Makalah filsafat pendidikan islam pembebasan



BAB I
HAKIKAT PENDIDIKAN PEMBEBASAN
A.      PENDAHULUAN
Salah satu aliran dalam pendidikan  adalah model  pembebasan yang di canangkan oleh Paulo freire. Menurutnya pendidikan adalah prkatek pembebasan, karena pertama ia membebaskan pendidik, bukan hanya terdidik  saja dari pebudadakan  ganda  berupa kebisuan dan monolog. Kedua di bebaskan ketika mereka mulai belajar, yang satu mulai menganggap diri cukup berharga  biarpun buta huruf, miskin dan tidak menguasai teknologi  dan yang lain belajar  berdialog meskipun masih di baying-bayangi oleh peranan pendidik ( Paulo Freire, 2001:IX-X).
Bagi Paulo freire  pendidikan yang di butuhkan sekarang adalah  pendidikan  yang mampu menempatkan manusia  pada posisi  sentral dalam setiap perubahan yang terjadi dan mampu pula mengarahkan serta mengendalikan perubahan itu. Dia mencela pendidikan yang memaksa manusia untuk menyerah kepada keputusan –keputusan orang lain. Pendidikan yang di usulkan adalah  pendidikan  yang dapat menolong manusia untuk meningkatkan sikap kritis terhadap dunia dan demikian pula mengubahnya ( A. Syafi’I Ma’arif, dkk, 1991 :92)
Untuk itu sekolah sebagai lembaga yang berperan membentuk kepribadian anak harus ditempatkan sebagai semestinya.sekolah menjadi tempat dimana anak-anak menemukan kegembiraan dan kebahagian .dimana  anak-anak belajar, berteman, bermain, menjadi dirinya, mengembangkan bakatnya  di sana anak-anak merasa aman mepersiapkan masa depanya.dan tidak sebaliknya, di sekolah anak –anak muram dan gelisah menghadapi guru. Di sekolah anak-anak kehilangan kegembiraan dan terasing dari sesam teman.tuntutan masyarakatnya memaksa  dan mengancam  mereka untu segera dewasa, mereka kehilangan masa kanak-kanak  yang hidupnya di warnai dengan bermain. Di sekolah juga anak mulai resah, tak tahu apa yang bakal menimpa dirinya  di masa mendatang.
Pendidikan juga harus mampu  menyadarakn bahwa pemaksaan dan penindasan itu tidak hanya mengenai hal fisik saja,tetapi merasuk dan mengkristal  kedalam  psyche  dan kesadaran manusia dan justru dari dalam itulah manusia disetir dan di peralat  oleh kekuasaan  dan penindasan  yang sebelumnya tidak di sadarinya. Maka tidak ada  tugas lain bagi dunia pendidikan  kecuali membantu membebaskan diri dari penindasan  yang tidak di sadarinya( Basis, 2001:3)
BAB II
B.   PEMBAHASAN
  1.  Latar Belakang
Pendidikan pada dasarnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia. Dari mulai lahir (sejak dari buaian), manusia senantiasa belajar dengan yang terjadi disekitarnya, hingga manusia lanjut usia bahkan meninggal dunia, ia tetap melakukan prakondisi-prakondisi dalam melihat persoalan yang dihadapi, dan inilah proses pembelajaran.
Pandangan klasik tentang pendidikan pada umumnya dikatakan sebagai pranata yang dapat dijalankan pada tiga fungsi
a. menyiapkan generasi muda untuk memegang peranan-peranan tertentu dalam     masyarakat dimasa depan.
b.    mentranfer atau memindahkan pengetahuan, sesuai dengan peranan yang diharapkan,
c.      mentransfer nilai-nilai dalam rangka memelihara keutuhan dan kesatuan masyarakat sebagai prasyarat bagi kelangsungan hidup (survive) masyarakat dan peradaban
  2.     Makna Pembebasan dalam Perspektif Paulo Friere
Kebebasan secara umum berarti ketiadaan paksaan. Ada kebebasan fisik yaitu secara fisik bebas bergerak ke mana saja. Kebebasan moral yaitu kebebasan dari paksaan moral, hukum dan kewajiban (termasuk di dalamnya kebebasan berbicara). Kebebasan psikologis yaitu memilih berniat atau tidak, sehingga kebebasan ini sering disebut sebagai kebebasan untuk memilih. Manusia juga mempunyai kebebasan berpikir, berkreasi dan berinovasi. Kalau disimpulkan ada dua kebebasan yang dimiliki manusia yaitu kebebasan vertikal yang arahnya kepada Tuhan dan kebebasan horisontal yang arahnya kepada sesama makhluk.
  3.   Model – Model Pendidikan Pembebasan
1.      Model Dialog ( konsientasi)
              Paulo freire sangat menentang pendidikan  “ gaya bank “ yang mencerminkan masyarakat            tertindas yang menunjukkan kontradiksi .pendidikan gaya bank  tersebut antara lain:
             a.                   Guru mengetahui segala sesuatu,peserta didik tidak tahu apa-apa.
             b.                   Guru berfikir,peserta didik dipikirkan.
             c.                   Guru mengatur peserta didik  diatur
             d.                   Guru bercerita,peserta didik mendengarkan.
             e.                   Guru memilih dan memaksakan pilihan,peserta didik menyetujui
 f.         Guru membuat, peserta didik membayangkan dirinya berbuat melalui  perbuatan gurunya.
 g.            Guru  memilih bahan dan isi pelajaran, peserta didik menyesuaikan diri dengan pelajaran itu.
 h.                  Guru mencampuradukkan jabatan dan kewenangan ilmu untuk menghalangi kebebasan peserta didik.
 i.                    Guru adalah subyek, peserta didik adalah obyek dalam proses belajar mengajar.  ( paolu freire ,2000:51-52).

Untuk menentang pendidikan model banking tersebut Paulo freire  menawarkan pendidikan model dialog atau konsientasi (penyadaran) yaitu sebuah model belajar dengan cara memahami kontradiksi social,politik dan ekonomi,serta mengambil tindakan untuk melawan unsur –unsur yang menindas dari realitas tersebut.
            Pendidikan hendaknya membimbing peserta didik yantg punya ilmu diketahui oleh gurunya), supaya dai menjadi  sadar tentang masalah – masalah  kontradiksi dalam dunianya dan mencari sendiri cara-cara untuk memecahkannya.
            Pendidikan  bukanlah proses satu arah , dari pendidik kepada peserta didiknya  Pendidikan seharusnya dilaksanakan melalui proses dialog.yang merupakan modal pendidikan pembiasaan.Disampintg itu perlu adanya kerendahanhati dan keterbukaan.Proses dialiktis harus dilaksanakan secara sungguh-sungguh supaya pendidik  tidak terlalu mendominasi pihak yang lain (peserta didik) dan justru menghargai ilmu masing – masing. proses  pendidikan tetap  dipimpin oleh guru yang memang punya ilmu pengetahuan yang luas dan utuh.
DIALOG
A     bersama       B  =  komunikasi interkomunikasi / timbal balik
empati antar dua kutub yang Hubungan sama-sama terlibat dalam pencarian bersama .
INDUK : Cinta ,rendah hati ,penuh harapan ,kepercayaan ,sikap kritis.
Berinduk paada sikap kritis, dialog menularkan sikap kritis. Dialog dapat ditumbuhkan melalui cinta ,kerendahan hati ,harapan.,kepercayaan dan iman.
Dialog adalah satu-satunya cara,tidak hanya dalam masalah politik,tetapi dalam seluruh ungkapan eksitensi manusia.hanya dengan kepercayaan ,dialog memiliki kekuatan dan makna.
            Adapun  lawan dari pendidikan model dialog adalah anti dialog. Model pendidikan anti dialog  dapat digambarkan sebagai berikut :
ANTI  DIALOG 
A   tidak bersama   B. ____   A  atasan (komando)  =  komunike /  Hubungan “empati “ hancur
INDUK : tiada cinta, keangkuhan, tiadanya harapan,  tiadanya  kepercayaan, tiada kritik. Hubungan  anti  dialog  adalah  hubungan  vertical  antara manusia,  itu  ditandai hilangnya  cinta, tidak kritis, puas diri dan keangkuhan tanpa harapan. Didalam anti dialog hubungan empati antara dua kutub dihancurkan. Maka dalam anti dialog orang tidak berkomunikasi melainkan mengeluarkan komunike –komunike (keputusan) .(Paulo freire).
2.   Model kritik (masifikasi)
         Pada model ini peserta didik dibimbing supaya mengetahui struktur social,ekonomi,budaya,agama dan politik dan tidak menerimanya begitu saja, tetapi malah mempersoalkan hal-hal yang tidak adil.
Pendidik  yang kritis atau radikal mempersoalkan struktur ketidakadilan yang lebih besar dalam konteks mereka yang lebih luas dan menolong serta membuka cakrawala peserta didik  agar lebih mengerti hal yang lebih luas.
Pendidikan kritis intinya membantu terbentuknya sikap-sikap kritis ,mengangkat kesadaran naïf masyarakat yang telah menenggelamkan nya dalam proses  sejarah  dan mudah termakan irrasionalitas.
Hanya  pendidikan yang memperlancar pergeseran kesadaran transitif naïf ke sadaran transitif kritis yang akan mampu tampil mengembangkan kemampuan manusia untuk melihat  tantangan zamannya yang akan dapat maenyiapkan rakyat untuk melawan kecenderungan emosional dari masa transisi.
Pendidikan yang ada hendaknya mampu membuat manusia berani membicarakan masalah-masalah lingkungan dan turun tangan dalam lingkungan tersebut, pendidikan yang mampu memperingatkan manusia dari bahaya  zaman dan memberikan kepercayaan dan kekuatan untuk menghadapi bahaya-bahaya terserbut,bukan pendidikan yang menjadikan akal kita menyerah patuh kepada keputusan-keputusan orang lain.Dengan mengajak manusia terus menerus melakukan penilaian dan menganalisis penemuan-penemuan ,menggunakan metode-metode  dan proses-proses  ilmu pengetahuan dan melihat dari diri sendiri dalam hubungan dialektis dengan realistis social ,pendidikan ini akan menolong manusia untuk meningkatkan sikap kritis terhadap  dunia  dan dengan  demikian mengubahnya.
C . Pendidikan Islam Sebagai Praktik Pembebasan
                 Pendidikan pembebasan yang digelindingkan oleh Freire telah diterapkan oleh Nabi   Muhammad dalam strategi gerakan dakwah Islam menuju transformasi sosial. Gerakan dakwah pada masa Nabi dipraktekkan sebagai gerakan pembebasan dari eksploitasi, penindasan, dominasi dan ketidakadilan dalam segala aspeknya. Islam sendiri adalah agama pembebasan karena "Islam memberikan penghargaan terhadap manusia secara sejajar, mengutamakan kemanusiaan, menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dan keadilan, mengajarkan berkata yang hak dan benar, dan mengasihi yang lemah dan tertindas". Ayat-ayat Al Qur'an misalnya, diantaranya "...Kami bermaksud memberikan karunia kepada orang-orang tertindas di bumi. Kami akan menjadikan mereka pemimpin dan pewaris bumi..." (QS. 28:5), hal ini semakin menegaskan bahwa asal usul diturunkannya Islam (dan juga rasul-rasul) adalah untuk membebaskan manusia dari belenggu ketertindasan dan ketidaksadaran.   Kesadaran inilah yang akan membebaskan manusia dari segala bentuk penindasan di alam semesta. Sebuah kesadaran yang akan menghantarkan manusia pada posisinya sebagai abd (hamba) sekaligus sebagai khalifah (wakil Tuhan) di alam semesta ini.
                        Pendidikan  Islam sebagai praktik pembebasan  mendasarkan pada instrument akal budi manusia sebagai paradigma pembebasan ,dimana pendidikan islam diartikan sebagai proses penyadaran diri ( konsientasi) realitas obyektif dan actual, serta mengakui  eksitensi manusia sebagai individu yang bebas dan memiliki jati diri. Dengan instrument akal budi pula pendidikan dalam islam dimaknai sebagai proses rasionalisasi dan intlektualisasi (Ahmad Warid khan 2002: VI)

  Ada tiga hal yang ingin dibebaskan dalam pendidikan islam yakni :
a.     Bebas dari pola pikir dikotomis keilmuan atau  bahkan polarisasi antar ilmu agama dan ilmu umum.
b.       Bebas dari pemasungan kesadaran (internal dan eksternal) yang menyebabkan  melemahnya kondisi peserta didik.
c.    .Bebas dari prakrik –praktik pendididkan yang    membelenggu  kreatifitas dan kebebasan berfikir peserta didik.
Pendidikan islam sebagai praktik pembebasan manusia dalam proses pendidikan harus dipahami dalam  dua dimensi :
a.         Pendidikan harus dipahami dalam posisinya secara metodelogis. Dimana pelaksanaan pendidikan harus secara demokratis, terbuka dan dialogis  serta tidak bebas  dari moral. Dalam proses belajar mengajar memerlukan adnaya suasana yang di alogis sebab suasana dialogis akan membuat peserta didik  merasa dirinya terlibat, ikut menciptakan dan bahkan memiliki, hal demikian itu akan  berdampak positif  terhadapa perkembangan  potensi potensi dasar peserta didik, sehingga mudah menciptkan gagasan kreatif, mandiri, dan mampu merekayasa perubahan serta bertanggung jawab.
b.         Pendidikan  Islam sebagai proses pewarisan  nilai-nilai  keislaman   atau  transfer of Islamic velues. Nilai-nilai islam  yang di maksiud adalah  nilai tauhid yang tidak menghambakan  kepada selain Allah SWT yang berarti bebas dari belenggu  kebendaan dan kerohanian .obsesi dari pendidikan islam dalamhal ini adalah menciptakan pribadi-pribadi  yang bebas dari segala bentuk penindasan, orientasi materialism dan hedonisme , atau keterkungkungan kapitalis global ( Ahmad Warid Khan, 2002: 199-205)
           Dengan kata lain juga, Pendidikan islam hendaknya dipahami sebagai proses pembebasan manusia agar tak seorangpun yang merasakn adanya diskriminasi dari pihak lain, untuk dikuasai dan diperbudak (termasuk diperbudak ilmu pengetahuan dan teknologi).  Tujuan akhir  dari pendidikan islam adalah .mengarahkan peserta didik menjadi manusia yang bertaqwa kepada Allah SWT.Adapun kebebasan disini dibatasi oleh hukum-hukum  dan  ajaran yang ditentukan allah swt .manusia yang di idam-idamkan oleh manusia  pada umumnya dan pendidikan islam pada khususnya  adalah manusia yang cerdas, mampu berfikir  dan juga mampu menggunakan akalnya  dengan baik dan bertanggungjawab ( A.Syafi’I Ma’arif dkk, 1991:35) dengan demikian  manusia tidak bisa di pasung kebebasanya sehingga tidak boleh menurut dan terikat pada ikatan yang membelenggu kebebasanya. Pendididkan islam harus  dapat mewujudkan pendidikan pembebasan,  dengan  demikian  pendidikan akan dapat di laksanankan secara demokratis sebab nilai –nilai islam itu mendukung  pembebasan,  penghambaan selain Allah SWT dan juga  pembebasan yang bersifat materialistic keduniawian




BAB III
D. KESIMPULAN
1.        Manusia tidak bisa diperbudak dan dipasung kebebasanya sehingga tidak boleh menurut dan terikat pada ikatan yang membelenggu kebebasanya.
2.        pendidikan islam dapat mewujudkan menjadi pendidikan pembebasan apabila proses pelaksanaan  pendidikan islam  dapat dilaksanakan  secara demokratis ,dialogis ,dan terbuka serta berupaya menanamkan nilai-nilai tauhid ,sehingga pada akhirnya peserta didik menjadi manusia yang bertaqwa.
3.        Gerakan pembebasan adalah melakukan kesadaran kritis untuk membuka kesadaran “kaum tertindas”, maka Islam mendasarkan diri pada kesadaran untuk memahami realitas yang terjadi disekitar manusia itu sendiri. pembebasan itu sendiri haruslah dijalankan secara dialogis dan demokratis.
4.        Model-m0del pendidikan pembebasan ada dua yaitu model dialog dan model kritis (masifikasi)













Daftar Pustaka
Asghar Ali Engineer, Islam dan Pembebasan, (Yogjakarta : LKiS, 1993
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung : Al-Maarif, 1980)
Al-Taumy Al-Syaibany, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta : Bulan Bintang, 1983)
Khobir , Ahmad, Filsafat Pendidikan Islam,(Pekalongan: Stain Press , 2011)



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi buku Perencanan Pembelajaran : Mengembangkan Standar Kompetensi Guru

Makalah Bimbingan Konseling di PAUD/TK, SD,SMP, SMA

Resensi Buku MIcro Teaching