikir ismu zat, tapi hadir di
haribaan dzat yang di namai Allah, yaitu Allah. Dzikir wukuf adalah Dzikir diam
dengan semata-mata mengingat Allah, yaitu mengingat dzat Allah yang bersifat
dengan segala sifat sempurna dan suci atau jauh dari segala sefat kekurangan,
segala sifat kesempurnaan hanya di miliki oleh Allah, jadi sifat kekurangan
adalah milik kita dan untuk meningkatkan sifat yang kurang sempurna itu menjadi
lebih sempurna, maka inilah yang kita harapkan rahmat dan ridha Allah. Dzikir
wukuf ini di rangkaikan setelah selesai melaksanakan Dzikir ismu dzat atau
dzikir lathaif atau dzikir napi istbat, dzikir wukuf ini di laksanakan dalam
rangka menutup dzikir yang lain sebelumnya.
PENGERTIAN MURAQABAH
Dzikir muraqabah ialah berkekalannya
seorang hamba, ingat bahwa dirinya senantiasa di monitor oleh Allah dalam
seluruh tingkah lakunya. Muraqabah artinya saling mengawasi, saling mengintai
dan saling memperhatikan, dalam kajian tasawwuf atau thariqat, muraqabah dalam
pengertian bahasa tersebut, yaitu terjadinya sesuatu antara hamba dengan
khalik-Nya. Jenis muraqabah ini dalam ajaran ibadah cara Thariqat Naqsyabandi
banyak, yang hanya di beri penjelasan melalui artikel ini hanya secara umum,
kajian muraqabah ini di dasari dengan firman Allah dalam Al-Qur’an dan
As-Sunnah sebagai berikut :
“Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk sembahyang).” Al-Qur’an Surah Asy-Syu’ara Ayat 218.
“Yang melihat kamu ketika kamu berdiri (untuk sembahyang).” Al-Qur’an Surah Asy-Syu’ara Ayat 218.
“Dan (melihat pula) perubahan gerak badanmu
di antara orang - orang yang sujud.” Al-Qur’an Surah Asy-Syu’ara Ayat 219.
“Sesungguhnya bagi Allah tidak ada satupun yang tersembunyi di bumi dan tidak (pula) di langit.” Al-Qur’an Surah Ali Imran Ayat 5.
“Dan adalah Allah Maha mengawasi segala sesuatu.” Al-Qur’an Surah Al-Ahzab Ayat 52.
“Apakah Tuhan yang menjaga Setiap diri terhadap apa yang diperbuatnya (sama dengan yang tidak demikian sifatnya)?”. Al-Qur’an Surah Ar-Ra’d Ayat 33.
“Tidaklah Dia mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya?”. Al-Qur’an Surah Al-‘Alaq Ayat 14. “Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”. Al-Qur’an Surah An-Nisa’ Ayat 1.
“Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepadanya. yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya”. Al-Qur’an Surah Al-Bayyinah Ayat 8. Rasulullah Saw bersabda : “Hendaklah engkau menyembah kepada Allah seolah engkau melihat Allah dan jika engkau tidak dapat melihat melihat Allah, maka sesungguhnya Allah melihat akan kamu”. Hadist riwayat Muslim. Dari Abu Ya'la yaitu Syaddad bin Aus Ra, dari Nabi Saw, sabdanya : "Orang yang cerdik -berakal ialah orang yang memperhitungkan keadaan dirinya dan suka beramal untuk mencari bekal sesudah matinya, sedangkan orang yang lemah ialah orang yang dirinya selalu mengikuti hawa nafsunya dan mengharap-harapkan kemurahan atas Allah, yakni mengharap-harapkan kebahagiaan dan pengampunan di akhirat, tanpa beramal shalih." Di riwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi. Dari Anas Ra katanya : "Sesungguhnya engkau semua pasti melakukan berbagai amalan -yang di remehkannya sebab di anggap dosa kecil-kecil saja, yang amalan-amalan itu adalah lebih halus dan lebih kecil menurut pandangan matamu daripada sehelai rambut, tetapi kita semua di zaman Rasulullah menganggapnya termasuk golongan dosa-dosa yang merusakkan, menyebabkan kecelakaan dan kesengsaraan." Di riwayatkan oleh Imam Bukhari. Dari ayat dan hadist tersebut di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa markobah berarti mawas diri seorang hamba terhadap khaliknya bahwasanya Allah mengawasi, mengintai dan memperhatikan setiap niat dan amalan hambanya, sebaliknya seorang hamba harus mawas diri terhadap hati, niat dan amal yang dia kerjakan untuk melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya.Seorang hamba harus melaksanakan perhitungan terhadap dirinya sendiri tentang apa yang telah di laksanakannya di masa yang telah lalu atau lampau dan karena itu harus bertekad merumuskan yang baik dan meningkatkannya di masa mendatang semata-mata karena Allah serta mengharapkan ridha Allah. Muraqabah juga adalah sarana mengevaluasi diri sehabis beramal, guna memperbaiki dan meningkatkan amalan-amalan yang akan datang, yang menyangkut dalam pelaksanaan istighfar dan taubat serta terhadap dosa-dosa yang telah terlanjur di laksanakan pada masa lampau dengan perasaan menyesal dan takut terulang lagi, begitu juga orang yang belum mengukuhkan rasa takutnya kepada Allah. Mawas dirinya terhadap Allah dapat membukakan atau mencapai kasyaf (terbuka tabir antara hamba dengan tuhannya) dan syahadah (menyaksikan) akan keutamaan dan hikmah, muraqabah dari seseorang hamba terlihat bahwa dia selalu dalam keadaan ridha dan ingin meningkatkan amal-amal shalihnya. Bentuk pelaksanaan Dzikir muraqabah di rangkaikan dengan akan selesainya atau ada hasil daripada dzikir sebelumnya, seperti dzikir lathaif dan napi istbat.
“Sesungguhnya bagi Allah tidak ada satupun yang tersembunyi di bumi dan tidak (pula) di langit.” Al-Qur’an Surah Ali Imran Ayat 5.
“Dan adalah Allah Maha mengawasi segala sesuatu.” Al-Qur’an Surah Al-Ahzab Ayat 52.
“Apakah Tuhan yang menjaga Setiap diri terhadap apa yang diperbuatnya (sama dengan yang tidak demikian sifatnya)?”. Al-Qur’an Surah Ar-Ra’d Ayat 33.
“Tidaklah Dia mengetahui bahwa Sesungguhnya Allah melihat segala perbuatannya?”. Al-Qur’an Surah Al-‘Alaq Ayat 14. “Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”. Al-Qur’an Surah An-Nisa’ Ayat 1.
“Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepadanya. yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya”. Al-Qur’an Surah Al-Bayyinah Ayat 8. Rasulullah Saw bersabda : “Hendaklah engkau menyembah kepada Allah seolah engkau melihat Allah dan jika engkau tidak dapat melihat melihat Allah, maka sesungguhnya Allah melihat akan kamu”. Hadist riwayat Muslim. Dari Abu Ya'la yaitu Syaddad bin Aus Ra, dari Nabi Saw, sabdanya : "Orang yang cerdik -berakal ialah orang yang memperhitungkan keadaan dirinya dan suka beramal untuk mencari bekal sesudah matinya, sedangkan orang yang lemah ialah orang yang dirinya selalu mengikuti hawa nafsunya dan mengharap-harapkan kemurahan atas Allah, yakni mengharap-harapkan kebahagiaan dan pengampunan di akhirat, tanpa beramal shalih." Di riwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi. Dari Anas Ra katanya : "Sesungguhnya engkau semua pasti melakukan berbagai amalan -yang di remehkannya sebab di anggap dosa kecil-kecil saja, yang amalan-amalan itu adalah lebih halus dan lebih kecil menurut pandangan matamu daripada sehelai rambut, tetapi kita semua di zaman Rasulullah menganggapnya termasuk golongan dosa-dosa yang merusakkan, menyebabkan kecelakaan dan kesengsaraan." Di riwayatkan oleh Imam Bukhari. Dari ayat dan hadist tersebut di atas dapat di ambil kesimpulan bahwa markobah berarti mawas diri seorang hamba terhadap khaliknya bahwasanya Allah mengawasi, mengintai dan memperhatikan setiap niat dan amalan hambanya, sebaliknya seorang hamba harus mawas diri terhadap hati, niat dan amal yang dia kerjakan untuk melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya.Seorang hamba harus melaksanakan perhitungan terhadap dirinya sendiri tentang apa yang telah di laksanakannya di masa yang telah lalu atau lampau dan karena itu harus bertekad merumuskan yang baik dan meningkatkannya di masa mendatang semata-mata karena Allah serta mengharapkan ridha Allah. Muraqabah juga adalah sarana mengevaluasi diri sehabis beramal, guna memperbaiki dan meningkatkan amalan-amalan yang akan datang, yang menyangkut dalam pelaksanaan istighfar dan taubat serta terhadap dosa-dosa yang telah terlanjur di laksanakan pada masa lampau dengan perasaan menyesal dan takut terulang lagi, begitu juga orang yang belum mengukuhkan rasa takutnya kepada Allah. Mawas dirinya terhadap Allah dapat membukakan atau mencapai kasyaf (terbuka tabir antara hamba dengan tuhannya) dan syahadah (menyaksikan) akan keutamaan dan hikmah, muraqabah dari seseorang hamba terlihat bahwa dia selalu dalam keadaan ridha dan ingin meningkatkan amal-amal shalihnya. Bentuk pelaksanaan Dzikir muraqabah di rangkaikan dengan akan selesainya atau ada hasil daripada dzikir sebelumnya, seperti dzikir lathaif dan napi istbat.
1. DZIKIR MURAQABATUL ‘ITHLAQ
Dzikir muraqabatul ‘ithlaq adalah di mana
seseorang berdzikir dan ingat kepada dzat Allah, bahwa Allah mengetahui
keadaan-keadaanya, maka Allah melihat perbuatan-perbuatannya dan Allah
mendengar perkataan-perkataannya.
2. DZIKIR MURAQABATUL AHDIYAH AF’AL
Berkekalannya seorang hamba bertawajjuh
serta memandang zat Allah Swt yang bersifat dengan segala sifat yang sempurna
serta suci bersih dari segala sifat kekurangan. Dzikir ini di mana seorang
hamba berDzikir dan ingat kepada zat Allah Swt, bahwa Allah Swt maha pencipta
dan maha suci dan mengerjakan segala sesuatu yang dia kehendaki.“Padahal
Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu".
As-Shaffaat Ayat 96. “Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang
Dia kehendaki.” Al-Qur'an Surah Huud Ayat 107.
3. DZIKIR MURAQABATUL MA’IYAH
Muraqabatul Ma’iyah adalah berkekalannya
seorang hamba yang bertawajjuh serta memandang kepada Allah, yang mengintai di
mana saja hamba itu berada, sesuai dengan firman Allah sebagai berikut : “Dan
Dia bersama kamu di mama saja kamu berada, dan Allah Maha melihat apa yang kamu
kerjakan.”Al-Qur’an Surah Al-Hadid Ayat 4.
4. DZIKIR MURAQABTUL ‘AGHRABIYAH
Dalam kajian Thariqat Naqsyabandi, para
salik di ajarkan Tahlil Lisan yang berbilang sebelum di ajarkan Dzikir
Muraqabtul ‘Aghrabiyah walaupun dzikir ini juga menggunakan tahlil, menurut
Syeikh Sulaiman Zuhdi, Dzikir Muraqabatul ‘Aghrabiyah adalah berkekalannya
seorang hamba yang bertawajjuh serta memandang betapa dekatnya Allah dengan
hamba-Nya, yaitu sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur’an, yaitu
“Dan kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.”Al-Qur’an Surah
Qaaf Ayat 16.
5. DZIKIR MURAQABTUL AHDIYATUZZAT
Pengertian dzikir ini adalah berkekalannya
seorang hamba yang bertawajjuh, serta memandang kepada Allah yang Maha Esa, dan
dzat-Nya yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu dan lagi ia-Nya berdiri
sendiri. Dzikir ini di mana seseorang hamba yang berdzikir dan dan ingat kepada
dzat Allah, tiada sekutu bagi-Nya, tiada dzat yang Maha Esa kecuali Allah itu
sendiri, segala sesuatu itu tergantung kepada Allah. “Allah adalah Tuhan
yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.” Al-Qur’an Surah Al-Ikhlas Ayat
2.
6. DZIKIR MURAQABATUZZ ZALISH SHARFI WAL BAHTI
Dzikir Muraqabatuzz Zalish Sharfi Wal Bahti
adalah berkekalannya seorang hamba yang bertawajjuh serta memandang kepada Dzat
Allah yang merupakan sumber timbulnya kesempurnaan sifat yang mengikuti pada
akhlak kenabian, kerasulan dan ‘ulul azmi, juga dzikir ini di mana seseorang
yang berdzikir dan ingat kepada Allah, bahwa Allah Maha Suci, Allah sajalah
yang menentukan dan mentasharuffkan segala sesuatu, Allah menetapkan kenabian,
kerasulan, ‘ulul azmi dan lain-lain sebagainya. Firman Allah :
"Demikianlah, Allah berbuat apa yang di kehendaki-Nya". Al-Qur’an
Surah Ali Imran Ayat 40. “Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia
kehendaki.” Al-Qur’an Surah Al-Hajj Ayat 14. Dalam
MENJAGA DZIKIR DI LUAR SULUK
kehidupan kita sehari-hari di luar kegiatan
suluk, kajian ini sangat penting di terapkan untuk menjaga daripada nur
(cahaya) keimanan hati kita kepada Allah, agar senantiasa mendapatkan ketetapan
(istiqamah) dalam menetapkan ingat kepada Allah, hal ini terdiri dari 8
(delapan) perkara, yaitu :
1. Hush dar dam artinya : Menjaga napas secara sadar dan di sengaja.
Dalam setiap tarikan nafas yang naik turun
kita senantiasa berpikir akan kebesaran Allah, hamba yang cerdas dan bijak
harus selalu mengontrol napasnya terhadap kelalaian, dalam keadaan hal menarik
dan melepaskan nafas tersebut, dengan itulah selalu menjaga hatinya senantiasa
hanya tertuju kepada Allah. Kita harus selalu menjaga napas dengan ingat
berkekalan kepada Allah, sebab tiap tarikan dan hembusan napas yang demikian
itu adalah akan hidup dan menyambung dengan Allah, tiap tarikan dan hembusan
napas dengan kelalaian adalah akan mati dan terputus hubungan dengan Allah,
ajaran ini di bangun atas teori dasar napas, jadi suatu keharusan bagi semuanya
untuk menjaga napasnya pada waktu menarik dan menghembuskan, selalu menjaga
napasnya dalam lingkungan ingat kepada-NYA di antara menarik dan menghembuskan
napas sepanjang hidupnya. Nama Allah terdiri dari empat huruf : Alif, Lam, Lam
dan Ha, dalam pengertian ini di nyatakan bahwa dzat Allah yang sempurna
di katakan pada huruf terakhir yakni "Ha", huruf ini mewakili dialah
yang Maha Ghaib dan Maha Lathif serta tentu saja sempurna. Lam adalah untuk
(tacrif) menyatakan identitas yang di cari, sedangkan Lam yang kedua adalah
untuk mubalagha (penekanan) yang di cari, hal ini identik dengan dzikir napi
istbat Seharusnya hal di ketahui oleh kita semua, bahwa menjaga napas dari
kelalaian ingat adalah suatu pekerjaan yang susah bagi seseorang, sehingga kita
harus melakukan hal itu dengan cara selalu mencari ampunan (istighfar), karena
mencari ampunan akan membersihkan dan mensucikan diri kita dan akan menimbulkan
keyakinan bahwa sesungguhnya Allah yang memang nyata berada di mana-mana.
2. Nazar bar qadam artinya : Mengintip dalam setiap langkah kemanapun.
Ini artinya bahwa kita dalam berjalan di
kehidupan ini hendaknya pandangan mata hanya tertuju kepada obyek (fokus),
yaitu keridhaan Allah. Kemanapun arah kakinya hendak dia tempatkan atau
langkahkan, maka pandangan mata kita hendaknya tertuju kesitu pula. Jangan
melemparkan pandangan kesana kemari, seperti melihat kekiri atau kekanan atau
kedepan, agar pandangan yang satu tidak menutupi hatinya, karena timbulnya
hijab (dinding), kebanyakan di sebabkan pada hati yang liar (tidak tetap),
selama melangkah dalam perjalanan tersebut, karena berbagai macam keinginan
yang tercetak di dalam pikiran kita senantiasa di bisikkan oleh syaithan dengan
tiada henti-hentinya, berbagai macam gambaran dan khayalan itu, akan menjadi
tabir yang akan menutup hati. Hati yang telah di bersihkan melalui dzikir terus
menerus, akan menjadi cermin untuk penglihatan mata hati, maka dengan itulah
kita di perintahkan untuk merendahkan pandangannya agar supaya tidak di serbu
oleh anak panah syaithan. Merendahkan dan menafikan pandangan juga merupakan
tanda kerendahan hati, orang yang bangga dan sombong, tidak akan pernah melihat
akan tujuan mereka, tetapi bila selalu melihat ke arah perjalanannya dengan
fokus dan mantap hanya kepada Allah, maka gerak menuju arah tujuannya akan
tercapai dengan kehendak-Nya insya Allah. Jika ini sudah tercapai, maka kita
secara otomatis tidak akan melihat kemana-mana kecuali hanya kepada Tuhan,
laksana seseorang yang ingin sampai ke tujuannya dengan cepat, demikian juga
seseorang yang menuju Allah bergerak dengan cepat, tidak melihat ke kanan atau
ke kirinya, tidak berbilang-bilang dalam beribadah, tetapi selalu dan selalu
terus menerus, tidak juga mudah terkagum-kagum akan apa yang di jumpainya,
tidak melihat kepada keinginan duniawi, tetapi hanya melihat kepada Allah.
Pandangan mendahului langkah dan langkah mengikuti pandangan....Ingatlah!!!!!!!!!!, untuk perjalanan yang meningkat keatas (mi’raj) ini, atau ke maqam yang lebih tinggi, di mulai dengan pandangan yang satu, di ikuti dengan langkah, apabila langkah mencapai level tinggi dari pandangan, maka pandangan akan naik lagi ke tingkat berikutnya, atas itulah langkah juga mengikuti secara bergilir. Pandangan akan di angkat ke tempat yang lebih tinggi lagi dan langkah akan mengikutinya secara bergilir, dan begitu seterusnya sampai pandangan mencapai tingkat kesempurnaan, ke arah itulah langkah akan di tarik dan di lakukan. Pahamilah..."Bila langkah mengikuti pandangan, maka kita telah mencapai tingkat kesiapan dalam mendekati langkah yang lurus dan benar, maka langkah yang lurus dan benar itu di sebut juga sebagai awal atau pertama dari semua langkah lainnya".
Pandangan mendahului langkah dan langkah mengikuti pandangan....Ingatlah!!!!!!!!!!, untuk perjalanan yang meningkat keatas (mi’raj) ini, atau ke maqam yang lebih tinggi, di mulai dengan pandangan yang satu, di ikuti dengan langkah, apabila langkah mencapai level tinggi dari pandangan, maka pandangan akan naik lagi ke tingkat berikutnya, atas itulah langkah juga mengikuti secara bergilir. Pandangan akan di angkat ke tempat yang lebih tinggi lagi dan langkah akan mengikutinya secara bergilir, dan begitu seterusnya sampai pandangan mencapai tingkat kesempurnaan, ke arah itulah langkah akan di tarik dan di lakukan. Pahamilah..."Bila langkah mengikuti pandangan, maka kita telah mencapai tingkat kesiapan dalam mendekati langkah yang lurus dan benar, maka langkah yang lurus dan benar itu di sebut juga sebagai awal atau pertama dari semua langkah lainnya".
3. Syafar dar watan, artinya : Perjalanan kembali (pulang) dalam arti kata “Hijrah.”
Maknanya adalah kita selalu mengupayakan
dalam kehidupan ini adalah berjalan atau hijrah, dari dunia yang penuh dengan
hawa, nafsu dan syahwat ini, menuju kepada dunia ibadah. Rasulullah Saw mengatakan
: "Saya akan mengunjungi Tuhanku dari satu maqam ke maqam yang lebih
baik (tinggi) dan dari satu daerah ke daerah yang lebih tinggi". Artinya
kita harus berjalan untuk kembali dari keinginan hal terlarang kepada keinginan
untuk Allah.” Di uraikan lagi adalah sebagai berikut :
a. Perjalanan Luar, artinya berjalan atau
hijrah, dari satu tempat ketempat yang lain guna menambah suatu ilmu dan amal
(hijrah dari kebodohan kepada berilmu pengetahuan “tentang ibadah”), untuk
lebih meningkatkan dan mendekatkan kita kepada Allah, guna mengangkat cara
ibadah kita, dari yang kurang baik kepada yang lebih baik, mengingat dalam
ibadah banyak terselip hal-hal yang dapat mengugurkan amal ibadah.
b. Perjalanan Dalam, artinya untuk
kemantapan dalam melakukan perjalanan luar di atas, dalam perjalanan luar
terdapat banyak sekali kesukaran yang berkemungkinan takkan sanggup di tanggung
oleh kita, di khawatirkan malah akan jatuh kepada tindakan terlarang, ini di
sebabkan karena masih banyak kendala dalam tata cara ibadahnya dalam praktek
secara langsung, oleh karena itu alngkah baiknya jika dalam hijrah yang di atas
tadi, maka sebaiknya di laksanakan ibadah rutin (istiqamah) kepada Allah tanpa
mohon akan rahmat dan karunia-Nya, karena dalam mencari ilmu untuk beramal sangat
besar faedahnya di sisi Allah. Jika dua hal di atas dapat kita laksanakan
dengan baik, dan meninggalkan perilaku akhlaq yang buruk, tentu akan dapat
meningkat kepada akhlaq yang lebih tinggi, menguasai akan semua keinginan dunia
dari hatinya dan menafikannya dengan hanya untuk keperluan sekedarnya
(qana’ah), maka kita akan di angkat oleh Allah dari keadaan yang tidak bersih
kepada keadaan bersih dan suci. Apabila telah di sucikan oleh-Nya hati kita,
maka membuatnya jernih seperti air, transparan bak kaca, mengkilap seperti
cermin, di perlihatkan kebenaran dari semua hal dalam kehidupannya sehari-hari,
dalam hatinya akan muncul semua hal yang di perlukan untuk kehidupannya dan
untuk mereka yang berada di sekelilingnya.
4. Khalwat dar anjuman artinya : Merasa sunyi dan sendiri dalam ramai.
Khalwat artinya menyendiri secara
sendirian, artinya tampak dari luar bersama-sama dengan manusia di
sekelilingnya, sementara secara bathin, atau dalam hatinya senantiasa selalu
ingat dan bersama Allah. Terdapat juga dua kategori “khalwat”, yakni ;
Khalwat ini ada dua macam :
1. Khalwat pada
suatu tempat yang tidak ada orang lain selain dari orang - orang yang khalwat, berkonsentrasi hati dengan dzikir kepada
Allah, dengan tujuan untuk mencapai kebenaran Allah menjadi nyata kebesaran-NYA
(Tajalli).
2. Khalwat yang
merasa sendiri di antara keramaian (dalam lingkungan manusia atau
masyarakat), di sini kita hendaknya selalu hadir dengan Allah, sambil secara
zahirnya berada di tengah-tengah keramaian tersebut, sementara di dalamnya
selalu dzikir sir (tersembunyi) dalam hati sanubari, meskipun kita masuk dalam
kancah keramaian manusia, usahakan selalu mengekalkan ingat kepada Allah, dalam
keadaan ini adalah posisi yang tertinggi pada apa yang di namakan khalwat atau
suluk, hal ini adalah benar dan lurus, sesuai dengan yang tersebut dalam
Al-Qur'an "Orang-orang yang tak dapat di alihkan perhatinnya dari
mengingat Allah oleh bisnis maupun keuntungan". Khalwat utama seorang
penganut ajaran Thariqat An-Naqsyabandi adalah kesendirian dalam keramaian,
mereka bersama Allah dan sekaligus bersama manusia, seperti kata Rasulullah Saw
: "Saya memiliki dua sisi, satu muka menghadap Al-Khaliq muka lainnya
menghadap ciptaan (makhluq)". Penganut ajaran Thariqat ini, selalu
menekankan kebaikan akan berjama’ah, bermajlis (berkumpul) dalam berdzikir,
Thariqat kita adalah persahabatan (kebersamaan), dan adalah suatu kebaikan
berada dalam kebersamaan. Kesempurnaan bukan pada peragaan kekuatan karomah,
tapi kesempurnaan kita adalah dalam penerapan beramal inadah sesuai dengan
syari'at Rasulullah, bergaul dan duduk bersama-sama orang ramai
(banyak/lingkungan), menjual dan membeli, menikah dan mempunyai anak dan lain
sebagainya dalam kehidupan dunia ini, namun tak pernah meninggalkan kehadiran
Allah dalam sekejap pun.
5. Yad kard, artinya dzikir yang paling utama di tuju (lakukan).
Kita hendaknya melakukan dzikir dengan
penolakan dan penerimaan, pada lidahnya senantiasa dzikir kepada Allah sampai
mencapai keadaan muraqabah, keadaan itu akan di capai pada tiap hari dengan
ucapan : Allah…Allah…Allah atau la ilaha illallah pada lidah di sertai
hati (syiir), minimal antara 5,000 dan 11,000 kali, yang akan mewakili
(meliputi) semua asma dan sifat-Nya, membuang dari hatinya segala unsur yang
akan mengotori dan membuat hatinya berkarat. Kita senantiasa hendaknya
mengulang dzikir ini dalam setiap tarikan dan hembusan napas, menghirup dan
meniup, selalu membuatnya mencapai dan memukul hati, arti dari dzikir ini
adalah membawa sasaran kita hanya satu-satunya kepada Allah dan tidak ada
sasaran lain lagi bagi kita, hanya satu Allah yang Maha Esa.
6. Baz ghast, artinya : Pulang (kembali) dalam Keridhaan Allah.
Keadaan ini, di mana yang melakukan dzikir
dengan sampai kepada pengertian ungkapan Rasulullah Saw,"Illahi anta
maqsudi wa ridhaka matlubi" artinya : Ya Allah, hanya engkaulah
yang kumaksud dan keridhaan engkaulah yang kutuju". Munajat ini adalah
dasar dan tujuan utama bagi ajaran Thariqat An-Naqsyabandi, akan menambah
kesadaran dan pengakuan kita tentang Ke-Esa-an Allah, sampai kita
mencapai keadaan di mana keberadaan semua ciptaan (makhluq) lenyap dari
pandangan mata, semua yang kita lihat, kemanapun kita memandang, adalah Allah.
Kita melakukan dzikir macam ini, agar supaya menerangkan hati akan rahasia yang maha satu (Al-Ahad), dan untuk membuka diri kepada kenyataan (tajalli) Allah, bagi salik yang pemula, tidak boleh meninggalkan dzikir ini bila dia tidak mendapatkan hasil atau kekuatan itu muncul dalam hatinya, harus tetap melaksanakan dzikir ini, karena Rasulullah Saw telah mengatakan : "Barang siapa meniru suatu golongan orang, dan akan menjadi bagian dari golongan itu".
Kita melakukan dzikir macam ini, agar supaya menerangkan hati akan rahasia yang maha satu (Al-Ahad), dan untuk membuka diri kepada kenyataan (tajalli) Allah, bagi salik yang pemula, tidak boleh meninggalkan dzikir ini bila dia tidak mendapatkan hasil atau kekuatan itu muncul dalam hatinya, harus tetap melaksanakan dzikir ini, karena Rasulullah Saw telah mengatakan : "Barang siapa meniru suatu golongan orang, dan akan menjadi bagian dari golongan itu".
Makna Baz Ghast adalah kembali
kepada Allah, dengan menunjukkan kepasrahan diri yang sempurna dan tunduk
kepada kehendak-NYA, dan kerendahan diri ini akan sempurna dengan menyampaikan
semua pujian kepada-NYA, itulah alasan Rasulullah Saw menyebutkan dalam do'anya
: "Ma dzakarnaka aqqa dzikrika ya madzkar" artinya
: "Kami tidak mengingat engkau sebagaimana seharusnya engkau di
ingat, Ya Allah". Kita tidak akan dapat datang kepada hadhirat
Allahdalam dzikir, dan tidak dapat mengungkapkan Rahasia dan Sifat Allah dalam
dzikir, bila tidak melaksanakan dzikir itu dengan dukungan Allah dan tanpa
Allah, mengingat hal ini balik jua faedahnya akan diri kita sendiri,
singkatnya, kita tidak dapat melakukan dzikir oleh atau dengan sendirinya,
tanpa mengetahui bahwa Allah adalah justru yang sedang melakukan dzikir melalui
diri hamba-NYA.
7. Nighah dast, artinya perhatikan (instropeksi) diri dan sekitarnya.
Senantiasa membuat suatu pandangan, artinya
kita hendaknya mengendalikan hati dan melindunginya dengan cara mencegah
masuknya pikiran buruk, kecenderungan akan hal - hal yang buruk, akan
menghalangi hati dari Allah dan akan menjadi hijab (dinding) antara hamba
dengan tuhannya, bagi seseorang yang dapat melindungi hatinya dari
kecenderungan buruk selama lima menit saja adalah merupakan sebuah hasil dan
karunia yang besar dari-Nya jua. Untuk ini saja dia sudah akan di akui sebagai
seorang yang sampai, ajaran sufi atau tasawwuf, adalah sebuah kekuatan untuk
melindungi hati dari pemikiran buruk, dan menjaganya dari kecenderungan rendah,
barang siapa berhasil dengan di atas, dia tentu akan mengerti hatinya dan
memancar cahaya akalnya, yang tentu akan menimbulkan pikiran untuk selalu ingat
akan kebesaran Allah atas alam semesta ini, dan barang siapa yang mengerti akan
hatinya, tentu akan mengenali Tuhannya. Rasulullah Saw mengatakan : "Barang
siapa mengenal dirinya sendiri, niscaya akan mengenal Tuhannya".
8. Yada dast, artinya : Ingatan
Membaca dzikir, tentu akan melindungi
hatinya, dalam tiap hembusan napas tanpa meninggalkan ingat Allah, ini adalah
karunia yang sangat besar di berikan-Nya kepada seseorang hamba, hendaknya kita
mempertahankan hati, supaya selalu berada dan dekat dengan Allah, ini akan
membuat kita menyadari dan merasakan Cahaya (nur) dari Allah, kita harus
membuang tiga dari empat bentuk pikiran yang terasa, yakni :
Pikiran egois;
Pikiran jahat;
Pikiran malaikat, sambil mempertahankan dan
membenarkan, kita justru hanya boleh membentuk pikiran keempat,
yaitu;
Pikiran kebenaran, artinya suatu keyakinan,
hal ini akan membimbing kita menuju ketingkat tinggi dari kesempurnaan, dengan
membuang semua khayalan dan hanya mengambil kebenaran, bahwa yang benar adalah
Esa-nya Allah.
MAQAM MUSYAHADAH
Dzikir dalam maqam musyahadah aialah
seseorang berdzikir seolah-olah dalam tahap berpandang-pandangan dengan Allah,
di mana seorang hamba atau salik telah dapat konsep tiada hijab antara dirinya
dengan Allah. Dzikir maqam musyahadah ini di rangkaikan dengan dzikir lathaif,
Allah yang melihat kamu ketika kamu berdiri shalat dan Allah melihat pula kamu
pada perubahan gerak badanmu (jasmani) di antara orang-orang yang sujud.
MAQAM MUKASYAFAH
Dzikir maqam mukasyafah adalah seseorang
yang berdzikir di mana seolah-olah terbuka rahasia ketuhanan baginya, bila
berdzikir maqam mukasyafah ini di laksanakan dengan baik, sempurna dan ikhlas,
maka seorang hamba akan tahkik, maka dia akan memperoleh hakikat kasyaf dan rahasia-Nya.
Dan seseorang hamba tidak akan menghendaki menempuh jalan itu kecuali bila dia
di kehendaki Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana,
dialah Allah Swt yang hidupnya kekal dan tiada tuhan melainkan Allah, maka
sembahlah Allah dengan menunaikan ibadah kepada Allah, segala puja dan puji
bagi Allah Rahmat sekalian alam.
MAQAM MUKABALAH
Dzikir dalam maqam mukabalah adalah
seseorang hamba berdzikir dalam tahap rohaninya berhadap-hadapan dengan dzat
Allah yang Wajibul ‘Ujud, dzikir ini di rangkaikan dengan dzikir lathaif
dan hanya kepunyaan Allah barat dan timur, maka kemanapun muka kamu berhadap,
maka di situlah wajah Allah.
MAQAM MUKAFAHAH
Berdzikir dalam maqam mukafahah ini,
seseorang hamba dalam dzikir kepada Allah, di mana tahap ruhaniahnya berkasih
sayang dengan Allah, dzikir ini dengan semata-mata mengingat dzat Allah yang
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, kecintaan dari yang selain-Nya sudah hilang
sama sekali, hanya tinggal kecintaan (muhibbah) kepada Allah, dzikir ini di rangkaikan
dengan dzikir ismu dzat, lathaif dan napi istbat serta dzikir wukuf, adapun
orang-orang yang sebenarnya beriman adalah sangat cintanya kepada Allah.
MAQAM FANAFILLAH
Dzikir dalam maqam fanafillah ini adalah
seseorang hamba berdzikir dalam tahap telah lenyap dan lebur rasa keinsanannya
kedalam rasa ketuhanan, dia telah fana kedalam baqabillah, seorang hamba yang
telah melaksanakan perjuangan (riyadhah) serta mujahadah dan telah melepaskan
dirinya dari belenggu hawa nafsu, sehingga ingatannya kepada alam maujud ini
telah hilang lenyap sama sekali dan dia lebur kedalam kebaqoan Allah, maka dia
telah fanafillah, sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur’an : “Semua yang
ada di bumi itu akan binasa.” Al-Qur’an Surah Ar-Rahman Ayat 26. “Dan
tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan.” Al-Qur’an
Surah Ar-Rahman Ayat 27.
MAQAM BAQABILLAH
Maqam baqabillah adalah seseorang yang
berdzikir telah mencapai tahap dzikir, di mana kehadiran hati bersama Allah
semata-mata, artinya dengan fananya segala sesuatu termasuk dengan dirinya,
maka yang tinggal baqa hanyalah dzat Allah, seorang hamba pada ketika itu telah
lebur dan fana dalam kebaqaan Allah. Sebagaimana pada firman Allah dalam
Al-Qur’an Surah Ar-Rahman Ayat 27. Para sufi mengatakan, “Fananya dalam
kebaqaan Allah dan lenyapnya dalam kehadiran Allah.” Para guru sufi atau
tasawwuf berkata : "Siapa yang ingin sampai kaji ibadahnya sesuai
dengan kehendak Allah, dia haruslah mengalami sekurang-kurangnya"
:
Mati hakiki 4 kali;
Fana 4 kali;
Tajalli 4 kali.
Adapun mati tersebut terbagi dalam beberapa
macam, yaitu :
Mati Thabi'i;
Mati Ma'nawi;
Mati Syuri, dan
Mati Hissi.
Macam - macam Fana :
Fana' Fi 'Af''al;
Fana' Fi Asma;
Fana' Fi Sifat, dan Fana' Fi
Dzat.
"Setiap orang fana atasnya dan
tetaplah wajah Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan".
Macam - macam Tajalli :
Tajalli Af'alullah;
Tajalli Asmaullah;
Tajalli Sifatullah, dan
Tajalli Dzatullah bizdzauqi.
Keseluruhan maqamat atau lathaif dalam
pelajaran kajian agama islam menurut cara sufiyah di atas adalah yang di
cantumkan hanya berupa yang ilmu di ilmukan, bukan pengungkapan yang bersifat
rahasia daripada hasil ibadah melalui cara tersebut. Pelajaran ini hanya di
sampaikan secara umum, mengenai tata cara pelaksanaannya adalah semestinya
melalui guru pembimbing yang mursyid dalam hal ini, guna untuk mandapat
penjelasan dan pemahaman yang jelas agar tidak terjadi penyimpangan dan salah
langkah yang malah menimbulkan syirik dan kesesatan.
HAIKAL DO’A
Adalah di riwayatkan oleh Rasulullah Saw, pada suatu hari sedang beliau
duduk di dalam masjid Madinah, maka Jibril pun datang membawa firman-Nya.
Jibril berkata,”Ya Rasulullah, salam Allah Ta’ala pada tuan hamba dan ini
firman-Nya : “Hai kekasihku, adapun do’a haikal (7 do’a ini) di hantarkan pada
tuan hamba, maka barangsiapa tiada percaya akan do’a ini, kafirlah ia dan
barangsiapa membacanya atau menyimpannya maka Allah melepaskan dia dan ibu
bapanya daripada api neraka.” Ya Muhammad, barangsiapa menaruh do’a ini di
dalam rumahnya, maka tiada boleh masuk jin dan syaithan ke dalam rumahnya itu.
Barangsiapa suratkan do’a ini dan di pakai, niscaya lepaslah ia daripada adzab
sengsara dan wabak, serta aman. Dan barangsiapa menaruh do’a ini, senantiasalah
ia di hormati orang dan termulialah ia pada orang ramai dan ketika hendak mati
pun tiadalah ia merasai adzab sakaratulmaut itu, maka dengan mudah saja nyawa
itu keluar.
Barangsiapa membaca do’a ini tiap hari dan jika selalu membacanya, niscaya memperoleh pahala seumpama membaca 70,000 kali khatam Qur’an dan 70,000 mati syahid dan 70,000 kali naik haji dan mendapat kebajikan seumpama membuat 70,000 masjid dan seperti memerdekakan 70,000 hamba dan seperti menjamu 70,000 orang berbuka puasa dan mendapat pahala 70,000 orang hafiz Qur’an dan memperoleh kebajikan kemenangan 70,000 orang perang syahid dan pahala 70,000 alim dan 70,000 abid dan 70,000 malaikat dan 70,000 orang yang berakal dan 70,000 Nabi dan kebajikan dan beroleh kekayaan dan kebesaran Jibril, Mikail, Israfil dan ‘Izrail Alaihissalam. Kemudian fadhilat do’a haikal ini di salin dan di taruh padanya. Adapun khasiat do’a haikal ini terlalu banyak, di sini sekadar di ambil ringkasannya saja, sesungguhnya tiadalah syak lagi. Dan do’a haikal tersebut adalah merupakan susunan daripada ayat-ayat Al-Quranul-karim dari beberapa surah sebegai berikut :
1. Haikal 1 : Ayat Kursi (Al-Baqarah : 255);
2. Haikal 2 : Ali-Imran : 35 dan Al-Isra’ : 77-80;
3. Haikal 3 : Al-Baqarah : 285-286;
4. Haikal 4 : Al-Isra’ : 81-85;
5. Haikal 5 : Maryam : 4-6 dan Al-Fath : 27;
6. Haikal 6 : Al-Jin : 1-4; dan
7. Haikal 7 : Al-Qalam : 51-52
Barangsiapa membaca do’a ini tiap hari dan jika selalu membacanya, niscaya memperoleh pahala seumpama membaca 70,000 kali khatam Qur’an dan 70,000 mati syahid dan 70,000 kali naik haji dan mendapat kebajikan seumpama membuat 70,000 masjid dan seperti memerdekakan 70,000 hamba dan seperti menjamu 70,000 orang berbuka puasa dan mendapat pahala 70,000 orang hafiz Qur’an dan memperoleh kebajikan kemenangan 70,000 orang perang syahid dan pahala 70,000 alim dan 70,000 abid dan 70,000 malaikat dan 70,000 orang yang berakal dan 70,000 Nabi dan kebajikan dan beroleh kekayaan dan kebesaran Jibril, Mikail, Israfil dan ‘Izrail Alaihissalam. Kemudian fadhilat do’a haikal ini di salin dan di taruh padanya. Adapun khasiat do’a haikal ini terlalu banyak, di sini sekadar di ambil ringkasannya saja, sesungguhnya tiadalah syak lagi. Dan do’a haikal tersebut adalah merupakan susunan daripada ayat-ayat Al-Quranul-karim dari beberapa surah sebegai berikut :
1. Haikal 1 : Ayat Kursi (Al-Baqarah : 255);
2. Haikal 2 : Ali-Imran : 35 dan Al-Isra’ : 77-80;
3. Haikal 3 : Al-Baqarah : 285-286;
4. Haikal 4 : Al-Isra’ : 81-85;
5. Haikal 5 : Maryam : 4-6 dan Al-Fath : 27;
6. Haikal 6 : Al-Jin : 1-4; dan
7. Haikal 7 : Al-Qalam : 51-52
Di susun oleh
saidani ahamad
TATA
CARA DZIKIR AN -NAQSABANDY
Komentar
Posting Komentar